Dakwah dengan Cinta

Dakwah dengan Cinta

dakwah dengan cinta

Dakwah itu mengajak

Mengajak dengan penuh kelembutan, bukan main gebuk

Dakwah itu mengarahkan

Mengarahkan dengan penuh kasih. bukan dengan marah-marah

Dakwah itu membimbing dengan Cinta bukan dengan celaan

Allah SWT berfirman di surat An-Nahl ayat 125

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Ayat diatas memberikan pencerahan kepada kita bahwa dalam berdakwah harus selalu dilandasi dengan kelembutan dan cinta. Selain itu berdakwah seharusnya juga mengandung 3 uslub (sistem) dakwah, diantaranya sebagai berikut:

  1. Bil Hikmah yaitu dakwah dengan cara yang benar, tepat dan menarik.Dengan uslub yang pertama ini diharapkan mad’u (sasaran dakwah) menjadi tertarik dengan ajakan kepada jalan Allah. Hal ini, tentu kita berdakwah menggunakan bahasa mereka (bahasa kaum) adalah awal membuat dakwah jadi menarik.
  2. Mau’idzah hasanah yaitu berdakwah kepada mad’u yang sepaham atau pada komunitas yang sama. Dakwah pada kelompok ini sudah seharusnya mengunakan bahasa nasehat yang (cukup) baik. Karena dengan bahasa yang baik mad’u sudah pasti patuh atau menurut dikarenkan memang sudah sepemahaman.
  3. Wajadilhum billati hiya ahsan. Nah, pada uslub yang ketiga ini obyek dakwahnya (mad’unya) berbeda paham dengan da’inya. Maka kemungkinan besar akan terjadi clash (perselisihan) karena sebab inilah pendakwah seharusnya mendakwahi mereka dengan dakwah yang terbaik, bukan sekedar baik.

Coba perhatikan kembali ayat diatas! Ayat diatas juga mengajarkan kepada kita bagaimana sikap kita jika berhadapan dengan mad’u yang berbeda pemahaman bahkan bisa jadi berbeda keyakinan yaitu menghadapinya dengan dialog (jidal) yang terbaik. Apalagi saat kita berdakwah pada sesama muslim yang berbeda madzhab sudah seharusnyajuga kita bersikap yang terbaik dengan kelembutan dan mendahulukan rasa cinta.

Pada Ayat yang lain Allah SWT juga berfirman kepada nabi Musa as. dan Harun as.

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ   .  اذْهَبَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha (20): 43-44)

Imam Al-Quthubi menyatakan: “Jika (Nabi Musa dan Harun saja) diperintahkan untuk mengatakan perkataan yang lemah-lembut kepada Fir’aun, maka orang yang (derajatnya) dibawahnya (Nabi Musa as. dan Harun as.) lebih pantas meneladani hal itu di dalam pembicaraannya, dan di dalam perkataannya saat memerintahkan yang ma’ruf dalam berdakwah”. (Tafsir Al-Qurthubi 11/200)

Dalam Firman Allah SWT yang lain,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imron (3): 159)

Sudah sepantasnya seorang da’i benar-benar merenungkan ayat ini! Karena kalau sikap keras dan hati kasar akan menyebabkan manusia menjauhi Nabi Muhammad SAW. Jika kedua sifat itu ada pada beliau, padahal beliau adalah manusia paling mulia di hadapan Allah maka bagaimana dengan orang lain yang derajatnya jauh di bawah beliau jika dia bersikap keras dan berhati kasar? (Lihat: Min Sifatid Da’iyah Al-Liin war Rifq, hal: 14, karya Syekh Dr.Fadhl Ilahi)

Maka dari itu, kepada sesama muslim yang mempunyai sifat kasar dalam berdakwah, menang sendiri dengan arogansi, tanpa ada cinta, perlu adanya intropeksi diri masihkan anda sehat? Wahai saudaraku, siapakah yang engkau teladani dalam dakwah? Saudaruku marilah kita berdakwah dengan cinta, karena dakwah itu sendiri adalah cinta yang selalu melekat pada diri para Nabi Allah SWT. Wallahu Alam

Oleh : Ustadz Muhammad Junaidi Sahal

 

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment