Seluruh Elemen Perlu Luruskan Kiblat Bangsa

Seluruh Elemen Perlu Luruskan Kiblat Bangsa

Seluruh Elemen Perlu Luruskan Kiblat Bangsa

Surabaya – Seluruh elemen bangsa sebaiknya perlu meluruskan kiblat bangsa. Hal ini dikatakan oleh Prof. Dr. Din Syamsudin dalam Oase Bangsa dengan tema “Penegakan Hukum dan Rasa Keadilan Masyarakat” yang digelar oleh Suara Muslim Network, di Hotel Mercure, Jalan Raya Darmo Surabaya, Rabu (10/5).

Prof. Dr. Din Syamsudin, mengingatkan kepada seluruh elemen bangsa baik dari berbagai bahasa, suku, profesi dan seterusnya bahwa perlu bersama-sama meluruskan kiblat bangsa. “Jika kilbatnya masih melenceng, kita berarti belum siap sholat, harus diluruskan dulu,” ujarnya.

Banyaknya aksi protes dan demonstrasi yang akhir-akhir ini muncul dari masyarakat, menurutnya bisa menjadi pertanda bahwa belum adanya keadilan dalam masyarakat. “Untunglah majelis hakim memvonis 2 tahun penjara, bagi saya cukup adil,” ujarnya mengomentari vonis hakim dalam kasus penistaan agama yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama. “Cukup, jika dalam nilai akademis, pokoknya lulus meskipun belum memuaskan,” katanya sambil tertawa.

Menyikapi berbagai polemik yang terjadi, Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini mengatakan bahwa jika ingin Indonesia menjadi negara yang kuat, maka Umat Islam adalah jawabannya.

Hal ini, lanjutnya, karena di Indonesia realitasnya memang jumlah umat Islam yang mendominasi. “Harus ada posisi tertentu yang diberikan untuk umat Islam di Indonesia,” ujarnya.

Jika posisioning Islam dan umat Islam yang tidak proporsional, ini merugikan Indonesia. Apalagi jika ada perlakuan yang sistematis untuk menyingkirkan Islam dan Umat Islam pasti akan merugikan Indonesia. “Umat Islam harus diberi posisi tertentu,” tegasnya.

Ia perpesan untuk tidak memanfaatkan situasi untuk menyudutkan umat Islam. “Inilah yang terjadi saat ini,” ujarnya. Harus juga ada kerelaan dari pihak-pihak lain tentang posisi Islam. Dan Islam berkorban untuk tidak memaksakan menjadi negara Islam. “Ini jalan tengahnya,” katanya.

Menyudutkan umat Islam, menurutnya, justru akan memunculkan permasalahan baru. “Jika itu dilakukan, kita seperti membangunkan macan tidur,” ujarnya. Jika Islam terus ditekan, dituduh dan disudutkan, lanjutnya, Islam tidak akan mau dikalahkan. Bukan hanya itu, bukan tidak mungkin jika kondisi seperti itu akan akan memunculkan gerakan-gerakan radikalisme. “ Jika sudah demikian, Muhammadiyah, NU maupun MUI tidak akan bisa menahannya.”

Perlakuan yang tidak adil dan proporsional karena kurangnya pemahaman anatomi, sosiologi terhadap umat islam. Juga kurang memahami sejarah, bagaimana dahsyatnya perjuangan yang dilakukan umat Islam dalam memperjuangkan NKRI.

Jika umat Islam merasa pemerintah tidak bisa memenuhi keadilan, tentu juga akan mengganggu stabilitas bangsa, karena jumlah mayoritasnya umat Islam. “Justru Indonesia harus memanfaatkan Islam jika ingin menghadapi tantangan global, menghadapi perubahan geo ekonomi, geo politik global,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya, titik permasalahnya ada pada penyimpangan dan keluar dari nilai-nilai dasar hidup berbangsa dan bernegara, Pancasila, UUD45, NKRI, bhineka tunggal ika. “Sebagaimana yang kita ketahui  negara ini berdasarakan atas Ketuhanan yang Maha Esa, dan piagam Jakarta menjiwai UUD 45 sebagai rangkaian tak terpisahkan,” jelasnya.

Harusnya ada kehidupan berbangsa dan bernegara yang konsekuen, konsisten istiqomah untuk memanfaatkan agama, meskipun bukan negara agama. Dan dalam hal ini adalah agama Islam sebagai mayoritas.

Din Syamsudin mengatakan bahwa umat Islam sebaiknya tidak perlu memaksakan untuk menjadi negara lain. Tidak perlu memaksakan menjadi negara bersyariat, negara Islam, atau negara khilafah. Cukup negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. “Yang penting saling mengisi,” ujarnya.

Yang saat ini terjadi adalah, banyak yang gagal paham terhadap hakikat hidup berbangsa dan bernegara dan nilai-nilai dasar. “Di saat yang sama semen perekat keindonesiaan kita, belum kuat,” ujarnya. Sementara itu di sekitar kita, tambahnya, sudah digempur dengan liberalisasi ekonomi, politik yang luar biasa. (wir)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment