Suaramuslim.net – Tahukah Anda, ada sholat sunnah yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Bahkan, bahkan ketika safar sekalipun nabi Allah ini tetap mengerjakannya.
Menurut mayoritas ulama, hukum shalat witir adalah sunnah muakkad (sunnah yang amat dianjurkan). Karena itulah Rasulullah tak pernah meninggalkan shalat witir. Tak hanya itu, shalat witir juga merupakan shalat yang dicintai Allah ta’ala. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah itu witr dan menyukai yang witr (ganjil).” (HR. Bukhari no. 6410dan Muslim no. 2677)
Sama halnya dengan shalat malam (tarawih), shalat witir juga dianjurkan secara berjama’ah. Dari Abu Dzar ra, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang melaksanakan sholat malam bersama imam sampai selesai, maka dicatat untuknya pahala qiyamul lail semalam suntuk.”
Meninggalkan shalat witir berjamaah tidaklah dilarang. Tetapi, perbuatan tersebut juga sangat tidak disarankan. Alasannya karena, terdapat pahala yang begitu besar bagi orang yang terawih beserta witir berjamaah hingga selesai bersama imam.
Mengenai jumlah rakaat dalam witir, boleh dilakukan satu, tiga, lima, tujuh atau sembilan raka’at. Dilansir dari rumaysho.com berikut adalah rincian jumlah rakaatnya.
Witir dengan Satu Raka’at
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Witir adalah sebuah keharusan bagi setiap muslim, barang siapa yang hendak melakukan witir lima raka’at maka hendaknya ia melakukankannya dan barang siapa yang hendak melakukan witir tiga raka’at maka hendaknya ia melakukannya, dan barang siapa yang hendak melakukan witir satu raka’at maka hendaknya ia melakukannya.” (HR. Abu Daud no. 1422. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Witir dengan Tiga Rakaat
Witir ini, boleh dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, tiga raka’at, sekali salam. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berwitir tiga raka’at sekaligus, beliau tidak duduk (tasyahud) kecuali pada raka’at terakhir.” (HR. Al Baihaqi)
Kedua, mengerjakan dua raka’at terlebih dahulu kemudian salam, lalu ditambah satu raka’at kemudian salam. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di dalam kamar ketika saya berada di rumah dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memisah antara raka’at yang genap dengan yang witir (ganjil) dengan salam yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam perdengarkan kepada kami.” (HR. Ahmad 6/83. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Witir dengan Lima Raka’at
Cara pelaksanaannya adalah dianjurkan mengerjakan lima raka’at sekaligus dan tasyahud pada raka’at kelima, lalu salam. Dalilnya adalah hadits dari ‘Aisyah, ia mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat malam sebanyak tiga belas raka’at. Lalu beliau berwitir dari shalat malam tersebut dengan lima raka’at. Dan beliau tidaklah duduk (tasyahud) ketika witir kecuali pada raka’at terakhir.” (HR. Muslim no. 737)
Witir dengan Tujuh Raka’at
Cara pelaksanaannya adalah dianjurkan mengerjakannya tanpa duduk tasyahud kecuali pada raka’at keenam. Setelah tasyahud pada raka’at keenam, tidak langsung salam, namun dilanjutkan dengan berdiri pada raka’at ketujuh. Kemudian tasyahud pada raka’at ketujuh dan salam. Dalilnya akan disampaikan pada witir dengan sembilan raka’at.
Witir dengan Sembilan Raka’at
Cara pelaksanaannya adalah dianjurkan mengerjakannya tanpa duduk tasyahud kecuali pada raka’at kedelapan. Setelah tasyahud pada raka’at kedelapan, tidak langsung salam, namun dilanjutkan dengan berdiri pada raka’at kesembilan. Kemudian tasyahud pada raka’at kesembilan dan salam.
Dalil tentang hal ini adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. ‘Aisyah mengatakan,
“Kami dulu sering mempersiapkan siwaknya dan bersucinya, setelah itu Allah membangunkannya sekehendaknya untuk bangun malam. Beliau lalu bersiwak dan berwudhu` dan shalat sembilan rakaat. Beliau tidak duduk dalam kesembilan rakaat itu selain pada rakaat kedelapan, beliau menyebut nama Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, kemudian beliau bangkit dan tidak mengucapkan salam. Setelah itu beliau berdiri dan shalat untuk rakaat ke sembilannya. Kemudian beliau berdzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, lalu beliau mengucapkan salam dengan nyaring agar kami mendengarnya. Setelah itu beliau shalat dua rakaat setelah salam sambil duduk, itulah sebelas rakaat wahai anakku. Ketika Nabiyullah berusia lanjut dan beliau telah merasa kegemukan, beliau berwitir dengan tujuh rakaat, dan beliau lakukan dalam dua rakaatnya sebagaimana yang beliau lakukan pada yang pertama, maka itu berarti sembilan wahai anakku.” (HR. Muslim no. 746). (muf/smn)