6. Hotel Yamato
Pembangunan Hotel Yamato ini diprakarsai L.M. Sarkies, pengusaha berkebangsaan Armenia dan diresmikan pada tahun 1912 dengan nama Hotel Oranje. Pada masa pendudukan Jepang hotel ini menjadi Hotel Yamato dan saat ini dikenal sebagai Hotel Majapahit.
Hotel ini menjadi saksi perjuangan arek-arek Suroboyo pada insiden perobekan bendera pada 19 September 1945 di menara bendera gedung tersebut (Sumber: Soerabaia 1900-1950, Asia Maior).
7. Bangunan Monumen Pers Perjuangan Surabaya
Monumen Pers Surabaya merupakan pusat kegiatan Kantor Berita Indonesia yang mengabdikan perjuangannya untuk kemerdekaan Republik Indonesia, serta markas pers pejuang di tahun 1945.
Di tahun yang sama, kantor Berita Indonesia ini bergabung menjadi bagian dari LKBN Antara. Berkat wartawan inilah berita kemerdekaan dan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dapat terekspos sampai luar negeri. Sekarang gedung ini didedikasikan untuk mengenang perjuangan dan pengabdian wartawan untuk kemerdekaan Indonesia (Sumber: Surabaya dan Jejak Kepahlawannya).
8. Monumen Bambu Runcing
Bambu Runcing adalah senjata tradisional yang digunakan oleh tentara Indonesia dalam pertempuran melawan kolonialisme Belanda. Tepatnya pada 10 Nopember1945, yang sekarang dirayakan sebagai Hari Pahlawan. Pada masa peperangan, bambu dibentuk meruncing layaknya tombak untuk menusuk musuh.
Bambu runcing ini dibuat berkaitan dengan terbatasnya senjata modern yang ada dan untuk menunjukkan semangat di antara para prajurit sebagai warga sipil Indonesia. Untuk itulah, Monumen Bambu Runcing ini dibangun, dan terletak di jalan Panglima Sudirman. Monumen Bambu Runcing adalah ikon pariwisata Surabaya yang berhubungan dengan situs sejarah perjuangan bangsa (Sumber: situsbudaya.id).
9. Kediaman HOS Tjokroaminoto
Rumah ini merupakan kediaman Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto selama tinggal di Surabaya. Tjokroaminoto adalah ketua salah satu organisasi pergerakan terbesar di Hindia Belanda, Sarekat Islam. Selain di buat usaha kos-kosan oleh istrinya, rumah ini sering dipakai oleh Tjokroaminoto mengajar dan berdiskusi dengan para aktivis muda. Beberapa di antara mereka yang pernah tinggal dan menjadi murid Tjokroaminoto di rumah ini adalah Soekarno, Semawen, Alimin, Musso, dan Kertosoewirjo.
Dikemudian hari para murid Tjokroaminoto ini berjuang untuk bangsanya dengan pemikirannya masing-masing, Soekarno dengan nasionalismenya hingga kemudian menjadi Presiden pertama Republik Indonesia, Semawen, Alimin, Musso dengan partai komunis Indonesia, sedangkan Kertosoewirjo dengan pemikiran Islam yang radikal. Dari rumah inilah kemudian Tjokroaminoto dikenal sebagai guru para pendiri Bangsa Indonesia (Sumber: Langsung dari rumah peninggalan HOS Tjokroaminoto di Peneleh Gang VII, Surabaya).