Suaramuslim.net – Udhhiyah/Kurban adalah hewan yang disembelih pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai akhir hari-hari Tasyriq (13 Dzulhijjah) dengan tujuan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.
Hukum Berkurban
Allah Ta’ala mensyariatkan berkurban dalam firman-Nya:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah”. (QS. Al-Kautsar: 2)
Hukumnya adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hewan yang Dikurbankan
Hewan yang dikurbankan adalah unta, sapi dan kambing dan hendaklah telah berumur minimal:
- Unta 5 tahun
- Sapi 2 tahun
- Kambing 1 tahun.
Para Ulama membolehkan kambing kibas (domba) yang telah berumur 6 bulan asal gemuk dan sehat.
Hendaklah Hewan Kurban Tidak Cacat
Hewan itu harus sehat tidak memiliki cacat, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Empat cacat yang tidak mencukupi dalam berkurban: Buta yang jelas, sakit yang nyata, pincang yang sampai kelihatan tulang rusuknya (pincang yang nyata) dan yang kurus sekali”.
(HR. At-Tirmidzi dll).
Waktu Penyembelihan
Waktu penyembelihan dimulai setelah shalat Idul Adha usai dan berakhir saat tenggelam matahari akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang menyembelih sebelum shalat (ied) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan siapa menyembelih setelah shalat dan khutbah maka sungguh ia telah menyempurnakan kurbannya dan sesuai dengan sunnah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari makan dan minum dan berdzikir kepada Allah”. (HR. Muslim)
Penyembelihan Kurban
Disunnahkan bagi yang bisa menyembelih agar menyembelih sendiri. Adapun doa yang dibaca saat menyembelih adalah:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلاَن (……) بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر
“Dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, Yaa Allah ini adalah (kurban) dari si fulan ………(dengan meyebut namanya). Bismillahi Wallahu Akbar.”
Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menyembelih kurban, beliau membaca:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَنْ مَنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
“Dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, Ya Allah ini adalah (kurban) dariku dan dari siapa yang belum berkurban dari umatku”. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Sedangkan orang yang tidak bisa menyembelih sendiri hendaklah menyaksikan dan menghadirinya (ketika proses penyembelihan). Seandainya tidak menyaksikan juga tidak mengapa.
Pembagian Daging Kurban
Allah Ta’ala berfirman: “Maka makanlah sebagiannya (dan sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir”. (QS. Al-Hajj: 28)
“Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta”. (QS. Al-Hajj: 36).
Berdasarkan kedua ayat tersebut sebagaian Salafush Shaleh lebih menyukai membagi kurban menjadi tiga bagian; sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga hadiah untuk orang-orang mampu dan sepertiga lagi sedekah untuk fuqara.
Larangan Bagi Orang yang Berkurban
Bila seseorang hendak berkurban dan memasuki bulan Dzulhijjah maka baginya agar tidak memotong/mengambil rambut, kuku, atau kulitnya sampai hewan kurbannya disembelih, sebagaimana hadits Ummu Salamah ra., bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila telah masuk bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dalam lafadh (redaksi) lain: “Maka janganlah ia menyentuh (mengambil) sedikitpun dari rambut dan kulitnya sehingga ia menyembelih hewan kurbannya.”
Larangan ini hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri-istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut atau keramas meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.
Hukum Memotong Kuku dan Rambut Pada Bulan Dzulhijjah Bagi yang Hendak Berkurban
Dalil yang dijadikan landasan dalam masalah ini adalah hadits Ummu Salamah dan Aisyah Radhiyallahu ‘Anhuma.
Hadits Ummu Salamah riwayat Muslim berupa larangan.
Hadits Aisyah riwayat Bukhari dan Muslim tidak ada larangan.
Kesimpulannya ada tiga pendapat;
- Haram.
Ini pendapat Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah. - Makruh, tidak haram.
Ini pendapat Imam Syafi’i Rahimahullah dan Imam Malik Rahimahullah dalam salah satu pendapatnya. - Mubah.
Ini pendapat Imam Abu Hanifah Rahimahullah dan Imam Malik Rahimahullah dalam salah satu pendapatnya.
Fadhilatusy Syaikh Salman bin Fahd Al-Audah hafidhahullah menjelaskan bahwa pendapat yang menyatakan makruh, bukan haram, adalah pendapat yang paling adil, pertengahan dan paling mudah. Juga di dalamnya terkumpul semua dalil dalam masalah ini serta memperhatikan keadaan manusia, situasi dan kebutuhan mereka yang berbeda-beda.
Beliau juga berpendapat bahwa larangan ini belum berlaku ketika masih niat saja, akan tetapi berlaku setelah membeli hewan kurban dan menentukannya pada 10 hari pertama Dzulhijjah. Karena syari’at tidak mewajibkan sesuatu kepada seseorang dengan sekedar berniat saja.
Pendapat larangan memotong kuku dan rambut berlaku setelah membeli hewan kurban dan menentukannya pada 10 hari pertama Dzulhijjah ini juga merupakan pendapat Qatadah, Said bin Musayyab dan sebagian ulama madzhab Syafi’i.
Dalilnya adalah hadits Ummu Salamah riwayat Muslim berupa larangan dalam sebagian riwayatnya terdapat redaksi:
( من كان له ذبح يذبحه فإذا أهل هلال ذي الحجة فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي )
“Barangsiapa telah memiliki hewan untuk disembelih (sebagai kurbannya) maka jika telah memasuki bulan Dzulhijjah janganlah ia menyentuh (mengambil) sedikitpun dari rambut dan kukunya sehingga ia menyembelih hewan qkrbannya.”
Hikmah dari larangan ini menurut sebagian Ulama adalah agar supaya ketika hewan kurban disembelih, orang yang berkurban dalam keadaan utuh seluruh bagian tubuhnya sehingga semuanya dimerdekakan dari api neraka. Sebagian yang lain berpendapat untuk menyerupai orang yang sedang ihram (haji atau umrah) dalam sebagian larangannya.
Memotong Rambut dan Kuku Bagi Jama’ah Haji yang Berniat Berkurban
Memotong rambut dan kuku adalah sunnah bagi yang hendak ber-ihram haji atau umrah, tetapi jika pada 10 hari pertama Dzulhijjah memotong rambut dan kuku adalah termasuk dalam larangan bagi yang hendak berkurban, jika berbenturan antara sunnah dengan larangan maka yang sunnah dikalahkan oleh larangan.
Adapun ketika tahallul dari umrah bagi yang berhaji tamattu’ maka wajib mencukur atau memendekkan rambutnya, jika berbenturan antara wajib dengan larangan maka larangan dikalahkan oleh kewajiban.
Peringatan!
Ada yang mengatakan bahwa yang tidak boleh di potong adalah rambut dan kuku hewan kurban bukan rambut dan kuku orang yang berkurban. Ini adalah pendapat yang aneh. Para Ulama mengatakan bahwa larangan ini hanya berlaku bagi orang yang berkurban bukan hewan kurbannya.
Hukum Menggabung Aqiqoh dengan Kurban
Berkata Abu Abdillah Al Imam Ahmad bin Hanbal -Rahimahullah: “Aku berharap kurban mencukupi dari aqiqoh -insya Allah, bagi siapa yang belum aqiqoh”.
Berkata Ibnul Qoyyim -Rahimahullah: “Jika seseorang berkurban dan berniat sebagai aqiqoh dan kurban maka hal itu terjadi untuk keduanya sebagai mana seorang yang shalat dua rakaat dengan niat tahiyatul masjid dan sunnah maktubah (rawatib)”.
Anjuran (Sunnah) Dalam Berkurban atau Menyembelih
Hendaklah menajamkan pisau dan menyembunyikannya dari pandangan binatang serta memperlakukannya dengan sebaik-baiknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu, maka jika kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih sembelihlah dengan cara yang baik, haruslah seseorang mengasah mata pisaunya dan membuat nyaman hewan sembelihannya”. (HR Al-Jamaah kecuali Bukhari)
Semoga Bermanfaat.
Penulis: Abdullah Saleh Hadrami