Penulis: Fuad Amsyari*
Suaramuslim.net – Setan jika diberi legalitas di tatanan sosial skala kecil “keluarga” atau skala besar “bangsa-negara” yang penghuninya plural, tentu akan mudah menyelinap ke sana-sini membuat kian banyak manusia menjadi rusak dengan berbagai variasi kerusakannya. Dari media masa –medsos- kian banyak saja diberitakan berbagai macam bentuk kejahatan, kemaksiatan, penipuan, ketidakadilan dipandu setan.
Dunia masa kini (termasuk Indonesia) secara faktual dalam kendali kafirin yang didukung banyak muslimin berkualitas munafikin, zalimin, jahilin. Mereka tentu tidak akan kehabisan ide membangun perilaku tercela untuk dipertontonkan di masyarakat mengatas namakan kemajemukan, toleransi, kebhinekaan, dan lainnya.
Apakah umat Islam mau saja disibukkan dengan pemberitaan-pemberitaan kemaksiatan yang hadir bertubi-tubi itu sehingga habis waktu dan energinya?
Sebaiknya umat Islam, khususnya para intelektual/cendekiawannya di tengah krisis kebenaran itu (yang mau dinetralisir dengan bisikan setannya bahwa kebenaran itu relatif, jangan seenaknya klaim kebenaran). Seharusnya bersikap -berperilaku mengutamakan efisiensi-efektivitas dalam beraktivitas, mengikuti contoh nabi menghadapi berbagai macam bentuk kemungkaran di masyarakatnya.
Seharusnya umat tidak ikut-ikut posting aneka ragam kemusyrikan yang kian merajalela. Itu akan menghabiskan pulsa, waktu dalam proses membuat, membaca, menuliskan serta memviralkannya.
Langkah-langkah nyata, praktis-pragmatis mengatasi tantangan sekitar yang harus diambil saat ini seharusnya adalah:
1. Tetap rutin menjaga ibadah mahdhah yang wajib plus sunnah, namun jangan berlebihan sehingga terjebak bid’ah dhalalah yang terancam masuk neraka.
2. Menjaga akhlak mulia, seperti jujur, amanah, termasuk amal sosial, menolong orang yang bisa ditolong.
3. Tetap aktif mencari ilmu dalam berislam bersumber wahyu dan saintek.
4. Bekerja melakukan kewajiban yang menjadi tanggung jawab personal masing-masing seperti mencari nafkah secara halal, mengurus rumah tangga, mengelola institusi yang menjadi wewenangnya sesuai syariat, dan semacamnya.
5. Menyebarkan-membela Islam sebagai kewajiban mutlak setiap muslim untuk jihad amar makruf nahi mungkar, termasuk berdakwah dan berpolitik agar kepemimpinan masyarakat plural di daerahnya berada di tangan Islam, dengan kemampuan yang dipunyai, seperti waktu, kecerdasan, harta kekayaan, kewenangan formal, dan lain lain.
6. Ikut serta dalam upaya-upaya bersama menyelamatkan negeri dari azab Allah SWT melalui aktivitas mengajak keluarga dan teman untuk berjuang bersama kelompok sosial-politik untuk menyiarkan Islam.
7. Rincian langkah dalam poin 6 itu antara lain adalah: “proaktif menghadapi 2019 melalui upaya memilih presiden (cawapres itu hanya berperan pembantu/ wakil/ pengganti sehingga tidak strategis perannya, tidak perlu jadi pertimbangan dalam memilih dalam pilpres), caleg, DPD, DPRD, calon kepala daerah setempat agar sesuai tuntunan syariat, yaitu:
a. Figur mukmin pejuang Islam, cerdas berpendidikan baik
b. Jika tidak ketemu yang ideal, maka harus memilih figur muslim yang tidak merusak Islam-ulama-umat Islam, dan bukan dari parpol yang memusuhi syariat Islam, yang menjadi pelindung/ membesarkan/menguatkan musuh-musuh Islam dalam kehidupan berbangsa-bernegara yang pasti plural penduduknya.
c. Janganlah menjadi dan mempromosikan golput karena pemilu adalah sarana halal menunjukkan kekuatan Islam secara obyektif ke lawan-lawannya (lihat QS Al Anfal:60).
Semoga memperoleh ridha Allah SWT.
*Ketua Umum Syarikat Islam Politik – Dewan Pakar ICMI
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net