Suaramuslim.net – Kebiasaan Film Hanum Rangga
Siapa yang tak kenal Hanum ‘Salsabiela’ Rais? Penikmat film layar lebar Indonesia tentu telah akrab dengan namanya. Namanya melejit, sejak debut film perdananya 99 Cahaya di Langit Eropa laris manis rilis di tahun 2013, disusul 2 tahun kemudian film keduanya, Langit Terbelah di Langit Amerika yang juga tak kalah ramai diserbu para pemburu film film layar lebar di bioskop. Tahun ini, di akhir 2018, film ketiganya Faith & The City kembali bisa dinikmati para pecinta film Hanum.
Dijadwalkan tayang 15 November, akhirnya MD picture, rumah produksi yang menggarap ketiga film Hanum, memutuskan dimajukan tayang lebih awal pada 8 November. Ketiganya merupakan kisah nyata Hanum dan Rangga yang lebih dulu dituliskan dalam sebuah novel. Kisah cinta sepasang suami istri yang sama sama memiliki mimpi, yang saling mengusahakan untuk terwujud, dan berbenturan satu sama lain karena kepentingan yang berbeda. Waktu yang seolah tak berkompromi, lalu menimbulkan kesalahpahaman yang berpotensi perpisahan, tapi terselamatkan karena rasa sayang, cinta kasih dan saling menghargai yang lebih besar dari gerumbulan ego yang meluap-luap dalam mewujudkan mimpi.
Kisah inilah yang membuat penggemar film Hanum yang terpesona dengan kilau 99 Cahaya Langit di Eropa semakin jatuh cinta dalam arus kisahnya hingga Faith & The City. Semuanya semakin menarik dan berisi dengan sejarah peradaban Islam di Eropa juga kisah epic tragedi “nine eleven” di WTC. Yang berbeda dari film ketiga ini, Sosok Abimana yang sudah kadung kental dikenal sebagai Rangga, digantikan oleh Rio Dewanto. Agak kurang, sih, chemistry-nya sama Acha yang memerankan. But its ok, overall tetap bikin baper berlipat-lipat dan keharuan mendalam dengan sahut-sahutan sesenggukan di dalam teater bioskop.
Setelah dalam film kedua, Langit Terbelah di Langit Amerika, Hanum dengan cantik menjadi reporter dalam sebuah media, sebagai “pengoreksi” sejarah kelam tragedi besar “nine eleven” yang membuat sosok muslim yang tersudut menjadi bersih dari tercemar prasangka dan dugaan terorisme. Di film Faith & The City, Hanum kembali ditawari magang kerja oleh GNTV, stasiun televisi ternama dan bergengsi di New York tepat saat hendak kembali ke Wina, Austria untuk menemani suaminya, Rangga menyelesaikan disertasi. Rupanya, artikel fenomenal Hanum tentang pelurusan sejarah tragedi “nine eleven” menjadi buah bibir di New York. Kebingungan bagi Hanum. Naif, bila tak bahagia dan tidak tertarik dengan tawaran itu. Mimpinya untuk bertemu dan kerjasama dengan Andy Cooper pemilik GNTV sedang ada di depan mata. Tapi kembali ke Wina, Austria untuk menemani Rangga menyelesaikan disertasi adalah yang pertama dan tujuan utamanya merantau ke luar negeri.
Ialah Rangga, suami yang penuh kasih sayang dan memberi perhatian besar pada mimpi dan potensi diri Hanum, istrinya. Maka, lagi, dia tunda keberangkatan ke Wina untuk studinya. Mumpung masih belum berangkat, mumpung Hanum berpotensi, dan mumpung dihampiri kesempatan emas, apa salahnya menerima tawaran itu, toh hanya 3 minggu. Mungkin begitu pikirnya. Masyaallah suami impian, ya.
Hanum menjalani masa kerja magangnya dengan penuh antusias, beragam ide mulai disiapkan jika rapat redaksi dimulai. Hati dan pikirannya sedang dibuai rasa syukur bahagia dan bangga. Semangatnya mengepul, seolah siap bekerja keras dengan cerdas untuk 3 minggu ke depan, atas hadiah indah Allah atas terwujudnya mimpinya. GNTV dan Andy Cooper.
Sedih. Semangat Hanum yang membuncah tidak disambut dengan kepuasan dalam bekerja di tempat yang dibanggakannya, yang katanya menjadi impian semua jurnalis dan insan media di seluruh dunia. Tugas pertamanya, harus membuatnya merasa getir dengan prasangka netizen New York dan tentu para muslim dan muslimah, bahwa secara tak terduga, seorang Hanum yang menjadi “Agent of Moslem” sanggup melukai saudara muslimahnya dalam program live yang dipandunya. Hancur hati Hanum. Tempat dan sosok dibaliknya yang selama ini dikaguminya, Andy Cooper mati jiwa dan keras hatinya. Mendewakan uang dan rating hingga tak peduli dengan hati nurani manusia. Rangga membesarkan hatinya dan menantang Hanum untuk terus terjun berjuang dan membuktikan kepada Andy Cooper, bahwa seorang Hanum tidak bisa diperalat dan disetir oleh uang dan iming-iming kesuksesan dan popularitas New York.
Hari terus berjalan, Hanum semakin sibuk dengan kreativitasnya, Rangga menghabiskan waktu dengan sering berkunjung ke perpustakan kota yang juga tempat Azima bekerja. Rangga jadi semakin sering bertemu Azima dan putrinya.
Tujuan yang kita tempuh memang tak selalu mulus. Selalu ada risiko yang harus ditanggung dalam perjalanan. Andy Cooper mulai menunjukkan asli dirinya. Andy memberikan tugas pada Hanum menjadi produser program live memperingati “nine eleven” dengan mengundang Azima dan Philipus Brown tokoh utama dalam artikel Hanum, yang ternyata selama ini diincar olehnya. Sontak Hanum menolak. Dia tahu pasti Azima dan Philipus menolak untuk diwawancarai stasiun televisi atau media manapun untuk mengorek kisah mereka menjadi berita dan perbincangan hangat. Hanum tidak ingin persaudaraannya dengan Azima dan Philipus Brown koyak dan rusak. Andy yang memang haus dengan rating dan popularitas mengancam. Jika Hanum menolak, semua crew dalam program live akan dipecat, terutama Sam.
Dihadapkan dalam dilema, Hanum memilih untuk profesional. Atau memang saat itu, jiwanya sudah mulai ditulari ambisi kota New York yang halalkan segala cara untuk kesuksesan. Toh dia masih bisa menjelaskan pada Azima dan Philipus. Pikirnya. Rangga menentang niat Hanum. Hanum fokus dan lurus pada ambisinya. Nasihat Philipus Brown yang memintanya untuk berhati-hati dengan pengaruh buruk Andy yang ambisius pun membuatnya geram.
Lagi lagi, semangat membuncahnya untuk membuat program live tentang “nine eleven” porak poranda karena menjumpai Rangga suaminya sedang berduaan di rumah Azima. Hancur hatinya. Oh ini suamiku yang setelah menentangku lalu kini mengkhianatiku. Semuanya seolah musnah bagi Hanum. Apa lagi yang dia punya selain GNTV dan Andy Cooper. Menemani Rangga kembali ke Wina untuk menyelesaikan disertasi? Untuk apa jika dikhianati. Hatinya rapuh, pikirannya keruh. Penjelasan Rangga dan Azima pun dihajar hingga luruh. Mentah.
Rangga pun harus merelakan Hanum tetap tinggal di New York, dan kembali ke Wina sendiri. Tapi disinilah ending cantik mulai memainkan pesonanya. Menjadi khas dengan keistimewaan penuh cinta dari film karya Hanum Salsabila Rais. Kekalahan telak bagi ego diri, dan kemenangan mutlak bagi kekuatan cinta pasangan yang menikah karena Allah, dan agungnya ketaatan seorang istri dalam suami yang diajarkan dalam Islam. Setinggi apapun mimpi yang sanggup diraih seorang istri untuk bebas mengangkasa dalam luas cakrawala kehidupan, yang menuntunnya pada jalan kembali agar tetap membumi penuh kerendahan hati, adalah ketaatannya pada suami dan rida suami atas aktivitasnya. Masyaa Allah.
Antagonis memang selalu berakhir tragis. Yap. Andy Cooper dijebak sendiri ditengah program live besutannya yang ditantangkan pada Hanum, dia terjerat egoisme dirinya memenuhi ambisi kekuasaannya. Tapi justru menggiringnya untuk jatuh terpuruk. Apa kata-katanya paling menjijikkan yang kalian ingat? Ah mungkin kita sependapat, “Pasangan dan keluarga adalah penghancur impian dan sukses hidup kita”, juga ini “The world will be a better place without Islam”. Masyaa Allah tabarakallah, semakin banyak di Amerika dan Eropa, yang memeluk Islam dan menikmati menjadi muslim.
Apa adegan yang tak terlupakan dan membuat dada bergemuruh? Sebut saja, pertengkaran di persimpangan jalan antara Hanum dan Rangga yang tenggelam dalam kesalahpahaman. Dan Hanum memilih berlari menemui Andy Cooper yang tiba-tiba meneleponnya. Saat Rangga mencium kening Hanum yang tertidur lelap ketika dia harus terbang kembali ke Wina, Austria. Juga tentu di ending cantiknya dengan kalimat Rangga “Mana mungkin aku terbang pergi, sementara sayapku tertinggal di Bumi?”
Hanum dan Rangga, “Faith & The City” ketika Iman dan kepercayaan serta kekuatan cinta dalam bingkai Islam, meluluhlantakkan digdaya kota yang katanya memanjakan impian dan ambisi manusia di seluruh dunia. Masyaallah.
Ketika kau lebih menikmati membaca novelnya, saya ingin katakan, “Don’t jugde a book by its movie, ya”.