Suaramuslim.net – “Silaturrahim ke kediaman Habib Luthfi bin Yahya. Masya Allah, menyejukkan, zahir dan batin,” ujar Ustadz Abdul Somad (UAS). Kunjungan UAS ke kediaman Habib Luthfi di Pekalongan bukan sekadar ingin mendengar nasihat Rais ‘Aam Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN). Tetapi, berbaiat kepada Habib Luthfi. Usai baiat, dikutip dari laman Bangkapos.com (10/2/2019), Habib Luthfi berkata, sambil menepuk paha syekh Abdul Somad: “Dah yajri dam min Rasulillah SAW” (nih Syekh Samad mengalir darah Rasulullah).
Dilansir dari laman nu.or.id (10/2/2019), dari Pekalongan, UAS melanjutkan safarinya di Jawa Tengah dengan bertemu pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang, KH Maimoen Zubair. Kemudian bersambang ke Pondok Pesantren Tebuireng sekaligus berziarah ke makam Hadhratus syekh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, dan Gus Dur.
Sebagian warga net ada yang berkomentar tentang peristiwa langka di kediaman habib Luthfi, ”Semua akan NU pada waktunya…” komentar Ainis Sidqiyah di status facebook yang diunggah Fadlolan Musyaffa Mu’thi. Komentar lain datang dari Muhammad Dzul Rokhim, “Semoga bisa mendakwahkan hakekat Islam Nusantara”. Ternyata masih ada warga net yang tidak begitu mengenal profil UAS. Dijelaskan Habib Luthfi, UAS adalah cucu Syekh Abdurrahman (mursyid Tarekat Syattariyah). Selain itu, pernah menduduki posisi Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU Riau.
Meskipun memiliki rekam jejak sebagai kader NU, laju dakwah UAS tak selamanya berjalan mulus. Tahun 2018 terjadi penolakan terhadap dai lulusan S2 Darul Hadits Maroko tersebut. Di kota kelahiran saya, UAS membatalkan jadwal ceramahnya di Masjid Agung Jami’ kota Malang. Selain di Malang, di Jawa tengah juga muncul penolakan yang dilakukan Aliansi Masyarakat Mayong. Penolakan ini dipicu beredarnya atribut khas ormas terlarang HTI jelang kehadiran UAS yang diundang Ustaz Mudhofar ke pesantrennya, Al Husna, Mayong, Jepara.
Pertanyaannya adalah, “Seperti apa dakwah UAS setelah dibaiat Habib Luthfi?”. Menurut analisis saya, laju dakwah UAS takkan mendapat penolakan lagi seperti kejadian di tahun 2018. Pertama, karena sudah mendapat “sokongan” dari habib Luthfi. “Saya back up antum sepenuhnya, siapa yang berani menghalangi… Kita butuh persatuan ulama perekat umat, bukan malah cari perbedaan.”
Kedua, konten atau isi dakwah UAS tak pernah membentur-benturkan amaliah warga Nahdliyin dengan elemen gerakan Islam lainnya. Dakwah UAS ini amat simpel, diselipi humor dan tidak memakai bahasa-bahasa yang rumit sebagaimana halnya di dalam ilmu filsafat. Ketiga, sekalipun UAS memiliki pilihan politik yang berbeda dengan habib Luthfi, Gus Sholah maupun KH Maimoen Zubair, UAS tidak pernah mencela atau menjelek-jelekan sang Petahana dan cawapres pendampingnya. Apalagi melontarkan tuduhan petahana sebagai antek PKI.
Kalau saya amati, UAS punya persamaan dengan ustaz Yusuf Mansur. Dai yang dikenal dengan materi ceramah “shodaqoh” ini juga tak pernah menjelek-jelekkan capres dan cawapres dari kubu oposisi. Dari mereka inilah pembaca setia SMNET perlu belajar kedewasaan berpolitik, “Boleh beda pilihan politik asal jangan menjelek-jelekkan lawan politik”.
Wallahu’allam.*
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net