Suaramuslim.net – Dalam Surah an-Nahl ayat 36, Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa tiap-tiap umat sudah diutus para Rasul. Misinya menyembah Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhi Thaghut. Nabi Ibrahim ‘alaihi wa sallam diutus ke Jazirah Arab dan Syam, lalu Nabi Musa ‘alaihi wa sallam beserta Nabi Harun ‘alaihi wa sallam ke Mesir, Nabi Sulaiman ‘alaihi wa sallam ke negeri Saba’ (Yaman), Nabi Isa ‘alaihi wa sallam ke Nazareth dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Jazirah Arab. Maka leluhur mereka yaitu Nabi Nuh as diutus di Irak. “Kaum Nuh tinggal di sebelah selatan Irak, yang sekarang terletak sekitar kota Kufah” tulis Dr Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Al Quran (2006).
Nabi Nuh as bukanlah tokoh fiktif seperti Santa Claus. Dalam Al Quran, namanya disebut sebanyak 43 kali. Di surah Hud disebut 8 kali, lebih banyak daripada di surah Nuh yang hanya 3 kali.
Dalam buku Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX (2008), Ahmad Al-Usairy menyatakan Nuh as adalah Ulul Azmi pertama dari kalangan Rasul. Jarak antara Nabi Syits dan Nabi Nuh adalah 25 abad. Nabi Nuh diutus kepada kaum penyembah berhala. Awal penyembahan berhala berawal dari adanya orang-orang salih dari kaum Nabi Nuh as. Berhala yang masyhur mereka puja adalah Wudd, Suwa’, Ya’uuq dan Nasr.
Membahas sejarah Nabi Nuh as, rata-rata yang paling diingat peserta didik sedari jenjang Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah adalah bagaimana Nuh as membangun bahtera. Durasi dakwah 950 tahun dan Kan’an yang membangkang. Bahtera Nabi Nuh as dijadikan bahan pemanis untuk film “2012”. Film ini sangat berlawanan dengan aqidah dan akal sehat. Ratusan Manusia bisa selamat dari Kiamat berupa banjir dahsyat. Cukup dengan menyelamatkan diri ke kapal canggih.
Sejarah Nabi Nuh as juga diwujudkan dalam film berjudul “Noah”. Lagi-lagi profil Nabi Nuh as dalam skenario film yang dibesut sang sutradara, Darren Aronofosky sangat berlawanan dengan Al Quran maupun buku-buku sejarah Islam. Nuh dalam film tersebut bukan sosok yang salih, malah suka membunuh dan mabuk-mabukan (minum anggur).
Kisah nabi Nuh as dan Kan’an perlu dicermati pembaca laman SMNET. ”Dan, bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan, Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: ‘Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir.” (QS Hud: 42)
Kan’an tidak menggubris ajakan Nabi Nuh as. Sebagai seorang bapak pasti khawatir akan keselamatan nyawa sang anak, lalu beliau memohonkan sebuah doa. “Ya Tuhanku, anakku adalah keluargaku. Tapi janji-janjimu pasti benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya” (QS Hud: 45). Dijawab oleh Allah subhanahu wa ta’ala, “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Dia adalah (representasi) perbuatan buruk. Sebab itu janganlah memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak ketahui…” (QS Hud: 46).
Rasa kebapakan terkadang dapat mendorong seseorang untuk tunduk kepada anaknya. Ayat dalam surah Hud tadi mengajarkan kita untuk tidak tunduk kepada kebatilan, meskipun kebatilan itu ada di dalam rumah dan dilakukan darah daging sendiri. Menurut Amr Khaled dalam Pesona Quran: Mata rantai Surah dan Ayat (2005), “Nabi Nuh adalah contoh dan teladan dalam berlepas diri dan tidak tunduk dalam kebatilan”.
Pasca peristiwa banjir dahsyat, kemanakah anak-anak Nabi Nuh as melanjutkan aktivitasnya? Mengutip pendapat Ahmad Al-Usairy, bahtera Nuh terdampar di Judi (Pegunungan Ararat, Turki). Anak-anak Nabi Nuh as dan kaumnya turun dari bahtera. Sam dan keturunannya pindah ke Jazirah Arab. Anak-anak Sam bergerak ke selatan menuju wilayah sekitar Irak (Lembah Syan’ar). Yafitz dan kerabat-kerabatnya bergerak ke Timur dan sebagian bergerak ke Barat. Sedangkan yang lain bergerak ke berbagai arah. Wallahu’allam.