Suaramuslim.net – Gagasan Anies Baswedan untuk menjual kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta di perusahaan bir, PT Delta Djakarta ditolak ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi. Anies berpandangan bahwa saham senilai 1,2 triliun bisa dikelola secara leluasa dan memiliki manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Dengan dana sebesar itu, Pemprov bisa mengelola dengan maksimal dan berdampak positif bagi masyarakat lebih luas, serta tidak memiliki beban moral mengatur peredaran miras di Jakarta.
Adapun alasan penolakan ketua DPRD didasarkan murni hilangnya keuntungan bila melepas saham itu. Karena dengan adanya saham di pabrik bir itu keuangan daerah memperoleh keuntungan. Perbedaan konsep dan cara berpikir inilah yang memicu konflik di masyarakat, di mana Anies mendasarkan pada kemandirian dalam mengelola dana dan perbaikan moral masyarakat, sementara Prasetio lebih mengedepankan pertimbangan ekonomi.
Argumentasi Penjualan Saham dan Penolaknya
Gagasan Anies untuk menjual saham bir sudah dilakukan, dengan mengajukan surat kepada DPRD DKI Jakarta sejak Mei 2018 tapi belum ada respon. Namun baru-baru ini ketua DPRD DKI Jakarta menolak rencana itu dengan hilangnya pemasukan bagi pemerintahan DKI Jakarta. Anies beralasan bahwa penjualan saham bir itu merupakan janji kampanye Anies-Sandi saat kampanye, sehingga saat ini merupakan saat yang tepat untuk merealisasikan janji itu. Menurut Anies, saham Pemprov yang sebesar 26,25 persen, senilai 1,2 triliun akan bisa dikelola secara maksimal, dan akan memberi manfaat yang besar bagi warga Jakarta.
Dalam pandangan Gubernur DKI, saham yang tertanam sejak tahun 1970 itu lebih banyak membesarkan minuman beralkohol, dan keuntungan pajak dari saham bir (38 miliar) itu hampir ekuivalen dengan pajak Alexis (bisnis prostitusi) senilai Rp 36 miliar. Ketika Alexis ditutup, tidak banyak berpengaruh besar pada keuangan Jakarta. Artinya, ketika saham bir dijual, Pemprov DKI memiliki dana segar senilai 1,2 triliun akan mendatangkan manfaat yang lebih besar. Setidaknya, akan memperkuat otoritas gubernur DKI Jakarta dalam mengatur peredaran miras.
Dalam konteks ini, Anies ingin bertanggung jawab dalam menata Jakarta, baik dari sisi ekonomi maupun moral masyarakat Jakarta. Kalau selama ini, saham yang ditanam di pabrik bir lebih membesarkan peredaran minuman beralkohol, maka Gubernur DKI saat ini ingin mengalihkan pemanfaatannya yang lebih besar, tetapi tidak berdampak rusaknya moral.
Penanaman saham di pabrik bir ini tidak membuat Pemprov DKI netral dan bahkan merasa terpenjara. Dikatakan terpenjara karena tidak bisa mengatur peredaran miras karena kepemilikan saham bir itu. Dalam pandangan publik, aneh ikut melarang minuman keras tapi memiliki saham di pabrik bir. Dalam pandangan Anies, dengan melepas saham di pabrik bir itu, maka akan leluasa dan bebas mengatur peredaran miras.
Sementara cara pandang ketua DPRD Jakarta yang menolak menjual saham murni alasan ekonomi. Dia tidak ingin kehilangan keuntungan ekonomi yang dihasilkan dari saham bir itu, sehingga dia bertahan dan menolak usulan gubernur DKI Jakarta itu. Dia tidak peduli dengan dampak rusaknya moral masyarakat karena peredaran miras yang tak terbendung. Beredarnya miras secara bebas, sehingga membuat generasi bangsa ini rusak, tidak mengaitkannya dengan adanya saham Pemprov di pabrik bir ini.
Pentingnya Moralitas dan Anomali Akal Pemimpin
Perbedaan pandangan dua pemimpin di atas menunjukkan adanya perbedaaan cara berpikir dan cara membaca dampak dari sebuah kebijakan. Anies Baswedan melihat bahwa menjual saham bir merupakan bagian dari mewujudkan janji politik saat kampanye sekaligus untuk menata ekonomi dan moral masyarakat sekaligus. Dengan terjualnya saham bir, maka pemprov DKI akan memegang duit senilai 1,2 triliun dan akan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat secara lebih konkret.
Selama ini saham senilai 1,2 triliun ini dipergunakan untuk menyokong produk yang menimbulkan polemik dan rusaknya moral masyarakat. Dengan menjual saham itu, maka Pemprov DKI akan memiliki kekuatan untuk mengatur atau melarang peredaran miras ini.
Gubernur DKI Jakarta ini demikian yakin bahwa saham yang ditarik atau dijual akan memberi manfaat lebih besar dan akan mendatangkan berkah bagi masyarakat. Disadari atau tidak, peredaran miras telah merusak moral masyarakat, dan Pemprov DKI memiliki andil dalam merusak moral itu. Hal ini disebabkan adanya saham Pemprov yang ditanam pada perusahan bir ini. Sebagai contoh, hilangnya pajak dari usaha prostitusi, seperti Alexis, tidak berpengaruh pada Jakarta. Demikian pula keuntungan yang hilang dari penjualan saham di pabrik bir, juga diyakini tidak akan berpengaruh pada keuangan DKI Jakarta.
Di sisi lain, penolakan terhadap penjualan saham murni didasarkan pada keuntungan ekonomi tanpa melihat dampak kerusakan yang ditimbulkannya. Inilah yang disebut anomali atau tumpang tindihnya cara berpikir yang menolak penjualan saham. Menolak menjual saham bir merupakan bentuk ketidakpedulian pemimpin dalam melihat rusaknya moral masyarakat. Sementara dalam pandangan Anies, kepemilikan saham Pemprov DKI selama ini murni untuk mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan rusaknya moral masyarakat karena terjadi pembiaran peredaran minuman beralkohol secara bebas.*
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net