SURABAYA (Suaramuslim.net) – Titian Kreatif Pustaka dan Magister Manajemen FEB Unair Surabaya bekerjasama menggelar acara bedah buku dan seminar bisnis bertajuk Spiritual Management in Action: Tempe Bang Jarwo, pada Selasa, (18/6) pukul 10.00, di Aula MM FEB UNAIR, Jalan Airlangga No. 4-6, Surabaya.
Sebagai narasumber dalam acara tersebut adalah Koordinator Prodi MM FEB Unair, Dr. Gancar C. Premananto, M.Si.; Owner Tempe Bang Jarwo, Jarwo Susanto; dan Penulis Buku ‘Jarwo Susanto Si Arek Dolly’, Mustofa Sam.
Gancar menjelaskan, tujuan diselenggarakannya acara ini adalah sebagai wujud apresiasi dan refleksi 5 tahun penutupan lokalisasi Dolly. Terutama kepada Jarwo Susanto, sosok terdepan yang menolak penutupan Dolly, yang kini sukses di dunia bisnis dengan berjualan tempe.
“18 Juni menjadi tanggal bersejarah untuk lokalisasi Dolly, tanggal inilah dinyatakan deklarasi bahwa lokalisasi Dolly ditutup. Pada tahun ini, menjadi 5 tahun momen penutupan lokalisasi Dolly,” kata Gancar.
Dia memaparkan, topik bahasan dalam acara ini pun beragam. Di antaranya bedah buku “Jarwo Susanto, Si Arek Dolly”, Kupas Bisnis UKM Tempe Bang Jarwo Go International, Pesta Tempe Penyet Bang Jarwo dan Rawon Mendem Kangen. Dalam kesempatan ini, Jarwo juga akan menyampaikan penghargaan Sahabat Bang Jarwo.
Selanjutnya, Bang Jarwo juga melaksanakan open house dari tanggal 19-21 Juni 2019 untuk yang ingin belajar memproduksi tempe di rumah produksinya sendiri.
“Acara ini didukung oleh Dedurian Park Wonosalam, Rabbani Surabaya, Ternaknesia, PTPN 12 dan PT Garam. Kemudian ada beberapa rekan komunitas, seperti Gerakan Melukis Harapan, Kampoeng Dolanan, serta Surabaya SpeakUp. Sedangkan dari rekan UKM Dolly ada Samijali, Orumy, dan Batik Jarak Arum,” urainya.
Di lain sisi, penolakan warga Dolly terhadap pembubaran lokalisasi kebanyakan didasarkan pada kondisi ekonomi. Mereka khawatir ditutupnya prostitusi yang sempat menjadi terbesar di Asia Tenggara ini, akan berdampak pada berkurangnya pendapatan mereka.
“Nah, Jarwo Susanto inilah yang menjadi sosok inspiratif. Dia yang sebelumnya bergantung pada bisnis lokalisasi, kini sukses menjadi pengusaha tempe. Dia merupakan salah satu tokoh perubahan yang lahir dari tanah bekas prostitusi. Tak bisa ditolak dan tak bisa dipungkiri bahwa perjalanan Jarwo merupakan perjalan inspirasi perubahan,” tutur Penulis Buku ‘Jarwo Susanto Si Arek Dolly’ Mustofa Sam.
Mustofa menceritakan, dulunya, Jarwo merupakan orang yang sangat vokal untuk memperjuangkan agar Dolly tetap dibuka. Jarwo mengambil sikap yang berlawanan dengan pemerintah yakni menolak penutupan lokalisasi Dolly. Baginya saat itu, kebijakan pemerintah kota adalah kebijakan sepihak yang tidak melibatkan para warga dalam pengambilan keputusan.
“Jarwo menilai pemerintah telah gagal dalam melakukan normalisasi pasca penutupan lokalisasi di tempat-tempat lain sebelum Dolly. Keterlibatan Jarwo berada pada titik di mana ia membuat ulah di berbagai ajang. Entah itu membakar ban, menggiring kerbau yang bertuliskan Soekarwo, Risma dan Sopemo. Lalu bentrok dengan polisi dan akhirnya Jarwo menjadi buronan kepolisian,” ujarnya.
Perjalanan Jarwo dan Eva, sang istri, mengawali membuat tempe pun unik, berawal dari kabur atau minggat dari rumah atas kejaran polisi agar tidak dimasukkan bui.
“Maka dalam pelariannya dia belajar membuat tempe dan dipraktikkan di rumah. Kemudian dijalankan hingga sekarang. Dari semula hanya 3 kg per hari kini menjadi 25 kg per hari. Bahkan hingga Go Internasional. Dan telah memberdayakan keluarga dan tetangga-tetangganya,” ujar Mustofa.
Dia berpesan, setiap orang mempunyai masa depan yang lebih baik. Termasuk Jarwo Susanto. Jika ingin mempunyai masa depan yang lebih baik harus ada keinginan dari dirinya untuk berubah. Keinginan tersebut harus disertai juga dengan aksi yang konsisten dan komitmen dilakukan, maka perubahan itu akan terjadi.
“Layaknya Jarwo yang mengubah kondisinya dari yang dulunya maksiat menjadi penuh manfaat. Maka itulah saya menulis buku tentang dirinya. Agar dapat menginspirasi banyak orang di luar sana. Terutama warga yang sebelumnya bergantung pada bisnis lokalisasi, seperti Dolly ini,” harapnya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir