Suaramuslim.net – Pria berdarah Arab-Madura ini menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Jafar sempat dirawat sejak Rabu lalu (21 Agustus). Namun, kesehatannya tak kunjung membaik hingga hari ini. “Sejak hari Rabu. Serangan jantung,” ucap Mahendradatta seperti diberitakan CNN Indonesia.
Kalau melihat rekam jejak hidupnya, eks Panglima Laskar Jihad ini adalah sosok segudang kontroversi. Mulai dari penerapan hukuman rajam bagi anak buahnya di Maluku, langganan berstatus terdakwa, menghina dan menghardik presiden hingga berseteru dengan sejumlah tokoh Islam (salah satunya dengan ust Abu Bakar Ba’asyir).
Tulisan ini tak membahas bagaimana sejarah dan kiprah Laskar Jihad. Melainkan fokus kepada pendirinya saja. Sebaiknya pembaca membaca buku berjudul “Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia” (Mizan, 2007). Di situ dinyatakan, “Di tahun 2001, Laskar Jihad mengklaim memiliki sekitar 10.000 anggota. Sejumlah 5000 dari mereka terlibat peperangan dan penyediaan layanan sosial dan kesehatan di Maluku, Sulawesi Tengah bahkan Papua”.
Berjenggot panjang, plus peci putih dan sorot mata yang tajam, menjadi ciri khasnya. Jafar dikenal publik sebagai sosok yang berani berunjuk rasa di Gedung MPR/DPR sambil menghunus pedang. Bahkan, menurut majalah Gatra edisi 30 Desember 2000, ia pernah mendatangi Presiden Abdurrahman Wahid dan menghardiknya di Istana Negara.
Pada era Megawati-Hamzah Haz, Jafar dijebloskan ke dalam tahanan Mabes Polri, Jalan Trunojoyo. Semua berawal dari salah satu ceramahnya di Masjid al Fatah, Ambon yang dinilai menghina sang presiden. Meski ditahan, ia sempat disambangi sejumlah elite muslim. Zainuddin MZ, Ahmad Sumargono (PBB) hingga wapres Hamzah Haz.
Ketika Jafar dikabarkan telah ditangkap, secara spontan Hamzah Haz, elite yang hidup dalam kultur Nahdlatul Ulama dan menghormati kiai serta para pimpinan pondok pesantren ini mengungkapkan isi hatinya. Mengutip pewartaan majalah Gatra edisi 18 Mei 2002, “Saya harus mengunjungi Ustad Jafar. Bagaimanapun, dia adalah kiai yang sangat saya hormati,” ujar Hamzah, seperti ditirukan Luqman Hakim, yang aktif di Dewan Pimpinan Pusat PPP.
Begini-begini Jafar adalah veteran perang Afghanistan. Pada 1987-1989, Jafar mengaku terlibat dalam pertempuran bersama kaum mujahid Afghanistan melawan Rusia. Majalah Gatra edisi 6 oktober 2001 menyebut, untuk persiapan menjadi mujahid, Jafar dilatih di daerah Sadana, Afghanistan, selama satu bulan, di sebuah kamp latihan Abdul Robbul Sayyaf. Berbagai keahlian tempur ia pelajari, seperti menggunakan berbagai macam artileri serta senjata berat lainnya. “Latihan di sana sampai terberak-berak,” ujarnya.
Sekembali dari Afghanistan, 1989, Jafar ditawari memimpin Pesantren Al-Irsyad Al-Islamiyah di Tengaran, Semarang. Tapi cuma tahan satu setengah tahun, karena pada 1993 ia pergi ke Yaman dan tinggal di sana selama tiga bulan. Di Yaman, ia belajar ke Syekh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, ahli hadis yang mendirikan Pesantren Darul Hadits di Desa Dammaz, Yaman Utara.
Dari Yaman, Jafar berangkat ke kota Kunar, Afghanistan, bersilaturahmi dengan para ulama di sana. Ia tinggal selama empat bulan dan pulang lagi ke Indonesia, Desember 1993. Dan pada 1994, Jafar mendirikan Pesantren Ihya’usunnah di Yogyakarta.
Di sela-sela acara reuni akbar Himpunan Alumni Pesantren Al-Irsyad (HAPIA) di Asrama Haji Jakarta Timur pada 6 januari 2018. Jafar menolak berkomentar atas kasus kriminalisasi dan persekusi terhadap sejumlah muballigh. “Saya gak tau itu, tanya yang lain aja,” ujarnya menolak mengomentari pertanyaan reporter laman Suaramuslim.net dan menyarankan agar bertanya ke orang lain saja. Jawaban model begini menyiratkan Jafar menghindari konfrontasi dengan pemerintah.
Sayang sekali saya tak pernah bertatap muka dengan Jafar Umar Thalib. Yang bisa saya nikmati adalah aneka kontroversinya, pengalaman perangnya bersama mujahid Afghanistan dan jejaknya memimpin pesantren. Pertanyaan saya cuma satu, “Ustad Ja’far… jika antum wafat, ingin dikenang sebagai apa?”. Wallahua’lam bishowwab*
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net