Suaramuslim.net – Bisa dimaklumi bila disertasi Abdul Aziz membuat gaduh di tengah masyarakat. Hal ini terkait dengan disertasinya yang membahas konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur yang berujung melegitimasi keabsahan hubungan seksual non-Marital. Di media sosial tidak sedikit yang menghujat sekaligus mengumpat disertasi ini sebagai musibah, sampah, karena melegalkan hubungan seksual tanpa nikah. Atas nama kebebasan akademik, disertasi ini ingin melegalkan perzinaan yang selama ini dianggap kriminal.
Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta merupakan pihak pertama yang terkena sasaran hujatan dan tamparan. Terkena hujatan karena meloloskan pemikiran nyeleneh yang mengusik ketenangan masyarakat Islam. Terkena tamparan karena dianggap membiarkan pemikiran yang dianggap menghujat kesucian kitab suci Al Quran dan tuntunan Nabi. Al Quran dan sunah yang jelas-jelas melabeli zina sebagai perbuatan keji dan munkar.
Kegelisahan Akademik dan Penghalalan Zina
Munculnya gagasan menghalalkan hubungan seksual di luar nikah (non-marital), diakui Abdul Aziz sebagai respon atas adanya fenomena kriminalisasi atas hubungan seksual non-marital yang terjadi di berbagai tempat. Dia mencontohkan adanya kasus perajaman di Aceh, karena didakwa telah berbuat zina pada 1999. Kasus serupa juga terjadi di Ambon di mana anggota Laskar Jihad dihukum mati karena dianggap zina.
Peristiwa-peristiwa ini terjadi pula di berbagai belahan dunia, sehingga mendorong dirinya untuk mengajinya secara akademik. Kegelisahannya semakin besar ketika banyak pihak yang menstigma hubungan seksual di luar nikah sebagai tindakan kriminal. Disinilah gagasan dan isi disertasi ini digali dan dikembangkan.
Kegelisahan itulah yang kemudian meyakinkan dirinya bahwa ajaran Islam mengatur hal itu baik yang terkait dengan hubungan seksual melalui jalur menikah maupun yang tidak.
Saat membahas ini maka dia menemukan celah lewat pemikiran Muhammad Syahrur, yang melegitimasi keabsahan hubungan seksual non-marital. Bukannya mengkritisi, Abdul Aziz justru mengamini pemikiran Syahrur yang menggagas boleh hubungan seksual tanpa melalui jalur pernikahan. Dengan alasan kebebasan akademik, dia menyalahkan keabsahan praktik perkawinan yang sudah berjalan, karena mengkriminalisasi praktik hubungan tanpa nikah. Bahkan tanpa mengaitkan konteks lahirnya pemikiran Syahrur dengan kondisi di Indonesia, penulis justru meyakini bahwa disertasinya sebagai solusi. Solusi atas jalan buntu yang selama ini memperlakukan pelaku zina sebagai pesakitan dan sasaran kesalahan.
Pasca ujian tertutup, disertasi Abdul Aziz terbaca oleh media sosial dan menjadi viral. Berbagai versi judul berita muncul, di antaranya: “Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga: Seks di luar nikah tak langgar Syariah”, atau “Disertasi: Hukum Islam lindungi seks di luar nikah”. Bahkan muncul judul lain yang cukup provokatif. “Disertasi: Hubungan Intim boleh tanpa nikah lolos di UIN Yogyakarta.” Hal inilah yang membuat pihak UIN Sunan Kalijaga membuat klarifikasi dengan mengadakan jumpa pers pada hari Jum’at (30/8/2019). Namun klarifikasi itu agak sulit meredam gejolak di masyarakat. Masyarakat sudah telanjur menilai bahwa disertasi itu melegalkan hubungan seksual tanpa nikah. Sekaligus sebagai jalan keluar atas banyaknya kasus-kasus kriminalisasi atas pihak-pihak yang melakukan hubungan seks secara bebas.
Liberalisasi Islam dan Penghalalan Zina
Apa yang digagas Abdul Aziz tidak bisa dipungkiri sebagai buah atas kebebasan akademik, namun pemikiran liberal ini berdampak besar. Betapa tidak, akibat pemikiran menyimpang ini bukannya memberi jalan keluar, tetapi menjadi bom waktu yang akan menghancurkan tatanan hukum perkawinan di Indonesia. Bukannya jelas bahwa perkawinan merupakan jalan keluar untuk tereduksinya perzinaan, atau melahirkan generasi secara sah dan jelas. Sementara hubungan seksual di luar nikah jelas-jelas dimusuhi Islam, hingga terdapat hukuman rajam pelaku zina muhshan (bagi suami atau istri yang berhubungan zina dengan perempuan atau lelaki lain.
Andai kata pemikiran ini diterapkan bukan hanya menghancurkan tatanan hukum yang ada tetapi juga akan menghancurkan generasi yang selama ini menghindari perzinaan, baik secara sembunyi maupun terbuka. Pemikiran yang berakar pada pandangan Syahrur ini benar-benar efektif untuk melegitimasi seks di luar nikah.
Pengabsahan pemikiran Syahrur ini sangat jelas berdampak buruk, khususnya bagi perempuan. Perempuan hanya dianggap sebagai pemuas birahi atau budak seks. Dampak yang ditimbulkan sangat jelas, khususnya terhadap istri yang sah, yang secara langsung atau tidak langsung terkena dampak dari hubungan persetubuhan dari suaminya dengan perempuan-perempuan lain secara tidak sah. Demikian pula terhadap hak-hak anak, dan hak-hak prerempuan dari pernikahan non-marital juga pasti akan terabaikan. Karena lelaki lebih banyak menjalin hubungan dengan perempuan lain berdasarkan pada pelampiasaan nafsu saja.
Dampak lain dari pemikiran ini, perjuangan yang begitu gigih untuk memerangi praktik prostitusi, baik secara terbuka maupun terselubung akan sirna. Bahkan pelaku perzinaan ini akan memiliki amunisi baru untuk melawan pihak-pihak yang mempersekusi dirinya. Bila keabsahan hubungan seksual non-marital ini disahkan bukan tidak mungkin para pelacur dan para istri simpanan akan berbalik memperjuangkan dirinya untuk memperoleh hak yang sama dengan mereka yang dinikahi secara sah.
Memang tidak sesederhana itu mengakui keabsahan hubungan seksual di luar nikah. Risiko yang harus ditanggung sangat besar karena daya rusak perzinaan begitu besar. Keluarga yang sudah dibangun dengan pagar-pagar norma akan hancur ketika Pemikiran Abdul Aziz ini. Kalau menganggap pemikiran ini sebagai solusi atas kebuntuhan pemikiran kontemporer, yang mengkriminalisasi atas pelaku zina, maka maka benar apa yang pernah disabdakan beliau: “Pasti akan ada dari umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutra, khamr, dan alat-alat musik.” (HR Bukhari).*
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net