Suaramuslim.net – 24 Oktober merupakan momen penting bagi seluruh dokter Indonesia. Tanggal itu diperingati sebagai hari lahirnya perkumpulan dokter, bernama Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Berbicara mengenai hari dokter nasional, kita pasti ingat betul akan sosok dokter yang juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Dialah Dr Soetomo, tokoh penggerak kebangkitan nasional yang punya latar belakang sebagai tenaga medis.
Dr Soetomo lahir di Desa Ngepeh, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, pada 30 Juli 1888. Ayahnya bernama Suwaji, berasal dari golongan priyayi yang punya pemikiran maju dan modern. Soetomo alias Subroto kecil menempuh pendidikan formal di sekolah Dasar milik Belanda, Europeesche Lagere School (ELS). Saat beranjak remaja, tepatnya pada Januari 1903, Soetomo melanjutkan studi kedokteran ke Jakarta. Dia belajar di sekolah dokter Belanda bernama School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA).
Dalam sebuah kesempatan, Soetomo mendengarkan pidato atau semacam kajian dokter senior, yaitu Dr. Wahidin Sudirohusodo, yang saat itu sedang berkunjung ke Jakarta. Pertemuan itu telah menginspirasi pemikiran Soetomo akan peran pemuda untuk memajukan pendidikan sebagai langkah memerdekakan bangsa dari tangan penjajah. Tak butuh waktu lama, Soetomo lalu menyampaikan gagasan sekaligus misi besarnya mendirikan sebuah perkumpulan di hadapan teman-teman yang juga belajar di STOVIA.
20 Mei 1908, menjadi tonggak sejarah kebangkitan pemuda Indonesia. Soetomo bersama dengan pelajar STOVIA di antaranya Soelaeman, Goenawan Mangoenkoesoemo, Angka Prodjosoedirdjo, M Suwarno, Muhammad Saleh, Soeradji, dan Goembrek, secara resmi mendirikan organisasi Boedi Oetomo. Dia adalah organisasi modern pertama yang mengkampanyekan nasionalisme di Indonesia. Setahun berdiri, organisasi Boedi Oetomo punya 40 cabang dengan jumlah anggota 10 ribu orang. Boedi Oetomo terus berkembang dan menjadi cikal bakal berdirinya organisasi lain dan partai politik di Indonesia.
Tahun 1911 Soetomo lulus dari STOVIA. Perjuangannya untuk Indonesia berlanjut saat dirinya bekerja sebagai dokter pemerintah yang melanglang buana ke berbagai daerah. Mulanya Soetomo ditempatkan di Semarang, lalu Tuban, Lubuk Pakam (Sumatera Timur), dan akhirnya bertugas di Malang. Saat bertugas di Malang, Soetomo berhasil membasmi wabah pes yang sedang gencar menyerang warga Indonesia, terutama daerah Magetan.
Pengalaman Soetomo berpindah-pindah tempat saat pengabdian tugas telah mengajarkannya banyak hal tentang kehidupan. Dia melihat penderitaan rakyat saat itu yang hidup serba kekurangan dan tertindas. Soetomo tidak pernah menetapkan tarif untuk layanan pengobatannya. Dia juga tak menolak jika ada panggilan tengah malam, bahkan seringkali Soetomo menggratiskan pelayanannya.
Soetomo mendapat kesempatan mendalami studi kedokteran di Belanda pada tahun 1919. Dia pun mengambil pendidikan lagi di Jerman Barat dan Austria hingga tahun 1923. Sekembalinya ke Tanah Air, Soetomo berniat mengumpulkan golongan terpelajar untuk bergerak demi kepentingan bangsa. Niatnya terwujud dengan berdirinya Indonesische Studi Club (ISC) pada 1924. Selama beroperasi, ISC bergerak maju dan berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya.
Tahun 1931 Soetomo mendirikan partai politik, dengan mengganti nama ISC menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Pergerakan Soetomo bersama kawan-kawan saat itu mendapat tekanan keras dari Pemerintah Kolonial Belanda. Pada Januari 1934 dibentuk komisi Boedi Oetomo – PBI, yang tugasnya melakukan fusi. Pada tanggal 24-26 Desember 1935, berlangsung kongres peresmian fusi sekaligus kongres terakhir Boedi Oetomo, dan melahirkan Partai Indonesia Raya (PARINDRA) yang diketuai oleh Soetomo. Tujuan besar dari PARINDRA adalah kemerdekaan Indonesia.
Perjuangan dr Soetomo untuk Indonesia bukan hanya ditempuh lewat jalur profesi, organisasi dan politik saja. Soetomo mengkampanyekan kemerdekaan melalui pers. Bahkan, hingga akhir hayatnya, Soetomo masih aktif bergelut dengan dunia jurnalistik. Satu dari beberapa surat kabar yang dia pimpin adalah majalah bulanan Goeroe Desa.
Perjuangan dr Soetomo untuk kemerdekaan Indonesia terus berlanjut hingga tahun 1938. Karena tepat pada tanggal 30 Mei, dr Soetomo menghembuskan nafas terakhirnya di Surabaya pada usia 50 tahun. Rekam jejak perjuangan sang dokter diabadikan dalam bentuk Museum dr Soetomo.
Salah satu wisata sejarah di Kota Pahlawan ini berada di komplek Gedung Nasional Indonesia (GNI), Jalan Bubutan, Surabaya. Soetomo dan seluruh dinamika pergerakannya untuk kemerdekaan Indonesia telah melahirkan gagasan yang masih relevan hingga saat ini. Salah satunya adalah gagasan tentang pentingnya azas persatuan di antara seluruh komponen bangsa.
Selamat memperingati Hari Dokter Nasional!