Suaramuslim.net – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam rapatnya tanggal 13 Juni 1970 menetapkan putusan tentang hukum wasiat menghibahkan kornea mata sebagai berikut.
Membaca
Pertanyaan tertulis PMI Jawa Tengah No: 799/Sekr/79 tentang donor mata.
Mengingat
- Hadis yang terdapat dalam kitab Subul as-Salam, Jilid II hal. 182 yaitu: “Memecah tulang orang mati dianggap seperti memecahkan tulang orang hidup dalam hal dosanya.“
- Bunyi kitab Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-A’imamah, hal. 67: “Orang hamil yang meninggal, sedang dalam kandungannya ada bayi yang masih hidup, harus dibedah perutnya (untuk menyelamatkan bayinya) menurut Imam Abu Hanifah dan Syafi’i. Menurut Imam Malik, boleh dibedah, boleh tidak, sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal tidak boleh dibedah.” (Wanita hamil yang meninggal harus dibedah untuk menyelamatkan bayinya yang masih diharapkan hidup).
- Bunyi kitab al -Muhazzab, jilid I hal. 138 (tentang seseorang yang meninggal dan menelan barang berharga milik orang lain, wajib dibedah untuk mengeluarkan barang itu jika pemiliknya tidak merelakan). “Mayat yang semasa hidupnya menelan permata milik orang lain, dan pemiliknya meminta permata itu, harus dibedah perutnya dan dikembalikan permata itu kepada pemiliknya. Dan jika permata itu milik si mayat sendiri, boleh dibedah dan boleh tidak, karena permata itu adalah milik ahli waris.“
Menimbang
Kepentingan orang hidup yang tak dapat dilaksanakan kecuali melanggar kehormatan mayat, maka kepentingan orang hidup lebih diutamakan.
Memutuskan
Memfatwakan, seseorang yang semasa hidupnya berwasiat akan menghidupkan kornea matanya sesudah wafatnya dengan diketahui dan disetujui dan disaksikan oleh ahli warisnya, wasiat itu dapat dilaksanakan, dan harus dilakukan oleh ahli bedah.