NEW YORK (Suaramuslim.net) – Mahasiswa hukum Universitas Harvard hari Jumat berjalan keluar saat kuliah yang diadakan oleh Duta Besar (Dubes) Israel di New York, Dani Dayan memulai ceramah tentang legalitas penjajahan di Palestina.
Dayan dijadwalkan berbicara tentang “Strategi Hukum Pemukiman Israel” di Palestina yang diblokade Israel saat para mahasiswa berdiri, mengangkat plakat bertuliskan “Pemukiman adalah kejahatan perang” dan mereka mulai berjalan keluar ruangan satu-persatu, kutip Daily Sabah.
“100+ siswa di @Harvard_Law keluar dari sebuah pembicaraan yang menjadi tuan rumah pemimpin pemukim ekstremis dan Konsulat Jenderal Israel saat ini di New York, Dani Dayan. Ia dibiarkan berbicara di ruang yang hampir kosong,” kata ciutan seorang Mahasiswa Magister Studi Islam di Harvard Divinity School.
Dayan sebelumnya menjabat sebagai Ketua Dewan Yesha (Dewan Komunitas Yahudi di Yudea dan Samaria) dari 2007 hingga 2013.
Komite Solidaritas Palestina Universitas Harvard (Harvard PSC) memposting sebuah video yang menunjukkan para siswa berpartisipasi dalam walk-out diam-diam dari acara tersebut.
Banyak pengguna media sosial, termasuk para aktivis, mengkritik undangan Harvard kepada Penasihat Israel untuk menyampaikan pidato di tengah serangan terbaru Israel terhadap warga sipil di Jalur Gaza.
Sejak 2007, Jalur Gaza berada di bawah blokade Israel dan Mesir yang melumpuhkan dan menghancurkan ekonominya, merampas sekitar 2 juta penduduk dari banyak komoditas penting, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan. Di kantong yang sudah lama diembargo, situasi kemanusiaan semakin memburuk dari hari ke hari.
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) sebelumnya mengatakan, sekarang ada sekitar 620.000 warga Gaza yang hidup dalam kemiskinan, berarti mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan pokok mereka dan yang harus bertahan hidup dengan 1,6 dolar AS (Rp22.515) perhari, dan hampir 390.000 orang miskin absolut.
Blokade Zionis-Israel juga menciptakan hambatan serius bagi warga Gaza untuk memiliki akses mendapatkan pasokan medis.
Situasi kemanusiaan di wilayah Palestina yang dijajah telah memburuk lebih lanjut ketika rumah sakit berjuang untuk mengatasi tingginya pasien sejak aksi protes di perbatasan Gaza-Israel bertajuk Great March of Return dimulai tahun lalu.
“Sistem kesehatan di 13 rumah sakit umum dan 14 klinik di Gaza, dijalankan oleh organisasi non-pemerintah, telah tertekan di bawah kekurangan obat-obatan dan alat bedah karena diblokade. Tingkat kekurangan obat mencapai 50% dan kurangnya pasokan medis mencapai 27%,” menurut Komite Islam Bulan Sabit Internasional, Umar Tasli.
Sumber: Daily Sabah