Suaramuslim.net – Sepertiga isi Al Quran adalah kisah-kisah umat terdahulu yang penuh hikmah. Dari sanalah kita harus bisa mengambil pelajaran dan menjadikan bekal kehidupan kini. Dan kisah yang paling banyak diceritakan Al Quran adalah kisah Bani Israil. Dulunya mereka mendapat keistimewaan dari Allah. Namun, mereka kemudian menjadi umat yang dikutuk karena tabiat buruknya. Apa saja sifat buruk Bani Israel sehingga mereka dikutuk Tuhan dan para nabi?
Padahal dulunya mereka disanjung Tuhan. “Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat” (QS Al Baqarah 47). Betapa mulianya kaum ini ketika Allah memberi kelebihan kepada mereka atas segala kaum di dunia ini. Allah mengutus banyak nabi dan rasul dari dan untuk mereka. Namun, sikap dan sifat buruk mereka mengakibatkan mereka dikutuk.
Sebagai umat akhir zaman, kita harus mengambil pelajaran dari mereka. Sangat mungkin sebagian umat Islam terjangkiti sifat buruk Bani Israel ini. Maka janganlah sampai kutukan Allah menimpa kita akibat tabiat buruk kita karena tertular Bani Israel. Di sini sedikit kita ulas apa saja sifat buruk Bani Israel sehingga mereka dikutuk Tuhan.
1. Suka membantah dan rewel
Surat terpanjang di Al Quran adalah Al Baqarah. Nama Al Baqarah ini terambil dari kisah betapa rewelnya Bani Israel. Disuruh cari sapi tanpa syarat dan tanpa ketentuan, eh mereka malah tanya ini itu sampai-sampai hampir tak menemukan sapi yang dimaksud. Silakan cek surat Al Baqarah ayat 67-71.
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”.
Mereka menjawab: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu”. Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”.
Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya”. Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya”.
Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)”.
Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya”. Mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya”. Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.”
Di ayat 61 juga menunjukkan sifat rewel mereka terhadap nikmat Allah berupa makanan bernama manna dan salwa. “Dan (ingatlah), ketika kalian berkata, ‘Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merahnya.’ Musa berkata, ‘Apakah kalian hendak mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.’ Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas” (QS. Al Baqarah 61).
Menurut Imam Dzahabi, manna yang turun pada pohon khotmiy yang berasal darinya berwarna putih dan yang tidak berasal darinya berwarna hijau. Kekuatannya bertambah dan berkurang tergantung pohon yang dihinggapinya, bagus untuk dada, bermanfaat untuk batuk dan dapat menghilangkannya.
Sedangkan salwa dikatakan Adz Dzahabi adalah jenis burung puyuh, memakannya menyenangkan hati dan menghancurkan kencing batu, bagus untuk kimus, bermanfaat untuk orang yang sehat dan yang baru sembuh dari sakit.
2. Materialistis
Bani Israel mendapat banyak kesempatan menyaksikan mukjizat para nabi dengan mata kepala sendiri. Namun, mereka ini kaum keras hati dan keras kepala. Mereka enggan memikirkan hakikat kebenaran dari mukjizat itu. Pada masa Nabi Musa, Bani Israil menyaksikan langsung mukjizat Allah secara beruntun. Mereka menyaksikan bagaimana tongkat Musa berubah menjadi ular besar. Setelah itu mereka melihat bagaimana Allah membelah laut saat Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke laut Merah.
Tak sampai di situ, Allah menurunkan makanan Manna dan Salwa kepada mereka tanpa mereka bersusah payah. Bahkan Allah memancarkan 12 mata air dari batu besar setelah mereka menyeberangi Laut Merah. Jumlah mata air sesuai jumlah suku dalam Bani Israel.
Dengan kenyataan seperti itu, mereka masih saja tak percaya kekuasaan Allah. Hanya tak akan beriman jika tak melihat Allah secara nyata. “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang,’ karena itu kalian disambar halilintar, sedang kalian menyaksikannya” (QS. Al Baqarah 55).
Ini karakteristik kaum materialistik. Mereka hanya mempercayai apa saja yang tampak, yang terjangkau pancaindera saja. Mereka tak mau tahu dan tak mau berpikir bahwa alam semesta ini adalah bukti ciptaan Allah yang Mahaagung.
Suku Arab Badui mengatakan, “Kotoran unta merupakan bukti akan keberadaan unta, jejak kaki menunjukan adanya perjalanan, serta langit yang bertaburan bintang-bintang, malam yang gelap gulita dan bintang-bintang yang bersinar, bukankah semua itu menunjukan akan keberadaan Zat Yang Maha Mendengar dan Melihat?”
3. Tidak komitmen menjaga amanah
Setelah aman dari kejaran Firaun dan bala tentaranya, Bani Israel mendapat tempat di Bumi Syam (kini wilayah Palestina, Lebanon, Jordania dan Suriah). Bani Israel mendapat perintah untuk menyembah Allah. Ada dua nabi yang mendampingi mereka: Musa dan Harun.
Meski dibimbing dua nabi sekaligus tidak membuat Bani Israel bertambah takwa. Pada suatu kesempatan, Nabi Musa pergi selama 40 hari untuk memenuhi tugas dari Allah. Meski hanya ditemani Nabi Harun, Bani Israel membangkang dan membuat ajaran yang sesat. Mereka membuat patung sapi dari emas untuk disembah. Sepulangnya dari tugas, Nabi Musa pun murka.
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia, “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?’ Dan Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata, ‘Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang lalim’” (QS. Al A’raf 150).
4. Gemar bersekongkol
Sebelum Rasulullah hijrah, penduduk Madinah terbagi menjadi empat suku besar: suku Arab Khazraj, suku Aus, Bani Israel Nadhir dan Bani Israel Yahudi Quraidhah. Sejak lama, Khazraj dan Aus berselisih. Bahkan mereka pernah saling berperang secara sengit.
Nah, Bani Nadhir berkomplot dengan Khazraj sedangkan Bani Quraidhah bersekutu dengan Aus. Kedua suku Bani Israel ini selalu menjadi penyokong dan menjadi penyandang dana bagi sekutunya masing-masing. Mereka menyuplai senjata, mengirimkan pasukan dan memberi utangan untuk biaya perang dengan cara riba.
Anehnya, ketika terjadi pertempuran Aus dan Khazraj kemudian saling menawan. Maka kedua suku Bani Israel saling menebus tawanan meskipun bukan sekutunya. Bani Quraidhah bersedia menebus tawanan orang Bani Nadhir, begitu sebaliknya. Padahal sejatinya kedua suku Bani Israel ini saling bersekutu dengan pihak yang berbeda.
Hal ini juga terulang berabad-abad setelahnya. Pada Perang Dunia (PD) I dan II, banyak negara saling bersekutu. Namun kemudian mereka saling berkhianat dan membela ‘mantan’ lawannya dan bersekongkol melawan mantan sekutunya. Misalnya Italia yang pada PD I bersama dengan Inggris pada blok Sekutu, namun pada PD II Italia berbelok mendukung Jerman di pihak poros. Begitu pula Uni Soviet. Awalnya bergabung dengan AS dan Inggris pada PD II, namun kemudian saling melancarkan kekuatan militer meski tidak head to head pada masa Perang Dingin.
5. Mengabaikan kebenaran
Pada zaman dahulu, Bani Israel diwajibkan beribadah sehari penuh pada hari Sabtu. Ya, sehari penuh dan mereka dilarang melakukan aktivitas pencaharian pada hari itu sama sekali. Namun, tabiat buruk Bani Israel adalah mengabaikan kebenaran ini.
Mereka pun berusaha mengakali aturan ini. Mereka yang tinggal di tepi pantai membuat jebakan untuk menangkap ikan. Sehingga Sabtu itu tidak melaut tapi mereka membuat perangkap pada Jumat malam. Sejatinya Allah menguji iman mereka. Justru pada Sabtu itulah ikan banyak mendekat ke pantai. Sedangkan hari lain tak banyak ikan yang mendekat ke pantai.
Atas sikap lancang mereka ini, Allah menghukum mereka dan mengutuk mereka menjadi kera. Silakan cek Al Baqarah 55 dan Al A’raf 163-166). Tabiat ini bisa menular kepada kaum muslimin. Betapa masih ada (bisa jadi banyak juga) kaum muslimin yang tak mau hadir salat Jumat dan mendengarkan khutbah. Atau berangkat salat Jumat dengan malas-malasan dan hadir terlambat.
Padahal ibadah pekanan umat Nabi Muhammad ini sudah banyak keringanan dari Allah. Jika umat terdahulu sehari penuh beribdah tanpa boleh bekerja, maka umat Islam di akhir zaman ini boleh kembali beraktivitas mata pencahariaan selepas sholat Jumat. “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al Jumu’ah 10).
6. Meninggalkan amar maruf dan nahi munkar
Di antara sebab kehancuran Bani Israel yang paling fatal adalah mereka tidak mau mengingatkan satu sama lain. Tak hanya Allah yang mengutuk mereka, para nabi yang mulia pun mengecam mereka. “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” (QS. Al Maidah 78-79).
Kemaksiatan dan kejahatan akan makin marak dan berani jika tak ada di antara anggota masyarakat yang mencegah dan menghalau pelakunya. Maka pada hakikatnya amar makruf nahi munkar itu tujuannya untuk menyelamatkan diri sendiri.
Nabi Muhammad pernah mengatakan bahwa kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah perahu. Nantinya, ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah perahu tersebut.
Yang berada di bagian bawah ketika ingin mengambil air, tentu dia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andai kata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu. (HR. Imam Bukhari no. 2493)