Suaramuslim.net – Pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerja sama boleh didasarkan pada prinsip bagi untung (profit sharing). Yakni, bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana, dan boleh pula didasarkan pada prinsip bagi hasil (revenue sharing). Yakni, bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana; dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kedua prinsip tersebut pada dasarnya dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebagaimana fatwa Dewan Syariah Nasional MUI sebagai berikut.
Mengingat
- Firman Allah Surat Al-Baqarah Ayat 282
“Hai orang yang beriman! Jika kamu bermuamalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis…”
- Firman Allah Surat Al-Maidah Ayat 1
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu…”
- Hadis Nabi
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (At-Tirmizi).
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (Ahmad).
- Kaidah fikih
“Pada dasarnya, segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
“Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah.”
Memperhatikan
- Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia pada hari Sabtu, tanggal 7 Rabiul Awwal 1421 H/10 Juni 2000.
- Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Sabtu, 17 Jumadil Akhir 1421 H/16 September 2000.
Menetapkan: FATWA TENTANG PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Pertama: Ketentuan Umum
- Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
- Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing).
- Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Kedua: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.