Suaramuslim.net – Dewasa ini dalam masyarakat telah umum dilakukan praktik sewa-beli, yaitu perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa, kepada penyewa, setelah selesai masa sewa. Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) memerlukan akad sewa-beli yang sesuai dengan syariah. Oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang sewa-beli yang sesuai dengan syariah, yaitu akad al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik atau al-ijarah wa al-iqtina’ untuk dijadikan pedoman, sebagai berikut.
Mengingat
- Firman Allah
Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Al-Zukhruf: 32).
- Hadis Nabi
Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya. (Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri).
Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh pada parit dan tempat yang teraliri air; maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakan tanah itu dengan emas atau perak (uang). (Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i dari Sa`d Ibn Abi Waqqash).
Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani)
Rasulullah melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu obyek. (Ahmad dari Ibnu Mas’ud).
- Kaidah fikih
Pada dasarnya, segala bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah.
Memperhatikan
- Surat dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan No. 2293/DSAK/IAI/I/2002 tertanggal 17 Januari 2002 perihal Permohonan Fatwa.
- Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423 H/28 Maret 2002.
Menetapkan: FATWA TENTANG AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK
Pertama: Ketentuan Umum
- Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
- Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad ijarah Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
Kedua: Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
- Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah
- Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’d, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah
Ketiga
- Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
- Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.