Suaramuslim.net – Warisan utama peradaban Islam bukanlah bangunannya yang megah & canggih, bukan juga pada ragam penemuan ilmiahnya yang luar biasa, dan bukan pada tata kelola kotanya yang istimewa. Hal-hal itu hanyalah bagian kecil saja dari peradaban Islam. Warisan paling utama peradaban Islam berupa role model Insan Kamil & Insan Adaby.
Peradaban Islam memberikan umat manusia teladan seorang Insan Kamil (manusia paripurna) & bagaimana caranya menjadi Insan Adaby (manusia beradab). Seperti petuah dari Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud: Jika tidak ada Nabi Muhammad SAW, maka dunia ini tidak akan mengenal bagaimana cara menjadi manusia yang baik. Peradaban Islam adalah peradaban akhlaq. Semua kemajuan yang pernah ditorehkan oleh peradaban Islam telah berhasil dicapai bahkan dilampaui oleh peradaban lain. Namun, ada satu aspek yang hingga saat ini gagal dicapai oleh peradaban lainnya, yaitu kemajuan dalam bidang akhlaq.
Contoh riil nuansa akhlaq dalam peradaban Islam yang mungkin jarang diangkat adalah kisah saudara Mush’ab bin Umair, yaitu Abu Azid bin Umair, yang ketika itu menjadi tawanan kaum muslimin selepas perang badar. Dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, diceritakan; bahwa selama masa penawanan, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk berlaku baik kepada para tawanan perang. Abu Azid menuturkan:
“Jika mereka datang membawa makanan siang & malam, mereka memberiku roti, sedang mereka sendiri makan kurma. Ini karena Rasulullah SAW memerintahkan mereka berbuat baik terhadap kami para tawanan perang. Tidak seorang pun dari mereka mempunyai remukan roti, melainkan ia memberikannya kepadaku. Aku pun malu kepada mereka, kemudian aku mengembalikan roti itu kepada seorang dari mereka, namun ia mengembalikannya padaku. Ia tak menyentuh roti itu sedikit pun.”
Berdasarkan paparan Ustadz Asep Sobari L.c, makanan para tawanan disamakan dengan makanan orang miskin & anak yatim, yaitu makanan yang terbaik, bukan makanan sisa. Ukuran makanannya pun menyesuaikan dengan kemampuan pemberi, bukan pada status penerima. Jika yang memberi adalah konglomerat, maka makanannya adalah makanan terbaik, mengikuti ukuran konglomerat tersebut. Mereka ditawan karena musuh, namun diperlakukan istimewa selayaknya tamu, agar tidak menjadi musuh lagi.
Lihat, adakah peradaban lain, dari yang lampau hingga kontemporer, yang mempunya romansa indah antara penawan & tawanan seperti kisah di atas? Ketika hidangan tawanan jauh lebih mewah ketimbang makanan penawan?
Sebagai penutup, mari kita baca kembali terjemah Qur`an surat Al Insan ayat 8-9. “Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim & tawanan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu & tidak pula (ucapan) terima kasih.”
Semoga Bermanfaat.
Oleh: Mahardika Putera Emas (Pegiat ITJ Surabaya)
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net