Suaramuslim.net – Mitra muslim, di tiap tahap kehidupannya manusia mempunyai ciri kejiwaan yang khas. Usia anak-anak, usia remaja, dan usia orang dewasa memiliki gejolak perasaan dan cakrawala pikiran masing masing.
Perbedaan ciri kejiwaan ini membuahkan perbedaan antar generasi, yang kadang menjadi penyebab munculnya hambatan dalam berkomunikasi.
Orang tua mengeluhkan para ABG yang suka membantah. Sementara ABG juga ngga mau kalah. ABG merasa diperlakukan oleh orang tua seperti anak-anak yang masih kecil.
Nah, ketidakmampuan masing-masing pihak atau orang tua dan orang dewasa dengan ABG untuk saling berempati pada akhirnya hanya menghasilkan sikap keras kepala dan saling menyalahkan. Komunikasi menjadi tidak efektif dan konflik pun sulit dihindari.
Seberapa penting kunci komunikasi ini?
Dari komunikasi itulah kita mengharapkan sebuah hubungan yang baik antara anak, ayah, dan ibu. Sebab selama ini yang terjadi masalah di kalangan ABG ini dengan orang tua adalah masalah komunikasi.
Pada waktu anak dan orang tua itu saling memahami pesan yang ingin disampaikan dan pesan yang harus diterima, maka diharapkan akan terjadi sebuah hubungan yang harmonis. Karena jika komunikasi tidak tersampaikan, pasti akan terjadi konflik-konflik yang luar biasa.
Dan konflik inilah yang menyebabkan orang tua tidak memahami anak, pun sebaliknya anak tidak memahami apa yang diinginkan orang tua. Akhirnya anak semakin jauh dari orang tua, karena dengan usianya yang semakin dewasa, dia akan lebih mendekat dengan kelompoknya, dengan teman sebayanya.
Teman sebaya ini sangat luar biasa pengaruhnya. Kalau pengaruhnya berdampak baik tak masalah, tetapi jika yang memiliki efek buruk itu yang menjadi ancaman. Apalagi sampai melenceng dari norma-norma itu sendiri.
Bagaimana komunikasi bisa dikatakan efektif?
Komunikasi efektif itu jika anak tidak cenderung disalahkan terus menerus oleh orang tua. Pesan yang ingin disampaikan ini tersampaikan sesuai apa yang kita inginkan. Meskipun pada awalnya terjadi tarik ulur.
Jadi memang yang namanya komunikasi pasti ada konflik. Tetapi konflik ini bisa dikatakan sehat kalau bisa terselesaikan. Orang tua paham terhadap maunya anak, anak pun mengerti apa kemauan orang tua. Anak tidak cenderung disalahkan dan akhirnya bisa bersama-sama menemukan jalan terbaik dan menemukan solusi.
ABG itu tidak suka dinasihati, tidak suka diinterogasi, tidak suka diintruksi, dan tidak suka diperintah.
Jadi yang kita lakukan kepada anak ABG adalah refleksikan pengalaman. Ketika kita berkomunikasi dengan mereka, lakukan observasi terhadap semua kegiatan dia. Tunjukkan empati kepada dia.
Artikel ini dikutip dari siaran Mozaik Radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM pada hari Rabu, 11 Maret 2020 pukul 13.00-14.00 bersama Bunda Irawati Sumedi, Psikolog, C. NNLP, Psikolog di Lembaga Pendidikan Attaqwa, Lembaga Nurul Hikmah Sidoarjo, Praktisi Perkembangan Anak & Neuro Parenting.