New Normal dan Citizen Responsibility

New Normal dan Citizen Responsibility

New Normal dan Citizen Responsibility
Ilustrasi laki-laki memberikan bahan makanan. (Ils: Dribbble/@Uran)

Suaramuslim.net – Selama ini kita mengenal istilah corporat social responsibility yang menunjukkan tentang adanya tanggungjawab sosial dari perusahaan atau industri atas operasi kerja yang dilakukannya. Asumsinya adalah karena sebuah perusahaan telah mengeksplorasi dan mengambil manfaat besar atas suatu wilayah tertentu dengan segala dampak yang dihasilkannya maka mereka wajib bertanggungjawab atas hal tersebut. Itu terjadi manakala mereka merasa memiliki tanggungjawab sebagai wujud kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat.

Tanggungjawab sosial adalah wujud kehadiran suatu organisasi, institusi atau pun individu atas keberadaannya dalam suatu entitas masyarakat. Sehingga mereka dianggap benar-benar ada dalam lingkungannya serta memberikan kemanfaatan yang besar bagi sekitar. Nilai kemanfaatan atas eksistensi dirinya yang menentukan atas kualitas seseorang. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw:

خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Ath-Thabrani).

Demikian pula, di saat rakyat sedang menghadapi bencana seperti wabah pandemi Covid-19 maka keberadaan (eksistensi) seseorang (termasuk pemerintah, perusahaan dsb) adalah sejauh mana mereka hadir di tengah-tengah masyarakat dengan segala bentuk tanggungjawabnya berdasarkan peran pada masing-masingnya.

Kehadiran di tengah masyarakat menjadi penting sebagai wujud tanggungjawab atas amanah yang diembannya untuk melayani masyarakat. Sebagaimana dikatakan:

سيد القوم خادمهم

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.”

Kualitas kepemimpinan (politik, bisnis dsb) terletak pada kemampuannya hadir di saat masyarakat dalam masa sulit. Kehadiran bisa dalam bentuk fisik, dukungan, kebijakan dan keberpihakan yang menunjukkan kepedulian serta empati atas apa yang mereka rasakan dengan mengesampingkan kepentingan dirinya dan mengutamakan kepentingan masyarakat di atas segalanya.

Namun jika negara tidak hadir saat masyarakat dalam masa sulit maka mungkin masyarakat akan melakukan dengan caranya sendiri untuk mempertahankan diri dan mengembangkan dirinya dan lingkungannya dengan atau tanpa kehadiran pemerintah atau pun perusahaan, kemudian tanpa memberikan ruang kepercayaan sedikitpun pada pemerintah di masa yang akan datang.

Dalam suasana ketidakadilan pemerintah itulah maka yang muncul adalah rasa tanggung jawab sosial yang tinggi masyarakat terhadap entitasnya. Lingkungan mereka berada dalam rangka mempertahankan diri mereka sendiri dan menyelamatkan lingkungannya. Inilah bentuk adanya citizen responsibility.

Hal ini tentu berbeda dengan partisipasi jika partisipasi muncul karena kesadaran yang tinggi sebagai wujud dukungan terhadap pemerintah yang disebabkan masyarakat merasakan kehadirannya.

Sementara citizen responsibility adalah wujud tanggung jawab masyarakat atas dirinya sendiri tanpa menunggu uluran tangan dan kepedulian pihak yang bertanggungjawab diberi amanah disebabkan defisitnya kepedulian dan lemahnya sense of crisis atas apa yang sedang dialami dan dirasakan oleh masyarakatnya.

Jika partisipasi adalah wujud dukungan, maka citizen responsibility adalah bentuk daya tahan masyarakat atas dirinya sendiri serta penolakannya atas ketidakhadiran pemerintah dalam menyelesaikan persoalan masyarakat.

Warga tergerak untuk membantu dan tolong menolong atau bergotong royong saling meringankan sebagai bentuk kepedulian dan rasa tanggungjawab mereka atas lingkungannya.

Pengaruh Islam dalam masyarakat Indonesia

Pertanyaannya adalah dari manakah jiwa ini muncul? Apakah hadir secara tiba-tiba atau melalui proses belajar sehingga membentuk nilai-nilai yang sangat kuat dalam realitas obyektif warga ini telah tertanam sejak lama dalam benak mereka tentang pentingnya untuk saling membantu, menolong dan mendukung sesama warga atau tetangga.

Bahkan nilai kepedulian atas masyarakat sekitar sebenarnya telah lama dibangun dalam masyarakat melalui nilai-nilai keagamaan. Semenjak awal Islam telah menekankan pentingnya bertetangga yang baik. Hal ini dikuatkan langsung dengan persoalan keimanan agar manusia benar-benar bersungguh-sungguh dalam membangun kepedulian sesama, khususnya antar tetangga untuk saling meringankan beban masing-masingnya di antara mereka. Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. (رواه البخاري ومسلم).

“Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (Al-Bukhari dan Muslim).

Bahkan secara spesifik Rasulullah memberikan arahan tentang pentingnya hidup dalam kebersamaan dan saling peduli di antara mereka sebagaimana sabdanya,

إِذَا عَمِلْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَاغْتَرِفْ لِجِيرَانِكَ مِنْهَا

“Jika kamu masak sayur perbanyaklah kuahnya, lalu bagikanlah kepada tetanggamu.” (Ibnu majah).

Jiwa demikian juga ditegaskan di dalam sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam

مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ الله فِي حَاجَتِهِ

“Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.” (Muttafaq alaih).

Begitu pula dalam sabdanya:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, ةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Barang siapa yang memudahkan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang dalam kesulitan niscaya akan Allah memudahkan baginya di dunia dan akhirat.” (Muslim).

Dari berbagai argumentasi dalil yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam telah mewarnai dengan sangat kuat dalam pikiran, konsep, dan tindakan dari masyarakat yang hidup di negeri ini, sehingga menjadi masyarakat yang saling tepo seliro, saling menguatkan dan memiliki kepedulian tingkat tinggi. Di sinilah, Islam telah menjadi darah daging masyarakat di nusantara ini.

14 Juni 2020

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment