Suaramuslim.net – Kerajaan Arab Saudi mengatakan hanya akan memungkinkan melaksanakan ibadah haji untuk sekitar 1.000 jemaah haji yang berada di kerajaan itu.
Sekitar 2,5 juta jemaah dari seluruh dunia berdatangan setiap tahun ke kota-kota Mekah dan Madinah untuk ritual selama sepekan yang dijadwalkan akan dimulai pada akhir Juli. Tahun ini, tidak ada pengunjung asing yang diizinkan.
Arab Saudi mengumumkan pada hari Senin (22/6) akan mengadakan haji “sangat terbatas” tahun ini, karena negara itu masih berjuang dengan pandemi virus corona.
Kementerian Haji Saudi mengatakan keputusan untuk mengurangi peziarah untuk menjaga kesehatan publik global karena risiko yang terkait dengan pertemuan besar. Pelaksanaan ibadah haji tahun ini direncanakan akan dimulai pada 28 Juli.
Siapa yang akan melakukan haji?
Sebagai salah satu dari lima pilar utama dalam Islam, haji adalah persyaratan bagi semua muslim yang mampu secara fisik dan finansial untuk melakukan setidaknya satu kali dalam hidup mereka.
Tahun ini, Kementerian Haji Kerajaan Saudi mengatakan ibadah itu akan terbuka hanya untuk individu dari berbagai kebangsaan yang tinggal di Arab Saudi.
Dalam sebuah konferensi pers virtual pada hari Selasa (23/6), Menteri Haji Mohammad Benten mengatakan pemerintah masih dalam proses meninjau jumlah keseluruhan jemaah haji yang diizinkan, dengan mengatakan mereka mungkin “sekitar 1.000, mungkin kurang, mungkin sedikit lebih.”
“Jumlahnya tidak akan mencapai puluhan atau ratusan ribu tahun ini,” tambahnya.
Menteri Kesehatan Saudi Tawfiq al-Rabiah mengatakan para peziarah akan dites untuk virus corona sebelum tiba di kota suci Mekah dan akan diminta untuk karantina di rumah setelah haji.
Dia mengatakan tidak seorang pun di atas usia 65 atau dengan penyakit kronis diizinkan untuk melakukan haji.
Pernahkah ini terjadi sebelumnya?
Ini adalah pertama kalinya dalam hampir 90 tahun sejarah Arab Saudi jemaah asing dilarang melakukan haji.
Haji telah dibatalkan karena perang dan epidemi masa lalu sepanjang sejarah, tetapi tidak pernah sejak berdirinya Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1932.
Apa reaksinya muslim dunia?
Responsnya merupakan campuran dari kekecewaan, kelegaan, dan penerimaan.
Sebelum pengumuman Saudi, Indonesia, Malaysia, Senegal dan Singapura telah melarang warganya untuk melakukan haji tahun ini karena masalah virus corona.
Keputusan Kerajaan Arab Saudi membatasi penyelenggaraan ibadah haji ini diapresiasi Pemerintah Republik Indonesia.
“Atas nama pemerintah, saya selaku Menteri Agama mengapresiasi keputusan Saudi yang mengedepankan keselamatan jemaah dalam penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M,” terang Menag RI Fachrul Razi di Jakarta, Selasa (23/6).
Menurut Menag, di tengah pandemi, keselamatan jemaah patut dikedepankan. Apalagi, agama mengajarkan bahwa mencegah kerusakan harus dikedepankan dari meraih kemanfaatan. Karenanya, saat ini, berikhtiar menjaga keselamatan jemaah adalah hal utama.
“Keputusan Saudi sejalan dengan dasar pembatalan keberangkatan jemaah Indonesia yang diumumkan 2 Juni lalu, yaitu keselamatan jemaah haji,” tutur Menag.
“Harapan saya untuk pergi ke (kota suci Mekah Saudi) begitu tinggi,” kata Kamariah Yahya (68 tahun) dari Indonesia.
“Aku sudah bersiap selama bertahun-tahun. Tapi apa yang bisa kulakukan? Ini kehendak Allah, takdir,” tambahnya.
Shahadat Hossain Taslim, kepala kelompok yang mewakili agen perjalanan haji Bangladesh, mengatakan banyak orang akan hancur oleh keputusan itu, tetapi itu untuk yang terbaik.
“Tidak seperti negara lain, mayoritas jemaah Bangladesh adalah orang tua, dan mereka rentan terhadap Covid-19,” katanya.
Pakistan, yang biasanya mengirim hampir 180.000 jemaah, mengatakan para diplomatnya di Arab Saudi akan mewakili negara itu selama ziarah tahun ini.
Di negara tetangga India, menteri urusan minoritas mengatakan lebih dari 200.000 orang telah mendaftar haji pada tahun 2020, dan mereka akan menerima pengembalian uang penuh dari semua uang yang disetor.
Mohamad Azmi Abdul Hamid, dari badan amal Dewan Konsultatif Organisasi Islam Malaysia, mengatakan negara-negara Muslim seharusnya diizinkan untuk mengambil “keputusan kolektif”, alih-alih diserahkan ke Riyadh.