Suaramuslim.net – Senin kemarin PKS menyerahkan SK DPP yang isinya mengusung Machfud Arifin (MA) sebagai calon wali kota Surabaya. Dengan demikian, nampaknya peluang PKS tinggal pada posisi calon wakil wali kota. Itupun mesti berkompetisi dengan calon yang diajukan oleh partai-partai koalisi pendukung MA, yang jumlahnya delapan itu.
Gelagatnya, MA akan memutuskan siapa pendampingnya di waktu-waktu akhir menjelang pendaftaran ke KPU. Mirip Jokowi saat menentukan cawapres pada pilpres lalu. Mengapa demikian?
Menunggu kompetitor
Hingga kini PDIP sebagai kompetitor belum menentukan calon. Apakah petahana WS, ataukah Eri birokrat muda, ataukah Mbak Puti. Demikian pula calon perseorangan Yasin-Gunawan, belum diputuskan lolos oleh KPUD, masih proses verifikasi lapangan.
Kombinasi pasangan dari kompetitor akan membuat MA melakukan padanan yang seimbang. Yakni menentukan cawawalinya. Apakah lelaki atau perempuan? Apakah politisi atau birokrat? Apakah anak muda atau senior? Apakah orang partai atau bukan? Apakah orang jawa atau luar jawa? Apakah profesional atau pengusaha? Apakah Muslim, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha?
Hasil survei
Siapa di antara kandidat yang disodorkan partai, yang memiliki elektabilitas paling tinggi. Pada posisi MA saat ini yang belum menempati puncak survei, maka penting mendapatkan pasangan yang membantu menaikkan elektabilitas. Dan pada waktu-waktu menjelang pendaftaran, survei juga akan berupa kombinasi pasangan. Kombinasi pasangan mana yang paling tinggi tingkat keterpilihan (elektabilitas)-nya.
Kekuatan politik nasional
Diakui atau tidak, pilwali Surabaya adalah salah satu spot politik nasional. Maka peran partai politik dan kekuatan politik nasional lainnya terasa di sini. Artinya, bisa jadi pilwali Surabaya adalah bagian dari bargaining antar kekuatan politik di tingkat pusat. Maka campur tangan terhadap penentuan pasangan calon, sangat mungkin terjadi.
Investor politik
Tak dipungkiri, dalam setiap pilkada selalu ada yang berperan sebagai investor politik. Para penyandang dana. Sebab pilkada di negara kita ini sebagian besar masih high cost. Bahkan untuk kota besar sekelas Surabaya yang dianggap lebih rasional. Selama biaya politik tinggi, maka selama itu pula investor akan ada. Sejauh mana intervensi para investor terhadap penentuan pasangan calon, bergantung pada sejauh mana tingkat kemandirian calon.
Kelompok kepentingan
Pada beberapa pilkada, kelompok kepentingan berupa ormas atau LSM, begitu dominan dalam penentuan pasangan calon. Termasuk dalam hal ini para tokohnya. Tokoh yang berpengaruh dan memiliki kekuatan lobi.
Situasi sosial-ekonomi-politik yang bergulir
Bagaimana perkembangan pandemi? Apakah semakin terjadi perlambatan ekonomi? Timbulkah gejolak sosial? Dalam situasi krisis, banyak teori dan perspektif yang muncul. Teori pemimpin kerumunan (crowd leader), ratu adil, crisis branding, satrio piningit, pahlawan-penjahat, dan pembicaraan khas masyarakat lainnya, selalu mengiringi situasi krisis.
Kinerja mesin partai
Dalam pertarungan politik dengan wilayah yang cukup luas seperti Surabaya, kinerja mesin pemenangan sangat diperhitungkan. Kekuatan dan soliditas tim pemenangan amat diperlukan.
Mengapa? Karena waktu sosialisasi dan kampanye yang pendek. Maka semua kandidat akan melakukan sprint. Kedua, karena pemilu dilakukan serentak. Maka sprint pun harus serentak. Mulai sosialisasi, coblosan sampai perhitungan. Semuanya serentak.
Kandidat mesti punya tim di seluruh titik pertempuran, yakni TPS. Mulai kampanye hingga perhitungan suara. Maka partai yang memiliki mesin pemenangan yang handal, akan memiliki posisi tawar dalam menyodorkan cawawalinya. Tentu kehandalan mesin ini mesti masuk dengan clear di benak MA. Hingga tingkat haqqul yaqin.
Arah dukungan media
Dengan tingkat pendidikan masyarakat yang cukup tinggi, peran media dalam menentukan pasangan calon mungkin juga cukup besar. Sebab medialah yang membentuk persepsi masyarakat yang berujung pada pilihan saat disurvei. Dan media juga yang sebagiannya membentuk persepsi para elite yang saya sebutkan di atas.
Jadi bagaimana peluang PKS? Mari kita hitung. Kita nyeruput dulu kopi.