Suaramuslim.net – Sering kali kita mendengarkan ungkapan seperti ini, ‘Ya sudah, mau apalagi, kita pasrah dan tawakkal sama Allah.’
Ungkapan itu tampak benar atau memang sudah benar? Ada firman Allah terkait kasus perang Badar dan kita dapat mengambil pelajaran darinya. Terutama ketika bicara tawakkal. Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 60-62 sebagai berikut.
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن قُوَّةٖ وَمِن رِّبَاطِ ٱلۡخَيۡلِ تُرۡهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمۡ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمۡ لَا تَعۡلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ يَعۡلَمُهُمۡۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيۡءٖ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ يُوَفَّ إِلَيۡكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ وَإِن جَنَحُواْ لِلسَّلۡمِ فَٱجۡنَحۡ لَهَا وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ وَإِن يُرِيدُوٓاْ أَن يَخۡدَعُوكَ فَإِنَّ حَسۡبَكَ ٱللَّهُۚ هُوَ ٱلَّذِيٓ أَيَّدَكَ بِنَصۡرِهِۦ وَبِٱلۡمُؤۡمِنِينَ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin.
Dari ayat-ayat di atas kita tidak akan bahas keseluruhannya, yang dibahas adalah hakikat dari tawakkal yang bisa digali siprit motivasinya.
Perhatikan ayat di atas, awalnya perintah untuk menyiapkan peperangan, dan kalau kemudian mereka berkeinginan untuk berdamai maka ikuti perdamaian itu. Adapun hasilnya serahkan semua kepada Allah (tawakkal).
Ini memberikan motivasi kepada kita bahwa pertolongan Allah tidak datang dengan tawakkal terlebih dahulu namun dengan usaha yang maksimal, baru kemudian bertawakkal.
Karena kalimat tawakkal di ayat tersebut atau di ayat lainnya sungguh kalimat inspiratif untuk aksi bukan untuk menjadi skeptis dan pasif dalam berbuat.
Dalam Al-Qur’an, perintah bertawakkal kepada Allah terulang dalam bentuk tunggal sebanyak 9 kali. Dan dalam bentuk jamak sebanyak 2 kali. Semuanya dapat dikatakan didahului oleh perintah melakukan sesuatu, baru kemudian disusul dengan perintah bertawakkal.
Inilah hakikat tawakkal yang benar!
1. Bahwa tawakkal itu adalah keimanan kita kepada kuasa dan qodarullah
Adapun usaha dan ikhtiar maksimal adalah perintah yang terkait dengan mewujudkan iman itu dalam amal kehidupan dan ini (usaha maksimal) harus didahulukan daripada tawakkal itu.
Doktor Wahbah Az Zuhaili ketika menafsirkan ayat ketiga dari surat Al Anfal ini yang bicara perintah tawakkal, beliau memberikan definisi tawakkal sebagai berikut;
Bertawakkal kepada Allah adalah bersandar dan percaya kepada-Nya, serta memasrahkan semua urusan kepada-Nya.
Beliau menambahkan kalimat sebagai berikut;
Yang demikian itu (bertawakkal), setelah berusaha mengambil sebab. Maka barang siapa yang berusaha yang dituntut secara logika dan kebiasaan manusia kemudian memasrahkan usahanya kepada Allah dan menyakini semua keputusan di tangan Allah maka inilah orang beriman yang benar. Adapun orang yang tidak berusaha maksimal, maka ini adalah kebodohan dalam memahami tawakkal. (Tafsir Al Munir juz 5 hlm. 260).
Perhatikan kisah sahabat yang hendak menambatkan untanya. Dalam sebuah riwayat ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah saya ikat unta saya lalu tawakkal kepada Allah ataukah saya lepas saja sambil bertawakkal kepada-Nya? Rasulullah menjawab, “Ikatlah dulu untamu itu kemudian baru engkau bertawakal!” (At-Tirmidzi No. 2517).
Dalam riwayat lainnya disebutkan suatu ketika pada waktu pagi setelah salat Subuh, Nabi melihat seseorang berada di sudut masjid sedang duduk termenung, orang tersebut adalah Abu Umamah.
Kemudian Nabi menghampirinya dan bertanya, “Wahai Abu Umamah, aku melihatmu duduk di masjid di luar waktu salat, apa yang terjadi denganmu?”
Abu Umamah menjawab, “Ya Rasulullah, saat ini aku dalam kesulitan membayar utang.”
Rasulullah berkata, “Aku akan mengajarkanmu beberapa perkataan baik, jika engkau mengucapkannya, mudah-mudahan Allah SWT akan menghilangkan segala kesulitanmu dan melunasi utang-utangmu. Bacalah doa ini pada pagi dan sore hari.”
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan. Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan kesewenang-wenangan manusia.
Menurut pengakuan Abu Umamah, setelah ia mengamalkan dan membaca doa yang diajarkan Nabi tersebut, Allah menghilangkan kebingungan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, ketakutan, dan utang-utangnya dapat dilunasi. (Abu Daud).
Perhatikan doa Nabi Muhammad, yang diawali dengan perlindungan dari kebingungan dan kelemahan serta kemalasan dalam berusaha.
2. Kita tidak mengetahui Allah memutuskan apa pada usaha yang kita lakukan karena itu selama masih ada peluang untuk berusaha maka usaha itu harus terus dilakukan. Usaha tidak boleh berhenti
فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (Al-Insyirah: 7).
So… Tidak boleh berhenti untuk terus bergerak meraih harapan yang lebih baik.
3. Terus berdoa dan meyakini bahwa doa-doa itu terus akan tercatat di sisi Allah dan bekerja untuk mewujudkannya
Wallahu A’lam