Suaramuslim.net – Ada ayat favorit dan populer selalu dibacakan ke khalayak ramai di bulan Ramadhan, sehingga seolah hanya setahun sekali rame-rame membaca ayat ini di semua mimbar Islam yaitu ayat 183 dari surat Al Baqarah:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Ayat ini menjadi ayat satu-satunya yang mewajibkan puasa Ramadhan. Dan yang namanya kewajiban sudah tentu dipersiapkan dan disambut (tarhib). Jangankan yang wajib sedangkan yang sunnah saja biasanya di-tarhib sedemikian rupa, seperti kedatangan tamu. Apalagi kalau tamu istimewa dan agung serta membawa oleh-oleh yang banyak, sudah pasti disambut dengan penuh kegembiraan.
“Seandainya umatku mengetahui keutamaan di bulan Ramadhan, maka sungguh mereka akan berharap setahun penuh Ramadhan.” (Terjemah hadis riwayat Ibnu Khuzaimah).
Sanad hadis ini, sebagaimana dikutip Utsman al-Khubari dalam kitabnya Durrah an-Nasihin, merupakan penggalan hadis panjang riwayat Ibnu Khuzaimah dalam kitabnya Shahih Ibnu Khuzaimah, kemudian hadis ini juga diriwayatkan Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab al-Iman, juga diriwayatkan Imam Abu Ya’la, dan Imam Ibnu Najjar.
Berkaitan dengan tarhib Ramadhan yang maksimal ada hal yang menarik yang bisa dipahami motivasi dan spiritnya dari ujung ayat 33 surat Lukman di bawah ini.
إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥ عِلۡمُ ٱلسَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ ٱلۡغَيۡثَ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡأَرۡحَامِۖ وَمَا تَدۡرِي نَفۡسٞ مَّاذَا تَكۡسِبُ غَدٗاۖ وَمَا تَدۡرِي نَفۡسُۢ بِأَيِّ أَرۡضٖ تَمُوتُۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرُۢ
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Teringat maqalah indah;
Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.
Makna ungkapan itu, hendaklah kita semangat dalam menggapai akhirat tanpa menunda dan tak perlu tergesa-gesa dalam mengejar dunia, karena masih ada hari esok.
Ungkapan “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya” maksudnya adalah apa yang tidak selesai hari ini dari urusan dunia, selesaikanlah besok. Yang tidak bisa selesai besok, selesaikanlah besoknya lagi. Jika luput hari ini, masih ada harapan untuk besok.
Namun untuk urusan akhirat, tidak bisa ditunda esok, karena kematian tidak menunggu esok hari.
Syekh Al Hasan Al Bashri pernah mengungkapkan tentang pembagian hari menjadi tiga;
Dunia ada tiga hari:
➡ Kemarin, maka sudah berlalu apa yang ada padanya
➡ Besok, bisa jadi engkau tidak menjumpainya
➡ Hari ini, maka beramallah untuk kebaikanmu
(Al Hasan Al Basri, Az Zuhd karya Al Baihaqi 1/196)
Demikian pula dengan Ramadhan. Kalau hari ini kita diberi kesempatan hidup maka jangan sia-siakan. Dan tanamkan seolah ini Ramadhan terakhir bagi kita. Maka semangatlah menyambutnya, mengisinya dan menggapai maghfirah-Nya.
Di antara cara agar tarhibnya menjadi sungguh-sungguh, maka seringlah dan tanamkan di hati ‘andai ini Ramadhan terakhirku’, karena memang seperti itu yang dianjurkan oleh Rasulullah.
Dari Abu Ayyub ia berkata: ‘Seorang laki-laki mendatangi Nabi, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah ajarkan aku dengan sesuatu yang ringkas? Maka Nabi bersabda: “Jika Engkau mengerjakan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang akan berpisah (dengan dunia), janganlah engkau berkata dengan suatu perkataan yang nanti akan engkau sesali dan kuatkanlah untuk tidak berharap dengan sesuatu yang ada di tangan manusia.” (Ibnu Majah, Ahmad).
Bukankah ketika seorang mahasiswa yang merasa bahwa ini kesempatan terakhir untuk ujian akan lebih semangat lagi untuk mempersiapkannya?
Apalagi Ramadhan, bulan yang luar biasa obral maghfirahnya pasti harus lebih semangat lagi untuk mempersiapkannya karena seolah ini adalah terakhir.
Ditambah lagi ada hadis Nabi yang menceritakan bagaimana luar biasanya maghfirah Allah di bulan suci itu.
Dari ‘Ammar bin Yasir, ia berkata, “Nabi naik ke atas mimbar kemudian berkata, “Aamiin, aamiin, amiin.” Maka ketika beliau turun dari mimbar, ditanya oleh para sahabat (Kenapa engkau berkata: Aamiin, aamiin, amiin?)
Maka Nabi bersabda, “Telah datang malaikat Jibril kepadaku, lalu ia berkata: ‘Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah, maka Allah menjauhkannya. Katakanlah: Aamiin!’ Maka aku berkata: ‘Aamiin.’
Kemudian Jibril berkata lagi, ‘Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga maka Allah menjauhkannya. Katakanlah: aamiin!’ Maka kukatakan, ‘Aamiin.’
Kemudian Jibril berkata lagi, ‘Celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu maka Allah menjauhkannya. Katakanlah: ‘Aamiin!’ Maka kukatakan, ‘Aamiin.’
Andai ini Ramadhan terakhirku… Sudah tentu… Bukan hanya setetes maghfirah yang aku harus dapatkan namun banjir maghfirah dalam hidupku yang harus didapat. Seolah ini kesempatan yang terakhir bagiku!!!
Bagaimana caranya?
- Berpuasa dengan ilmu
“Ilmu itu pemimpin bagi amal, dan amal adalah pengikutnya.” (Ibnu Al Jauzi).
Berkata sebagian ulama salaf; “Barang siapa beribadah kepada Allah tanpa ilmu maka keburukannya lebih banyak dari kebaikannya.”
- Banyak doa, berharap ibadah puasa diterima
Diriwayatkan bahwa pada saat Ramadhan tiba, Nabi berdoa, “Ya Allah, selamatkan aku untuk Ramadhan dan selamatkan Ramadhan untukku dan selamatkan dia sebagai amal yang diterima untukku.” (Ath-Thabrani dan Ad-Dailami).
- Merencanakan dan ber’azzam untuk memperbanyak sedekah
Nabi Muhammad, teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Hal ini diceritakan oleh Ibnu Abbas.
“Rasulullah adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (Al-Bukhari).
- Planning dan ‘azzam untuk lebih banyak menyapa Al-Qur’an
Ada dalil bahwa di bulan Ramadhan kita mesti perhatian pada Al-Qur’an. Lihatlah Nabi kita berusaha untuk mengkhatamkan Al-Qur’an di hadapan Jibril ‘alaihis salam sebanyak sekali setiap tahunnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Jibril itu (saling) belajar Al-Qur’an dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap tahun sekali (khatam). Ketika di tahun beliau akan meninggal dunia, dua kali khatam. Nabi biasa pula beriktikaf setiap tahunnya selama sepuluh hari. Namun di tahun saat beliau akan meninggal dunia, beliau beriktikaf selama dua puluh hari.” (Al-Bukhari).
Karena itu para ulama berlomba-lomba dalam mengkhatamkan Al-Qur’an, di antaranya adalah yang bernama Al-Aswad bin Yazid, ulama besar tabi’in yang meninggal dunia 74 atau 75 Hijriyah di Kufah, bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam. Waktu istirahat beliau untuk tidur hanya antara Maghrib dan Isya. (Siyar A’lam An-Nubala, 4: 51).
Dan juga Qotadah bin Da’aamah (wafat 60 H). Qatadah biasanya mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Namun jika datang bulan Ramadhan ia mengkhatamkannya setiap tiga hari. Ketika datang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, ia mengkhatamkan setiap malamnya. (Siyar A’lam An-Nubala’, 5: 276).
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, kita kenal dengan sebutan Imam Syafi’i yang terkenal sebagai salah satu ulama madzhab sebagaimana disebutkan oleh muridnya Ar-Rabi’ bin Sulaiman, biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali. Ditambahkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa khataman tersebut dilakukan dalam shalat. (Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 36).
Bayangkan, Imam Syafi’i berarti mengkhatamkan Al-Qur’an sehari dua kali. Maa syaa Allah…
Ibnu ‘Asakir adalah seorang ulama hadis dari negeri Syam, dengan nama kunyah Abul Qasim, beliau penulis kitab yang terkenal yaitu Tarikh Dimasyq. Anaknya yang bernama Al-Qasim mengatakan mengenai bapaknya.
“Ibnu ‘Asakir adalah orang yang biasa merutinkan shalat jama’ah dan tilawah Al-Qur’an. Beliau biasa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap pekannya. Lebih luar biasanya di bulan Ramadhan, beliau khatamkan Al-Qur’an setiap hari. Beliau biasa beriktikaf di Al-Manarah Asy-Syaqiyyah. Beliau adalah orang yang sangat gemar melakukan amalan sunnah dan rajin berzikir.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 20: 562).
So… Bagaimana dengan kita??
Syekh Hasan Al Bashri berkata, “Barang siapa yang ingin Allah berkomunikasi dengannya, maka bacalah Al-Qur’an. Dan Barang siapa yang ingin bicara kepada Allah, tegakkan shalat dengan benar.”
- Berencana meraih lailatur qadar dengan banyak iktikaf
Sebagian ulama berkata; Barang siapa berpuasa sebulan penuh dan meraih pahala sempurna, dan berjumpa dengan malam lailatul qadar, sungguh ia telah menggapai hadiah dari Allah.
- Berencana dan ber’azzam melakukan yang sunnah dan menghindari mubah (hiburan yang tidak pada tempatnya) selama Ramadhan
Jangan sering nonton tv, ke mall, namun sebaliknya hidupkan Ramadhan dengan memandang Al-Qur’an, mendatangi masjid, iktikaf, dsb.
- Cobalah sebelum tidur shalat, sehabis shalat muhasabah terkait hal yang dilakukan seharian, tambahkan semangat untuk lebih baik lagi di esok hari
Karena, kita tidak tahu apakah esok hari masih ada untuk jiwa ini menikmati indahnya Ramadhan.
Ya Allah, selamatkan kami untuk dapat menikmati Ramadhan dan selamatkan Ramadhan untuk dapat kami peluk ampunan dan kasih sayang-Mu di dalamnya dan terimalah ia sebagai amal saleh untuk kami. Aamiin yaa mujiibas saailin.
Wallahu A’lam