Suaramuslim.net – Haji merupakan ibadah agung, dan Nabi Ibrahim sebagai orang pertama yang memberi contoh dalam menjalankannya. Oleh karena itu, pantas apabila Nabi Ibrahim mendapatkan keagungan sekaligus sebagai nabi teladan. Hal ini karena beliau telah menunaikan ibadah agung itu, dan seluruh kaum muslimin melakukannya.
Ibadah haji menunjukkan ibadah yang berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya. Dikatakan berbeda, karena seluruh prosesi ibadah haji mengarah kepada pengagungan kepada Allah.
Dengan kata lain, ritual haji mengandung nilai-nilai tauhid dan seluruh manusia, dari berbagai negara dan lintas budaya, melakukannya. Seluruh manusia dari berbagai penjuru dunia bersatu di satu tempat untuk mentauhidkan Allah.
Salah satu keutamaan haji bisa menghapuskan dosa bagi pelakunya, sebagaimana kondisi bayi yang baru lahir. Nabi Ibrahim sebagai teladan mendapatkan pahala jariyah atas perbuatan setiap jamaah haji yang mengikuti cara yang beliau lakukan.
Haji dan pengagungan Allah
Ibadah haji bukan hanya mengandung ritual peribadatan paling lama dan membutuhkan kekuatan fisik, tetapi seluruh prosesnya memiliki nilai tauhid tertinggi. Dikatakan tertinggi karena seluruh proses ritual mentauhidkan Allah.
Praktik haji telah dicontohkan Nabi Ibrahim dan terkandung nilai tauhid yang agung. Beliau telah memberi teladan bagi siapapun yang menunaikannya. Dalam proses ibadah haji, semua kaum muslimin bersatu di satu tempat untuk mengagungkan Allah.
وَاِ ذْ بَوَّأْنَا لِاِ بْرٰهِيْمَ مَكَا نَ الْبَيْتِ اَنْ لَّا تُشْرِكْ بِيْ شَيْئًـا وَّطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّآئِفِيْنَ وَا لْقَآئِمِيْنَ وَ الرُّكَّعِ السُّجُوْدِ
“Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud.” (Q.S. Al-Hajj: 26).
Nabi Ibrahim menunjukkan bahwa seluruh proses haji seperti thawaf, sa’i, bermalam di Mina, proses ibadah di Arafah, dan Mudzalifah, hingga thawaf Wada, semuanya untuk mentauhidkan Allah.
Dalam ibadah ini, manusia merasa dirinya sangat rendah dan tak berarti apa-apa, Mereka menghinakan dirinya dengan memuji dan memuliakan Dzat Pencipta dan Penguasa alam semesta.
Haji dan kesabaran
Dalam melakukan ibadah haji, setiap hamba mengerahkan seluruh kekuatan, baik fisik maupun non-fisik. Untuk melaksanakan ibadah ini, mereka harus sehat dan cukup secara finansial. Ibadah mulai dari thawaf, sa’i, melempar jumrah, bermalam di Mina hingga ritual lainnya di Mudzalifah membutuhkan kekuatan fisik yang prima.
Kekuatan fisik yang demikian tangguh tidak ada artinya kalau tidak memiliki biaya yang cukup guna hadir di Makkah. Sebaliknya kemampuan finansial yang memadai tidak ada artinya kalau fisiknya lemah. Allah menggambarkan bahwa dalam menjalankan ibadah haji, seorang hamba harus sabar dan penuh kesungguhan.
وَاَ ذِّنْ فِى النَّا سِ بِا لْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَا لًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَا مِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.” (Q.S. Al-Hajj: 27).
Allah menggunakan istilah “unta kurus” untuk menggambarkan betapa sulitnya pelaksanaan ibadah haji. Mengendarai unta kurus menunjukkan bahwa proses ibadah haji membutuhkan kesabaran ekstra.
Apa yang dilakukan seorang lelaki asal Sampang Madura ketika ingin melaksanakan ibadah haji, harus mengayuh sepeda “onthel” selama tujuh bulan merupakan contoh pentingnya perjuangan dan kesabaran.
Kekuatan fisiknya dimanfaatkan untuk mendatangi Makkah dengan bersepeda karena keadaan ekonominya yang lemah. Perjalanan yang amat jauh, meninggalkan keluarga, dan berbagai jenis aktivitas yang amat disenangi, demi untuk memenuhi panggilan Allah. Dia ikhlas demi untuk melaksanakan ibadah ini.
Proses ibadah haji memang melelahkan, dan amat pantas bila mendapatkan ganjaran yang sangat besar. Mendapatkan ampunan seluruh dosanya merupakan keinginan setiap manusia. Oleh karena itu, melaksanakan ibadah haji dengan ikhlas dan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah, merupakan prasyarat diterimanya amal seorang hamba.
Seorang hamba tidak akan bisa melakukan semua itu tanpa ada petunjuk Allah. Petunjuk-Nya hanya akan diberikan kepada hamba-hamba tertentu. Nabi Ibrahim merupakan sumber petunjuk karena telah memberikan contoh terbaik dalam melaksanakan ibadah haji. Beliau telah mengerahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk mengikuti petunjuk Allah. Makkah merupakan tempat mulia dan diberkahi sekaligus sebagai sumber petunjuk bagi seluruh alam semesta.
اِنَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُّضِعَ لِلنَّا سِ لَـلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلْعٰلَمِيْنَ
“Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 96).
Nabi Ibrahim telah memberikan keteladanan dalam melaksanakan ibadah haji. Oleh karena itu, Khalilullah ini layak mendapat pahala berlipat-lipat atas perjuangannya dalam melaksanakan ibadah haji. Sebagai bapak tauhid beliau pantas mendapatkan kedudukan mulia, dan pahala mengalir padanya tanpa henti, karena telah memberi keteladanan dan contoh terbaik dalam mentauhidkan Allah.