Suaramuslim.net – Ya, di setiap tanggal 12 November, dunia memberi apresiasi kepada manusia laki laki yang berperan sebagai ayah. Ayah adalah pemimpin keluarga, apapun dia keadaannya. Sebuah penghargaan yang memuliakan peran ayah dalam kehidupan keluarga dan anak-anaknya.
Hari ini, aku duduk sendirian, menatap foto yang entah sejak kapan mulai memudar; potret ayahku, pria sederhana dengan langkah tegap dan tatapan penuh tekad. Setiap pagi ia berangkat ketika sinar matahari belum menghangatkan dunia. Kembali saat malam telah menyelimuti, dengan raut lelah yang selalu disembunyikannya di balik senyuman.
Ayah bekerja tanpa henti, memastikan bahwa keluarganya selalu mendapat yang terbaik, meski itu berarti ia harus mengorbankan waktu dan tenaganya.
Dulu, aku tak pernah berpikir tentang apa yang ia lakukan untuk kami, atau mengapa ia sering memberikan nasihat yang kuanggap terlalu mengatur hidupku.
“Sekolah yang benar, jadilah anak yang berguna.” Kalimat itu terasa membosankan bagiku, seakan mengekang kebebasan yang ingin kuraih.
Aku hanya sibuk dengan keinginanku sendiri, mengejar hal-hal yang menurutku menyenangkan, tanpa menyadari bahwa semua itu tak akan bertahan lama.
Betapa egoisnya aku. Sementara ayah berjuang tanpa kenal lelah, aku sibuk mencari kesenangan tanpa peduli dengan segala pengorbanannya.
Hari demi hari berlalu tanpa sepatah kata “terima kasih” dari bibirku. Setiap keringat dan lelahnya, tiap kata yang diucapkannya dengan harapan akan masa depanku, seolah angin lalu yang tak pernah kuindahkan.
Kini, ketika aku mulai menyadari setiap pengorbanan yang ia lakukan, rasa sesal itu datang seperti badai yang mengaduk-aduk hatiku.
Mungkin, hari ini adalah waktu yang tepat bagiku untuk mengatakan ini, walau terlambat.
“Selamat Hari Ayah. Terima kasih untuk segalanya, untuk hidup yang kau berikan, untuk setiap nasihat yang kini terasa begitu bermakna. Maafkan aku yang dulu tak pernah paham, tak pernah menghargai semua yang telah kau lakukan.”
Ayah, tubuhmu kini mungkin tak sekuat dulu, dan langkahmu tak lagi setegap ketika aku kecil. Namun cintamu tak pernah pudar, tak pernah goyah. Meski kau tahu aku pernah menjadi anak yang keras kepala, yang menganggap nasihatmu hanyalah omong kosong, kau tetap bertahan, mengajarkan cinta dalam diam, dalam perjuangan yang kuabaikan.
Aku kini menyadari, meskipun sudah terlambat, bahwa hidupmu tak pernah kau jalani untuk dirimu sendiri; setiap langkah dan lelahmu adalah untukku, untuk masa depan yang selalu kau impikan lebih baik dari apa yang kau punya.
Untuk ayahku, maafkan anakmu yang baru tersadar. Hari ini, aku hanya ingin mengucap selamat Hari Ayah, sekaligus mengakui bahwa aku akhirnya mengerti, meski mungkin tak ada yang bisa kulakukan untuk membalas semua yang telah kau berikan.
Ayah, terima kasih untuk cinta yang tak pernah pudar, untuk setiap pengorbanan yang kau jalani tanpa pamrih. Maafkan aku yang terlambat mengerti, namun yang kini ingin menjadi anak yang lebih baik, karena bagiku, engkau adalah sosok pahlawan sejati, yang takkan pernah tergantikan.
Meski seringkali kelihatan engkau tegar, gagah, tapi hatimu terlihat rapuh, ketika menghadapi perilaku anak mu yang tak patuh dan suka melawan. Ayah maafkan anakmu, semoga kelak anak-anakmu tersadar, betapa perihnya hatimu, menghadapi sikap anakmu.
Selamat hari ayah…. Aku bangga punya ayah dan kelak akan menjadi ayah serta pernah menjadi ayah.