Mungkinkah ICMI bisa menjalankan fungsi kontrol kritis terhadap pemerintah?

Suaramuslim.net – Ketika organisasi intelektual seperti Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) didirikan pada tahun 1990, misi utamanya adalah menciptakan wadah bagi cendekiawan Muslim untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Namun, dalam dinamika politik dan sosial yang terus berkembang, muncul pertanyaan besar: Mungkinkah ICMI mengambil peran sebagai kontrol kritis terhadap pemerintah?

ICMI bukanlah partai politik. Ia berdiri di atas fondasi moral dan intelektual, memposisikan dirinya sebagai penjaga nilai-nilai keadilan, kemaslahatan umat, dan kebangsaan.

Posisi ini memberi ICMI ruang yang strategis untuk menjadi pengingat dan pengarah, terutama ketika kebijakan pemerintah mulai melenceng dari nilai-nilai tersebut. Namun, peran ini bukan tanpa risiko. Ada dilema besar yang dihadapi: bagaimana menjalankan fungsi kontrol kritis tanpa terjebak dalam stigma oposisi politik yang sering kali dianggap destruktif?

Keuntungan, risiko dan strategi yang perlu dilakukan

Jika ICMI mengambil peran sebagai kontrol kritis, sesungguhnya ICMI akan memperoleh setidaknya tiga keuntungan yang cukup strategis. Apa saja keuntungan itu?

Pertama, kontrol kritis yang dilakukan secara elegan dapat memperkuat kredibilitas ICMI. Sebagai organisasi yang dihuni oleh para intelektual, suara ICMI akan selalu dinantikan, terutama dalam memberikan masukan berbasis data dan analisis yang tajam.

Keberadaan ICMI sebagai “pengawas moral” bisa menjadi penyeimbang yang sangat dibutuhkan di tengah arus kebijakan yang sering kali mengutamakan kepentingan jangka pendek.

Kedua, kontrol kritis juga dapat menjaga semangat demokrasi. Di era pemerintahan yang kuat seperti sekarang, sering kali ada celah untuk terjadinya praktik otoritarianisme halus.

ICMI, dengan kapasitasnya, bisa menjadi pilar demokrasi yang tetap memastikan pemerintah berjalan sesuai rel yang benar.

Ketiga, peran ini juga memberikan dampak positif bagi internal organisasi. Dengan terlibat dalam diskursus kebijakan, anggota ICMI akan terdorong untuk terus mengasah kemampuan analitis, memperkuat jejaring, dan meningkatkan daya saing intelektual.

Namun, ada pula kekurangan yang harus diantisipasi. Setidaknya penulis bisa mencatat tiga kekurangan atau risiko jika ICMI mengambil peran sebagai kontrol kritik. Berikut kira-kira faktor potensi risiko yang dihadapi ICMI.

Pertama, menjalankan fungsi kontrol kritis sering kali membuat organisasi rentan terhadap politisasi. Ada potensi ICMI dianggap sebagai kendaraan politik kelompok tertentu, meski niatnya murni untuk kemaslahatan.

Kedua, di tengah era digital, setiap pernyataan ICMI akan dengan cepat tersebar luas dan bisa disalahartikan. Kritik yang konstruktif bisa saja dipelintir menjadi bentuk perlawanan, sehingga mengancam hubungan baik ICMI dengan pemerintah.

Ketiga, kontrol kritis membutuhkan konsistensi. Tidak mudah untuk terus-menerus memberikan masukan yang berbobot tanpa terkesan mencari kesalahan. Apalagi, dalam konteks politik Indonesia, kritik sering kali dianggap sebagai bentuk oposisi, bukan masukan untuk perbaikan.

Pertanyaannya adalah bagaimana strategi atau jalan tengahnya agar peran tersebut tidak menimbulkan risiko negatif? Atau dengan pertanyaan lain; mungkinkah ICMI menjalankan fungsi ini tanpa merusak hubungan dengan pemerintah?

Jawabannya terletak pada strategi dan pendekatan. Alih-alih menjadi oposisi frontal, ICMI dapat memilih jalur dialog dan advokasi. Kritik yang disampaikan dengan nada yang bijak dan berbasis data akan lebih diterima dibandingkan kritik yang emosional.

Selain itu, ICMI perlu menegaskan bahwa perannya adalah menjaga kebijakan tetap berpihak pada rakyat, bukan menjadi musuh pemerintah. Pendekatan ini akan membantu ICMI menjaga integritasnya tanpa kehilangan kepercayaan dari berbagai pihak.

Tugas cendekiawan

Dalam Alquran, tugas seorang cendekiawan dijelaskan sebagai penjaga kebenaran dan penuntun ke jalan yang benar. Allah berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 104: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Ayat ini menjadi landasan bahwa cendekiawan memiliki tanggung jawab moral untuk mengarahkan masyarakat, termasuk pemerintah, menuju kebaikan.

Hadis Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya peran intelektual dalam menjaga keadilan. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” (Riwayat Muslim).

Hadis ini memberi ruang yang jelas bagi para intelektual untuk menggunakan keilmuan dan lisannya dalam memberikan kritik yang membangun.

Tugas cendekiawan, menurut Islam, bukanlah hanya mencari ilmu, tetapi juga mengaplikasikannya untuk membangun peradaban. Mereka adalah penjaga nilai, pelurus arah, dan pengingat bagi siapa saja yang menyimpang, termasuk penguasa. Dengan landasan ini, ICMI memiliki dasar teologis yang kuat untuk menjalankan fungsi kontrol kritis secara bermartabat dan berimbang.

Agar mendapat dukungan dari Generasi Z

Generasi Z adalah generasi yang akrab dengan teknologi dan sangat peduli pada isu-isu sosial, keberlanjutan, dan inklusi. Untuk mendapatkan dukungan dari mereka, ICMI perlu membangun komunikasi yang relevan dan otentik.

Organisasi ini bisa memanfaatkan media sosial sebagai saluran utama untuk menyampaikan visi dan misi mereka. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube dapat menjadi sarana efektif untuk menghadirkan narasi-narasi edukatif yang disampaikan dengan gaya visual yang menarik.

Selain itu, melibatkan generasi Z dalam kegiatan-kegiatan organisasi juga menjadi langkah strategis. Mereka akan merasa didengar dan dilibatkan dalam proses yang bermakna.

ICMI bisa menginisiasi forum-forum diskusi, kompetisi ide kebijakan, atau kegiatan sosial yang memberikan dampak nyata di komunitas mereka.

Isu-isu yang diangkat juga perlu relevan dengan perhatian mereka. Generasi Z dikenal sebagai kelompok yang peduli pada keadilan ekonomi, lingkungan, dan pemerataan pendidikan. Dengan fokus pada isu-isu ini, ICMI bisa menunjukkan bahwa perjuangan mereka bukan hanya untuk generasi sebelumnya, tetapi juga untuk masa depan.

Yang tidak kalah penting adalah menunjukkan konsistensi antara nilai-nilai yang disuarakan dengan tindakan nyata. Transparansi, inovasi, dan pendekatan humanis yang dilakukan ICMI akan memperkuat kepercayaan generasi muda dan mendorong mereka untuk bergabung dalam perjalanan ini.

Menutup ulasan tentang tema “Mungkinkah ICMI bisa menjalankan fungsi kontrol kritis terhadap pemerintah?”

Penulis ingin tegaskan sekali lagi bahwa; ICMI memiliki potensi besar untuk menjadi kontrol kritis yang elegan terhadap pemerintah. Namun, peran ini memerlukan kehati-hatian, strategi, dan komitmen yang kuat.

Dengan mengambil posisi sebagai mitra kritis, bukan oposisi, ICMI dapat menjaga relevansi sekaligus memberikan manfaat nyata bagi bangsa. Di tengah tantangan yang ada, tugas besar ini sejatinya adalah bentuk jihad intelektual yang luhur untuk Indonesia yang lebih baik.

Ulul Albab
Ketua ICMI Orwil Jawa Timur

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.