Dialog imajiner dengan B.J. Habibie (Seri-2); Pandangan tentang ICMI, peran cendekiawan, relasi ICMI dan pemerintah

bj habibie

Suaramuslim.net – Usai salat Ashar, aku duduk sendirian di pojokan masjid Al-Akbar Surabaya. Suasana tenang, jauh dari hiruk-pikuk dunia luar. Sesekali angin sepoi-sepoi membawa bau harum yang aku tidak paham dari mana aroma harum itu berasal. Aku merenung, sambil memikirkan kembali perjalanan panjang yang kutempuh bersama ICMI.

Pikiranku melayang pada beberapa buku yang pernah kubaca, yang berisi pemikiran-pemikiran besar dari Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie. Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan beliau ada di sampingku, seakan-akan kami sedang berbicara langsung, berbincang santai tapi serius tentang bagaimana ICMI bisa lebih memberi manfaat bagi umat dan bangsa.

Pikiran inilah yang dalam minggu-minggu ini selalu muncul, dan semakin sering mengemuka menjelang pelaksanaan SILAKWIL ICMI di Kampus Universitas Brawijaya (UB) Malang, 15 Februari 2025.

Aku memulai percakapan dalam hati, “Pak Habibie, apa yang membuat Bapak begitu bertekad mendirikan ICMI?”

Pak Habibie yang selalu tampak penuh keyakinan itu seakan menjawab, meskipun hanya dalam pikiranku.

“ICMI lahir bukan sekedar sebagai gerakan organisasi. Tetapi lebih jauh dari itu. Yaitu sebagai wadah untuk mengubah gagasan besar menjadi tindakan nyata, tidak hanya untuk para cendekiawan itu sendiri, tetapi untuk seluruh umat.” (Habibie, 1990, hlm. 45).

Aku terdiam sejenak. Apa yang baru saja kuterima begitu jelas. ICMI bukan hanya tempat berkumpulnya para cendekiawan, tetapi juga medan perjuangan yang membawa manfaat besar bagi umat.

Lalu aku lanjutkan, “Pak Habibie, bagaimana Bapak melihat peran cendekiawan dalam masyarakat kita?”

Aku bisa membayangkan bagaimana wajah Pak Habibie yang penuh ketegasan itu menatapku, memberi jawabannya dengan penuh makna.

“Cendekiawan harus menjadi agen perubahan. Tidak cukup dengan hanya memiliki ilmu. Ilmu yang tidak diterapkan untuk kebaikan umat adalah ilmu yang sia-sia. Cendekiawan harus aktif memberi solusi, jangan hanya berwacana.” (Habibie, 1991, hlm. 88).

Aku tertegun. Kata-kata itu menohok hati. Betapa sering kita, sebagai cendekiawan, hanya puas dengan debat panjang tanpa tindakan. Seharusnya ilmu yang kita punya harus memberi dampak langsung bagi masyarakat. Setidaknya dalam bentuk tulisan atau karya tulis bentuk apapun yang bisa mengedukasi, memotivasi, dan menginspirasi masyarakat untuk berubah.

Aku pun kembali melanjutkan percakapan dalam hati, “Bagaimana seharusnya hubungan ICMI dengan pemerintah, Pak?”

Pak Habibie, dengan wibawa yang tak terbantahkan, menjawab:

“ICMI harus menjadi mitra yang konstruktif, bukan hanya sebagai mitra, tetapi juga mengritik untuk meluruskan jika memang ada yang harus diluruskan. ICMI tidak perlu terlibat dalam politik praktis, tetapi tetap istiqomah berperan memberi masukan berbasis ilmu yang benar. ICMI harus bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang berkeadilan.” (Habibie, 1993, hlm. 152).

Aku merasa kebenaran dalam jawabannya. ICMI harus menjadi kekuatan yang berperan aktif, bukan hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai pemberi solusi yang benar-benar berguna.

Aku bertanya lagi, “Pak Habibie, adakah pesan atau kata-kata bijak yang bisa menginspirasi kami sebagai generasi penerus?”

Pak Habibie tersenyum bijaksana, seakan-akan tahu betapa pentingnya pesan itu untukku. Beliau berkata dengan penuh ketenangan.

“Perubahan besar dimulai dari langkah kecil. Jangan takut mengambil keputusan yang benar meski itu sulit. Keberhasilan bukan tentang tidak jatuh, tetapi bagaimana kita bangkit setelah jatuh. Yakinlah bahwa setiap langkah untuk kebaikan pasti mendapatkan berkah.” (Habibie, 1997, hlm. 204).

Kata-kata itu begitu mendalam. Keberhasilan bukan tentang kehebatan yang selalu terlihat, tetapi tentang bagaimana kita tetap tegak meskipun menghadapi segala rintangan. Terlebih, setiap amal yang kita lakukan untuk kebaikan pasti akan mendapat balasan yang indah dari Allah.

Aku terdiam, merenungi setiap kata yang baru saja kuterima. Sungguh, meski Pak Habibie telah tiada, pemikirannya tetap hidup dan terus membimbing. Sebagai cendekiawan Muslim, kita tidak hanya dipanggil untuk berilmu, tetapi untuk bertindak. Tidak cukup hanya berbicara, kita harus menjadi bagian dari solusi yang nyata.

ICMI harus terus menjadi jembatan yang menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkan pemikiran dengan tindakan, menghubungkan cendekiawan dengan masyarakat.

Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur
Artikel menuju Silakwil ICMI Jatim di Malang 15 Februari 2025

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.