UU Zakat kembali digugat ke MK, cegah dimanfaatkan untuk kepentingan politik

JAKARTA (Suaramuslim.net) – Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ) kembali diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (08/05/2025) oleh Tokoh Masjid Jogokariyan DIY, K.H. Jazir (Pemohon I) dan Indonesia Zakat Watch (Pemohon II).

Sebelumnya, dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama sudah ada kelompok masyarakat sipil yang mengajukan gugatan terkait pasal-pasal problematik dalam UU Zakat tersebut.

Berbeda dengan gugatan sebelumnya, permohonan kali ini menyoroti dominasi negara dalam urusan zakat dan potensi konflik kepentingan di tubuh BAZNAS, serta menekankan pentingnya prinsip tata kelola yang baik.

Kali ini ada beberapa pasal yang disoroti yaitu Pasal 1 angka 7, angka 8 dan angka 9, Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 24, Pasal 28 ayat (1), Pasal 30, dan Pasal 31.

Ketua IZW, Barman Wahidatan mengatakan, setidaknya ada dua kerugian utama yang mendorong pihaknya untuk melakukan gugatan.

“Pemohon I telah dirugikan karena lembaga amil yang telah lama didirikannya, berpotensi akan dipersoalkan eksistensinya dengan tersentralnya rekomendasi lembaga amil zakat (LAZ) di tangan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang juga sekaligus menjalankan peran sebagai operator zakat,” kata Barman.

Sedangkan IZW selaku Pemohon II merasa terhalang dalam melakukan pengawasan checks and balances dan mendorong tata kelola zakat yang baik, karena super power lembaga Baznas.

“Terlebih lagi, keberlakuan pasal-pasal tersebut telah membuka keran praktik-praktik kesewenang-wenangan Baznas dalam menjalankan tata kelola zakat. Akibatnya didapati pengelolaan zakat secara suka-suka dengan tidak berlandas pada asas pemerintahan yang baik, anti korupsi, kolusi, nepotisme (KKN),” ungkap Barman.

Barman menepis segala tuduhan sumir yang diarahkan kepada pihaknya, terkait tuduhan bahwa IZW ingin melemahkan bahkan meniadakan institusi BAZNAS.

“Justru kami sebaliknya, kami ingin menguatkan peran institusi tersebut dengan menempatkannya pada fungsi yang tepat yaitu sebagai regulator dan pengawas zakat, bukan sekaligus jadi pelaksana teknis atau operator. Karena kalau semua fungsi ditumpuk di satu lembaga, tidak ada mekanisme kontrol dan akuntabilitasnya,” ujar Barman.

Menurut Barman, Zakat itu urusan ibadah, tapi juga menyangkut keadilan sosial. Maka, sistemnya harus transparan dan adil.

“Kalau BAZNAS berperan sebagai wasit dan pemain dalam waktu yang sama, ya pasti repot. Spirit permohonan ini justru ingin menjaga agar zakat tetap aman, adil, dan partisipatif dikelola umat, diawasi negara. Negara memfasilitasi, bukan mendominasi,” tutur Barman.

Senada dengan Barman, K.H. Jazir mengatakan zakat adalah ibadah umat Islam, bukan pajak negara. Negara seharusnya memfasilitasi, bukan menguasai.

“UU Pengelolaan Zakat ini menjadikan negara superior, dan umat inferior dalam hal zakat. Ini tidak adil dan inilah yang kami permasalahkan,” ucap Jazir.

Barman juga mengingatkan pentingnya menjaga dana zakat tetap berada dalam koridor amanah dan tidak digunakan untuk agenda kekuasaan.

“Jangan sampai dana zakat ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pragmatisme politik, termasuk demi memperoleh jabatan,” papar Barman.

Terakhir Barman menekankan bahwa perjuangan ini bukan soal melemahkan institusi, melainkan memperjuangkan tata kelola zakat yang berpihak pada keadilan sosial dan nilai-nilai amanah.

“Sudah saatnya kita menempatkan zakat sebagai instrumen keadilan sosial yang independen dari tarik-menarik kepentingan politik dan kekuasaan. Kami percaya, revisi terhadap UU Zakat bukan untuk melemahkan siapa pun, tetapi untuk memastikan bahwa zakat dikelola dengan amanah, adil, transparan, dan akuntabel. Negara harus menjadi fasilitator, bukan dominator,” tutup Barman.

Pewarta: Mutia Arifin
Editor: Muhammad Nashir

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.