SURABAYA (Suaramuslim.net) – Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah Jawa Timur, Ulul Albab, menegaskan sikap tegas lembaganya menolak kehadiran atlet Israel dalam ajang olahraga apa pun di Indonesia.
Dalam pandangannya, kehadiran atlet Israel bukan sekadar urusan olahraga, tetapi menyangkut integritas moral dan politik bangsa Indonesia yang sejak awal berdiri menentang segala bentuk penjajahan.
“Selama Israel belum mengakui kemerdekaan Palestina dan menghentikan penjajahannya, tidak ada alasan bagi Indonesia memberi ruang sedikit pun; dalam bentuk apa pun, kepada simbol negara itu,” ujar Ulul Albab kepada Suaramuslim.net, Rabu (08/10/2025).
Landasan moral dan politik
Menurut Ulul, sikap ini berakar kuat pada fondasi moral dan sejarah perjuangan bangsa. Indonesia berdiri di atas semangat anti-penjajahan sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Dukungan terhadap Palestina bukanlah sikap emosional, tetapi perwujudan dari prinsip dasar kebangsaan.
“Negara Israel bukan negara normal dalam kacamata moral kemanusiaan,” ujarnya.
“Berulang kali mereka melakukan pendudukan wilayah, pemukiman ilegal, blokade kemanusiaan, dan serangan militer yang menewaskan ribuan warga sipil, termasuk anak-anak,” lanjut Ulul.
Ulul menilai, bila atlet Israel diizinkan bertanding di tanah air, hal itu bisa ditafsirkan sebagai bentuk normalisasi simbolik yang melemahkan konsistensi Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
“Olahraga tidak boleh dijadikan jembatan legitimasi bagi negara pelaku agresi,” tambahnya.
“Kita tidak bisa memisahkan bendera, lagu kebangsaan, dan simbol negara dari makna politiknya. Saat simbol itu berkibar, itu bukan sekadar pertandingan, itu representasi legitimasi negara penjajah,” kata Ulul.
Kedaulatan negara dan landasan hukum
ICMI Jatim juga menegaskan, pemerintah Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat untuk menolak masuknya warga negara asing yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan atau ketertiban umum.
Berdasarkan Undang-Undang Keimigrasian dan Permenkumham Nomor 22 Tahun 2023, negara memiliki hak penuh untuk menolak permohonan visa atau izin tinggal siapa pun yang dianggap mengancam kepentingan nasional.
“Penolakan itu bukan tindakan diskriminatif. Itu langkah kedaulatan,” tegas Ulul.
“Negara berhak menentukan siapa yang boleh datang ke rumahnya. Apalagi kalau tamu itu membawa simbol penjajahan,” imbuhnya.
Terkait potensi sanksi dari federasi olahraga internasional seperti FIG atau IOC, Ulul menilai hal itu bisa diantisipasi dengan komunikasi diplomatik yang cermat.
“Kalau penolakan dilakukan atas dasar kebijakan negara, bukan diskriminasi rasial, maka dunia akan memahami. Indonesia tidak menolak manusia, tetapi menolak penjajahan,” ujarnya.
Pertimbangan sosial dan keamanan
Ulul juga menyoroti aspek sosial budaya dan keamanan dalam negeri. Ia menilai, sentimen publik Indonesia terhadap isu Palestina sangat kuat.
“Kalau pemerintah memaksakan kehadiran atlet Israel, itu bisa memicu gelombang demonstrasi dan polarisasi di masyarakat,” katanya.
Menurutnya, kehadiran atlet Israel akan menjadi beban pengamanan yang besar dan berpotensi menimbulkan gesekan horizontal.
“Aparat keamanan akan terbebani, potensi provokasi juga terbuka. Ini semua bisa dihindari kalau pemerintah sejak awal bersikap tegas,” tambahnya.
“Keamanan nasional jauh lebih penting daripada gengsi menjadi tuan rumah kejuaraan,” tegas Ulul.
Seruan ICMI Jatim kepada pemerintah
Dalam pernyataannya, ICMI Jawa Timur mendesak Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk menolak permohonan visa atlet Israel dengan dasar kedaulatan negara, kepentingan nasional, dan moral bangsa.
ICMI juga meminta agar pemerintah menyiapkan strategi komunikasi publik yang matang agar keputusan ini dipahami masyarakat internasional secara proporsional.
“Penolakan ini bukanlah kebencian terhadap individu, melainkan sikap politik terhadap negara yang terbukti melakukan kejahatan kemanusiaan,” tegas Ulul.
Sebagai opsi terakhir, kata Ulul, bila federasi olahraga internasional tetap menekan Indonesia, pemerintah bisa menawarkan jalan tengah: atlet Israel diizinkan bertanding tanpa membawa simbol kenegaraan.
“Namun posisi Indonesia harus jelas: tidak ada pengakuan terhadap simbol negara penjajah di bumi Indonesia,” tandasnya.
Menolak penindasan, bukan membenci manusia
Ulul Albab mengutip satu prinsip yang menjadi ruh sikap ICMI Jatim: “Indonesia memiliki kewajiban moral dan politis untuk menolak legitimasi simbolik penjajah.”
“Menolak Israel bukan berarti membenci manusia,” katanya.
“Ini tentang menjaga martabat bangsa, tentang keberpihakan kepada korban kemanusiaan. Indonesia tidak boleh menjadi panggung legitimasi bagi penindas. Kita berdiri di pihak yang benar, bersama Palestina, bersama kemanusiaan.” Tutupnya.
Pewarta: Mutia Arifin
Editor: Muhammad Nashir