Hati-hati lho ngajak umrah mandiri, kalau nggak paham bisa nyasar ke bui (Seri-10)

Hukum Haji Bagi Narapidana

Suaramuslim.net – Saya mulai dengan satu kalimat pendek: “Umrah mandiri itu boleh. Tapi ngajak-ngajak orang untuk umrah mandiri, itu urusan lain. Karena kalau salah langkah, bisa bukan ke Tanah Suci, tapi ke tempat lain yaitu jeruji besi.”

Mari saya jelaskan pelan-pelan, dengan gaya orang lapangan tapi juga akademis, supaya tidak ada yang tersinggung sebelum paham.

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, memang ada kalimat manis di Pasal 86: “Ibadah Umrah dapat dilaksanakan secara mandiri atau melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).”

Mendengar kalimat itu, banyak orang langsung senyum. “Oh, berarti sekarang bebas dong, bisa umrah mandiri, bisa ajak teman-teman sekampung.”

Ada yang sudah mulai bikin grup WhatsApp: “Umrah Mandiri Bareng Kita Yuk.” Ada juga yang sudah pasang iklan: “Tanpa travel, lebih murah, lebih cepat, lebih mandiri.”

Tapi mereka lupa: undang-undang itu bukan cuma Pasal 86. Coba buka sampai Pasal 122, di sana ada pasal yang bunyinya lumayan bikin jantung berdegup:

“Setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU, mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jemaah umrah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak kategori VI.”

Nah, lho. Artinya sederhana tapi dalam: kalau Anda bukan PPIU berizin, lalu Anda mengumpulkan jamaah, menerima uang, mengurus tiket, menyiapkan hotel, atau berangkat bareng dengan bendera komunitas, maka secara hukum (bukan menurut fatwa grup WA) Anda sudah bertindak sebagai PPIU ilegal.

Dan hukum tidak menilai niat. Mau niatnya “bantu teman”, “bikin murah”, atau “bikin syiar”, tetap saja, perbuatan itu bisa masuk kategori pidana.

Saya tahu, sebagian orang tersinggung kalau diingatkan. Katanya, “Kenapa negara ngatur-ngatur urusan ibadah?” Padahal justru karena ini urusan ibadah, maka negara wajib mengatur. Supaya ibadah tidak diseret-seret ke urusan bisnis gelap, atau lebih parah lagi, jadi ajang penipuan berjubah religi.

Jadi, kalau ada yang bilang “umrah mandiri menyehatkan ekosistem,” saya cuma bisa tersenyum. Karena ekosistem ibadah bukan taman bebas satwa. Ada tata krama, ada tanggung jawab, ada izin, ada syariat. Yang tidak paham ini biasanya bukan jamaah, tapi “influencer kebijakan” yang lebih suka viral daripada valid.

Pasal 122 ini, kalau dibaca dengan hati-hati, justru melindungi publik. Bukan untuk mematikan niat baik, tapi menjaga agar ibadah tidak berubah jadi perdagangan bebas. Hanya PPIU resmi yang boleh mengelola keberangkatan, karena mereka sudah melalui verifikasi, punya jaminan bank, sistem pelaporan, dan tanggung jawab hukum.

Jadi, kalau Anda ingin umrah mandiri, silakan. Tapi jangan ajak-ajak orang lain. Jangan kumpulkan uang, jangan tawarkan paket, jangan urus visa orang lain. Itu semua hanya boleh dilakukan oleh yang berizin. Kalau nekat, bersiaplah berdialog bukan dengan ustadz, tapi dengan penyidik.

Kami tidak sedang mengancam siapa pun. Kami hanya ingin mengingatkan dengan kasih sayang: Jangan main-main dengan ibadah. Karena ketika hukum bicara, niat baik pun bisa jadi bukti perkara.

Maka, berhati-hatilah. Kalau niatnya ingin berangkat ke Tanah Suci, jangan sampai justru tersesat ke tanah suci yang dikawal sipir dan pagar kawat berduri.

Umrah itu perjalanan spiritual. Jangan ubah jadi perjalanan hukum.

Ulul Albab
Ketua Bidang Litbang DPP AMPHURI

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.