Suaramuslim.net – Secara hukum, bandara privat itu sah-sah saja. Syaratnya sederhana: hanya untuk penerbangan domestik, tidak untuk lalu lintas internasional, tidak untuk arus orang lalu lalang dan barang lintas batas.
Di atas kertas, aturan tidak ada yang dilanggar. Di atas tanah, yang terjadi di Morowali justru sebaliknya. Semua orang sudah melihat bertahun-tahun: private jet asing datang dan pergi silih berganti, melalui bandara tersebut seperti terminal pribadi para konglomerat global.
Semua tahu pesawatnya bukan dari Palu, bukan dari Makassar, bukan dari Bali. Bukan pula dari Jakarta ataupun Surabaya. Mereka datang dari luar negeri, mendarat di tanah kita, tanpa imigrasi, tanpa bea cukai, tanpa aparat negara memeriksa siapa atau barang apa saja yang dibawa masuk.
Bandara privat itu berubah fungsi menjadi: pintu belakang negara. Terang-terangan, tapi tetap kita anggap “baik-baik saja”.
Secara teknis, izinnya tidak melanggar aturan. Tetapi praktiknya, kedaulatan negara diperkosa. Ini seperti membangun pagar rumah dengan kunci gembok besar, lalu membuka jendela belakang lebar-lebar dan mengatakan: “Tidak apa-apa, jendelanya kan bukan pintu.”
Hukum tidak dilanggar di atas kertas, tapi esensi hukum dihancurkan di lapangan. Inilah tragedi regulasi kita: ketika izin dipakai bukan untuk tujuan mulia, tetapi untuk menyamarkan kebusukan.
Paling aneh adalah: semua orang di Morowali tahu. Aparat lapangan tahu. Pejabat pusat di Jakarta tahu. Lantas mengapa seperti tak berdaya? Bandara semacam itu tidak mungkin beroperasi puluhan tahun tanpa restu tingkat tertinggi di republik ini yaitu RI-1.
Ini bukan tempat pracangan.
Ini bukan warung kopi.
Ini bukan helipad kampung.
Ini jalur udara dan domain penuh kedaulatan negara.
Dan akhirnya benar saja, yang menghentikannya hari ini juga adalah RI-1. Hanya dia yang bisa membuat aparat bergerak atau diam. Ya kalau presiden tidak tegas, hukum kita hanya ornamen. Kedaulatan hanya slogan.
Kisah bandara Morowali adalah cermin paling jujur dari birokrasi kita: negara ini penuh aturan, tapi longgar pada niat.
Kita tidak kekurangan hukum. Kita kekurangan kemauan untuk menegakkan hukum saat pelanggarannya dilakukan oleh yang berduit tebal, bertambang, dan bersahabat dengan lingkaran politik.
Dan ironinya, bandara private itu legal, tapi praktiknya ilegal secara moral, illegal secara kedaulatan, dan ilegal secara logika kenegaraan. Apalagi akal sehat. Duh!
Cak Bonang
Aktivis Srawungan Arek Kampung Suroboyo
Rabu 26 November 2025
Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat memberikan hak jawabnya. Redaksi Suara Muslim akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

