Keluarga bahagia, keluarga ahli surga

Ini Fungsi Keluarga yang Harus Diketahui Pasangan Muslim

Suaramuslim.net – Potret keluarga dalam Al-Qur’an sangat menarik dikaji. Ada potret keluarga Nabi Adam yang penuh kasih sayang dan kebahagiaan, keluarga Nabi Nuh yang istrinya tidak patuh, keluarga Nabi Luth yang istrinya berkhianat, keluarga Nabi Ibrahim yang harmonis, keluarga Ali Imran yang religi, keluarga Fir’aun yang istananya tidak terasa indah, dan keluarga Nabi Muhammad yang rumahnya sering tersentuh wahyu. 

Yang menarik di antara keluarga keluarga tersebut ada perbedaan penggunaan diksi pada anggota keluarga inti nomor dua yaitu istri.

Adakalanya Al-Qur’an menggunakan kata istri dengan زوج (zaujun) dan terkadang dengan diksi امرأة (imroatun).

Jika Allah menggunakan diksi zaujun maka antara suami dan istrinya ada hubungan yang kuat baik secara jiwa maupun fisik, hubungan cinta yang saling menguatkan karena memiliki frekuensi yang sama tanpa celah yang membuat mereka renggang.

Seperti firman Allah ketika menyebut istri Nabi Adam dengan menggunakan zaujun di Q.S. Al Baqarah ayat 35;

وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ٣٥

Kami berfirman, “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu, dan janganlah kamu dekati pohon ini, sehingga kamu termasuk orang-orang zalim!”

Demikian juga dalam keluarga Nabi Muhammad, kalimat istri-istri Nabi dengan kata azwaj bentuk jamak dari zaujun di surahAl Ahzab ayat 59;

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ٥٩

Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Adapun jika Allah menggunakan diksi “imroatun” pada padanan kata istri, biasanya terkait suami istri yang ada masalah baik urusan akidah, kejiwaan atau perasaan di mana sudah ada ketidak harmonisan atau ada celah yang berpotensi tidak harmonis.

Seperti di Q.S. At-Tahrim ayat 10-11, Allah menggunakan imrota Luth, imroata Nuh, imroata Fira’un. Atau di surat Yusuf Allah menggunakan diksi imrotul Aziz, juga di surat Al Lahab. 

Namun demikian ada ulama yang tidak membedakan itu semua. Karena yang terpenting itu pada kebahagiaan keluarga itu sendiri, dan bagaimana dapat meraih ke arah sana.

Keluarga bahagia itu keluarga surgawi

Keluarga bahagia bukan berarti keluarga tanpa masalah. Selama keluarga masih ada di dunia ini pasti memiliki masalah. Keluarga sekaliber keluarga suci Nabi Muhammad pun tidak luput dari masalah.

Imam muslim meriwayatkan di dalam shahihnya tentang Umar yang mendapati Rasulullah sedang duduk dikelilingi istri-istrinya yang tampak masygul dan diam membisu. Umar kemudian bergumam, “Aku akan mengatakan sesuatu yang dapat membuat Nabi tertawa”.

Ia kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya engkau melihat binti Kharijah (istri Umar) meminta belanja kepadaku, aku akan bangkit menghampirinya dan akan aku rengkuh lehernya (untuk meredam kemarahannya)”. Seketika, Rasulullah pun tertawa seraya bersabda, “Mereka (yakni istri-istri Nabi) ini sekarang berada di selilingku, juga sedang meminta uang belanja.”

Demikian juga keluarga Sayyidina Ali tak luput dalam masalah. Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fatimah radhiyallahu ‘anha, dan beliau tidak melihat Ali di rumah. Spontan beliau bertanya: “Di mana anak pamanmu?”

“Tadi ada masalah dengan saya, terus dia marah kepadaku, lalu keluar. Siang ini dia tidak tidur di sampingku,” ujar Fatimah.

Kemudian Rasulullah bertanya kepada para sahabat tentang keberadaan Ali. “Ya Rasulullah, dia di masjid, sedang tidur.” Rasulullah datang ke masjid, dan ketika itu Ali sedang tidur, sementara baju atasannya jatuh di sampingnya, dan dia terkena debu. Lalu Rasulullah mengusap debu itu, sambil mengatakan,

قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ

“Bangun, wahai Abu Thurab…Bangun, wahai Abu Thurab…” (Riwayat Al-Bukhari 441 dan Muslim 2409).

Dan juga ada riwayat;

Dari Anas bin Malik berkata, “Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tempat salah seorang istrinya maka salah seorang istri beliau (yang lain) mengirim sepiring makanan. Maka istri beliau yang beliau sedang di rumahnya pun memukul tangan pembantu sehingga jatuhlah piring dan pecah (sehingga makanan berhamburan). Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan pecahan piring tersebut dan mengumpulkan makanan yang tadinya di piring, beliau berkata, “Ibu kalian cemburu.” (Riwayat Al-Bukhari V/2003 no 4927).

So… Keluarga bahagia bukan terletak pada masalah yang menimpanya, karena itu keniscayaan. Tapi terletak bagaimana sikap dalam menghadapi masalah itu. Serta berhasil membawa keluarga itu mendapatkan kebahagiaan yang sejati yaitu kebahagiaan keluarga di surga.

Bagaimana gambaran keluarga bahagia keluarga ahli surga?

Perhatikan bagaimana Allah menggambarkan tentang itu;

إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ

Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). (Yasin: 55).

Siapa sibuk di surga tersebut? Tiada lain adalah keluarga bahagia.

Allah Berfirman di QS Yasin 56-58;

هُمْ وَأَزْوَاجُهُمْ فِي ظِلَالٍ عَلَى الْأَرَائِكِ مُتَّكِؤُونَ

Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan. (Yasin: 56)

لَهُمْ فِيهَا فَاكِهَةٌ وَلَهُمْ مَا يَدَّعُونَ (57) 

Orang-orang yang beriman akan memakan bermacam-macam buah-buahan yang lezat di dalam surga, dan mereka akan memperoleh semua yang mereka inginkan.

سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ (58) 

Yang mereka inginkan itu ialah salam dari Allah yang disampaikan kepada mereka untuk memuliakan mereka. 

Dan dalam ayat lainnya Az-Zukhruf ayat 70;

ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُونَ (70) 

Kemudian terdengar pula seruan berikutnya: “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu dan istri-istrimu ke dalam surga yang telah dijanjikan kepadamu dahulu, bersenang-senang dan bersuka rialah di dalamnya menikmati karunia Allah yang telah dilimpahkan kepada kamu semua. 

Inilah dalil dari ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan tentang keluarga bahagia yaitu keluarga surgawi.

Bagaimana membangun keluarga bahagia di dunia supaya menjadi keluarga bahagia di surga?

1. Harus dibangun di atas fondasi keimanan dan ketakwaan (Az-Zukhruf: 67)

Ketakwaan itu sendiri bersumber dari keimanan. Dalam ayat yang lain, diterangkan bahwa orang-orang yang beriman beserta istri dan anak cucu mereka yang beriman akan ditinggikan derajatnya di dalam surga, seperti derajat bapak-bapak mereka yang tebal dan kuat imannya. 

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ 

Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Kami hubungkan anak cucu mereka kepada mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun dari amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat pada apa yang dikerjakannya. (At Tur: 21).

2. Wujud iman itu adalah takwa yaitu dengan menjadikan syariat sebagai standar amaliyah keluarga.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٩٧

Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.

3. Takwa itu dengan menjadikan doa sebagai media dan curhatan semata kepada Allah

Al-Qur’an mengajarkan kita untuk doa dan curhat atau bercerita kepada Allah, bukan kepada yang lainnya.

قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ٨٦

Dia (Ya‘qub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.

4. Membangun keluarga bahagia dengan menjadi istri yang shalihat

Siapakah wanita shalihah yang selalu didamba oleh setiap pria, dan bagaimana ciri-cirinya? Coba kita lihat bagaimana Al-Qur’an menggambarkan istri-istri yang sholihat.

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka. (An-Nisa: 34).

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma’ruf lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.

“Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)

Ada kisah ketika Rasulullah menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya:

عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا

Jika sampai Nabi menceraikan kalian, mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis. (At-Tahrim: 5).

Dari dua ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:

a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas, tunduk kepada perintah Allah dan perintah Rasul-Nya.

b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah.

c. Qanitat: wanita-wanita yang taat

d. Hafizat, wanita wanita yang menjaga dirinya, dan martabat keluarganya dan suaminya.

1. Menjaga dirinya

Artinya adalah menjaga kehormatan dirinya dengan; berhijab, tidak keluar rumah kecuali atas ridha suami, tidak boleh berkhalwat (berduaan dengan dengan selain mahram), dan lainnya yang merusak hubungan pernikahan.

2. Menjaga martabat keluarga dan suami

Tidak menjelek-jelekan keluarga dan menyebarkan aibnya. Termasuk menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya.

Asma’ binti Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti setan jantan yang bertemu dengan setan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (Riwayat Ahmad 6/456). 

Kecuali hal itu dilakukan untuk mencari solusi kepada orang-orang yang kompeten seperti dokter atau ulama.

e. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.

f. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas). Termasuk di dalamnya wanita wanita yang suka mengaji dan mendatangi majelis taklim.

i. Shoimat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)

Ciri-ciri istri shalihah dalam hadis Nabi

a. Wanita-wanita yang mendapatkan hak untuk memasuki semua pintu surga yang diinginkan

Rasulullah menyatakan:

“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: “Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (Riwayat Ahmad 1/191).

b. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (Riwayat An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257).

c. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya

Rasulullah bersabda:

أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (Riwayat Abu Dawud No. 1417).

d. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta’ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

e. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya

“Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ

“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (Riwayat An-Nasai dalam Isyratun Nisa).

5. Membangun keluarga bahagia dengan takwa adalah menjadi suami yang berkepribadian salih, yaitu suami yang ideal dalam keluarga bahagia

Suami yang terbaik adalah suami yang ideal menjadi harapan keluarga bahagia, perhatikan hadis Nabi Muhammad;

“Yang terbaik diantara kalian adalah suami yang terbaik kepada istrinya, dan saya adalah suami terbaik kepada istriku. Tidaklah yang menghormati wanita-wanita kecuali orang mulia. Dan tidaklah yang menghinakan wanita kecuali orang yang hina pula.”

Maka suami yang shalih adalah;

1. Suami yang menjadi pemimpin yang bertanggung jawab

Lihatlah firman Allah Surat An Nisa 34;

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kalian khawatiri nusuz-nya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.”

Maka dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa lelaki/suami memiliki fungsi sebgai pemimpin yang bertanggung jawab secara penuh kepada keluarganya. 

Allah menetapkan suami sebagai pemimpin karena dua alasan sebagai berikut;

Karena Allah melebihkan sebgaian mereka dengan sebagian yang lainnya. (Bima fadhdholal lahu ba’dhokum ala ba’din).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa suami medapatkan kelebihan yang berfungsi bagi dirinya menjadikannya sebagai seorang pemimpin. Karena memang ada sebuah ungkapan bahwa; ‘bentuk itu diciptakan untuk menyesuaikan fungsi atau fungsi itu dapat menciptakan bentuk’. 

Karena itulah lelaki diciptakan berbeda dan ada kelebihannya untuk menyesuaikan fungsi kepemimpinan.

Kelebihan itu di antaranya adalah;

a. Fisik yang lebih kuat. 

Karena memang dengan fisik yang lebih kuat menghasilkan kepemimpinan yang bertanggung jawab dalam hal perlindungan atau protektif pada keluarga. Karena itu lelaki atau suami sebagai pelindung istri adalah lebih dominan dalam kepemimpinannya.

b. Penggunakan akal yang lebih dominan.

Dengan bentuk dominasi akal pada lelaki, membuat lelaki lebih bijak atau penuh akurasi dalam menyelesaikan masalah.

2. Suami yang shalih adalah suami yang tegas namun berhati lembut penuh kasih sayang dan sabar serta tidak KDRT

3. Suami yang shalih adalah suami yang mengetahui kewajiban memberikan nafkah kepada keluarga

Menafkahi keluarga dengan benar adalah salah satu kewajiban utama seorang kepala keluarga dan dengan inilah di antaranya dia disebut pemimpin bagi anggota keluarganya.

Allah Ta’ala berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (An-Nisa: 34).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. (Al-Baqarah: 233).

4. Suami shalih adalah suami yang suka beribadah dan beramal shalih

Keshalihan dan ketakwaan seorang hamba adalah ukuran kemuliaannya di sisi Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. (Al-Hujurat: 13).

Seorang kepala rumah tangga yang selalu taat kepada Allah akan dimudahkan segala urusannya, baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri maupun yang berhubungan dengan anggota keluarganya.

5. Suami shalih selalu memperhatikan pendidikan agama dan selalu mengajarkan kebaikan agar keluarga terjaga dari neraka

Ini adalah kewajiban utama seorang kepala rumah tangga terhadap anggota keluarganya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim :6).

6. Suami shalih adalah suami yang selalu mendoakan untuk keluarganya

Termasuk sifat hamba-hamba Allah yang beriman adalah selalu mendoakan kebaikan bagi dirinya dan anggota keluarganya.

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqan: 74).

Wallahu A’lam

M Junaidi Sahal
Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
20 November 2025/29 Jumadil Awal 1447

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.