Mengapa ada pasangan yang selingkuh?

Menikah Harus Sekufu Inilah yang Dimaksud Sepadan dalam Nikah

Suaramuslim.net – Perselingkuhan bagi kita mungkin bukan topik yang nyaman dibicarakan, namun topik ini sering muncul di ruang-ruang percakapan publik. Biasanya terkait dengan berita artis, atau persidangan perceraian, hingga bisik-bisik tetangga di teras rumah. Masing-masing membawa cerita, mungkin juga luka. Pertanyaanya adalah: “mengapa perselingkuhan terjadi?

Menutup tahun 2025, isu ini patut direnungkan kembali. Bukan untuk menghakimi, apalagi mengiba atau menebar fitnah. Tapi agar rumah tangga Indonesia mampu memasuki 2026 dengan lebih kuat, dewasa, dan saling menjaga.

Fenomena selingkuh bukan hal baru. Konteksnya saja yang berubah. Kalau dulu perselingkuhan itu identik dengan pertemuan fisik. Tapi kini cukup dengan gawai, sinyal, dan satu jempol. Interaksi emosional bisa tumbuh tanpa bersentuhan. Senyum imoji bisa merobohkan pagar rumah tangga yang telah dibangun bertahun-tahun.

Dalam psikologi, ini dikenal sebagai micro-cheating, yaitu bentuk ketidaksetiaan kecil yang tumbuh menjadi besar karena dibiarkan.

Survei “American Association for Marriage and Family Therapy” menunjukkan lebih dari 40% pasangan pernah mengalami ketidaksetiaan emosional atau fisik. Indonesia mungkin belum memiliki data nasional komprehensif, namun meningkatnya angka perceraian karena “orang ketiga” dalam laporan berbagai pengadilan agama, adalah sinyal serius.

Banyak pasangan selingkuh bukan karena tidak tahu bahwa itu salah. Tetapi karena ada “celah emosional” yang lama tidak ditutup. Komunikasi berubah singkat, sibuk lebih sering menjadi alasan, sentuhan berubah menjadi formalitas. Keintiman bukan lagi soal kedekatan fisik, tapi kedekatan batin yang makin jarang dipupuk.

Di level inilah nilai agama berfungsi sebagai pagar moral. Al-Qur’an memberi peringatan: “Janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.” (Terjemah Q.S. Al-Isra: 32).

Menarik sekali ayat ini. Bahwa larangannya bukan hanya zina, tapi “mendekati”. Artinya bahaya tidak hanya pada perbuatan besarnya, tetapi pada langkah-langkah kecil yang diabaikan, misalnya: chat rahasia, curhat bukan pada pasangan, perhatian hangat yang diberikan atau diterima di luar rumah.

Rasulullah SAW sesungguhnya pernah memberikan nasihat yang sangat indah dan sangat humanis, beliau mengatakan: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.” (Terjemah hadis riwayat At-Tirmidzi).

Sayangnya, dalam praktiknya, kita ini kadang banyak yang lebih sopan kepada rekan kerja daripada kepada pasangan sendiri.

Akar utama terjadinya perselingkuhan

Jika ditarik lebih dalam, maka kita bisa menyimpulkan beberapa akar utama dari perselingkuhan, antara lain: kebutuhan emosional yang tak terpenuhi; komunikasi yang menurun kualitasnya; ekosistem digital yang memudahkan godaan; iman dan nilai yang melemah; trauma dan luka lama.

Rumah tangga tidak selalu gagal karena badai besar. Tidak semua rumah tangga retak karena kesalahan besar. Terkadang hanya karena pasangan lupa saling menyiram cinta. Seperti tanaman yang bukan mati karena sekali tidak disiram, tetapi karena dibiarkan kering sedikit demi sedikit.

Akhir tahun adalah momentum tepat untuk memperbaikinya. Komitmen baru tidak perlu megah. Kita bisa mulai dengan hal sederhana, misalnya: sarapan bareng tanpa ponsel, kirim pesan sayang tanpa alasan, tanya kabar sebelum bertanya yang lebih serius, atau sekadar memeluk pasangan lebih lama dari biasanya.

Kesetiaan tidak hanya tentang menolak godaan, tetapi tentang menyediakan kenyamanan yang membuat godaan tidak relevan.

Bagi yang pernah tersandung, pintu pulang selalu ada. Islam memberi ruang taubat yang lapang: “Dan Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri.” (Terjemah Q.S. Al-Baqarah: 222)

Mereka yang memperbaiki diri sering tumbuh lebih kuat dari sebelumnya. Karena cinta sejati tidak ditentukan oleh masa lalu, tetapi oleh keberanian memperbaiki hari ini.

Menjelang 2026, mari kita jaga pagar-pagar cinta. Kita isi rumah dengan percakapan yang hangat, saling percaya, dan doa yang lembut. Media sosial bisa menjadi jendela godaan, tapi juga bisa menjadi ladang pahala jika keluarga yang kita tampilkan adalah sumber inspirasi. Sebab, rumah bukan tentang bangunan, tapi tentang dua hati yang memilih pulang satu sama lain. Setiap hari. Berkali-kali.

Semoga tahun baru membawa banyak pasangan kembali saling menemukan, bukan saling meninggalkan. Semoga kesetiaan tumbuh subur, cinta menjadi dewasa, dan rumah tangga Indonesia lebih kuat menghadapi zaman yang semakin penuh godaan.

Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.