Adilkah Tuhan?

Bermain Dadukah Tuhan?

Suaramuslim.netBapak Ibu pembelajar Manajemen Islam, pekan lalu, tepatnya hari Sabtu, 8 Maret 2025, saat saya mengajar Etika Bisnis dan CSV di kelas Magister Manajemen dengan peserta praktisi berumur 20 tahun ke atas, dua mahasiswa bertanya kepada saya, “Apakah Tuhan itu adil?”

Mahasiswa yang satu mengkaitkan dengan kasus;

 
1. Tuhan menciptakan manusia dengan kondisi yang tidak adil yakni ada yang lahir di lingkungan kaya dan ada yang di lingkungan miskin. Yang hal itu bukan merupakan pilihan dari si anak.
2. Tuhan telah menuliskan takdir seseorang. Sehingga surga dan neraka sebagai hasil akhir dari seseorang sudah dituliskan di Lauhul Mahfudz. Segala sesuatu sejak awal terciptanya Qalam sampai tiba hari Kiamat telah tertulis di Lauhul Mahfudz.

“Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).” (Terjemah Q.S. An-Naml : 75).

Pertanyaan pertama yang mempertanyakan tentang keadilan sosial seperti ini telah ada di zaman Nabi Muhammad. Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu,

Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” (Riwayat Muslim).

Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan kepada mereka ada jalan lain untuk mendapatkan pahala sedekah,

أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih (suhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (Al-hamdulillah) adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah, dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah“. (Riwayat Muslim)

Di sisi lain pahala dan dosa adalah sebuah pilihan hidup. Dalam hidup kita bebas untuk memilih jalan yang baik dan buruk, jalan yang membawa kebaikan dan keburukan, jalan ke surga dan jalan ke neraka.

لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al Baqarah: 256).

Sehingga pahala dan surga bukan masalah modal awal, namun masalah pilihan kita, termasuk pilihan sabar dan syukur. Mereka yang kaya akan sulit menjadi bersyukur seperti halnya ketika yang tidak berpunya mendapat sesuatu. Dan akan sulit si mampu bersabar ketika mendapat ujian seperti yang dimiliki si miskin. Modal awal bahkan menjadi masalah ketika harus dihisab.

Pertanyaan pertama juga dapat dijawab dengan kisah Qarun dalam Q.S. Al Qashash 76-82. Kurang lebih sepenggal kisahnya demikian;

Menurut sejumlah riwayat, ketika Qarun memamerkan harta kekayaannya, ia menggunakan pakaian yang sangat mewah, jumlah harta benda yang dibawanya harus diangkut oleh 60 ekor unta, dengan didampingi sebanyak 600 orang pelayan yang terdiri atas 300 laki-laki dan 3000 orang perempuan. Saat itu, Qarun juga dikawal sebanyak 4000 orang dan diiringi oleh sebanyak 4000 binatang yang ternak yang sehat. Karena kemegahan dan keindahan pakaian yang dimiliki Qarun, orang-orang yang menyaksikannya, juga menginginkan kekayaan seperti yang dimiliki Qarun.

”Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: ”Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” (Terjemah Q.S. 28:79).

Kekayaan dapat lebih mudah membawa seseorang pada kesombongan, dan menghamburkan harta pada kemaksiatan jenis apapun. Seperti yang terjadi pada Qarun.

Bagaimana menanggapi pertanyaan kedua, dari mahasiswa yakni bahwa segala sesuatu termasuk yang ghaib tertulis di  kitab Lauhul Mahfudz? Maka saya hanya menyampaikan analogi sebuah novel Goosebump. Yang memiliki pilihan cerita, dimana RL Stine selaku penulis mengetahui ending semua cerita yang dipilih. Sehingga kembali pada hidup adalah pilihan hidup kita sendiri, untuk memilih jalan baik dan buruk, namun Allah Maha Tahu semua pilihan hidup dan konsekuensi hidup kita.

Dengan diskusi ini, kami berharap bahwa tidak ada keraguan lagi dalam diri kita bahwa Allah Maha Adil.

Prof. Dr. Gancar C. Premananto
Guru Besar Manajemen Pemasaran Spiritual UNAIR

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.