Suaramuslim.net – Akad Mudharabah Musytarakah, yaitu salah satu bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib) turut menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi, diperlukan karena mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaannya serta dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pihak. Bagaimana hukumnya secara syariat Islam? Berikut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI tentang hal tersebut.
Mengingat
- Firman Allah SWT
“Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 1).
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya; dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Nisa [4]: 58).
“Hai orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maidah [5]: 90).
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275).
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. Al-Nisa [4]: 29).
- Hadis-Hadis Nabi
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
“Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit).
- Kaidah fikih
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
“Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.”
“Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”
- Ijma’, sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili
“Diriwayatkan bahwa sejumlah sahabat menyerahkan harta anak yatim sebagai mudharabah, dan tidak ada seorang pun mengingkarinya. Oleh karena itu, hal tersebut adalah ijma’.” (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 2004], juz V, h. 3925).
Memperhatikan
- Pendapat para ulama
“Nabi pergi berniaga sebagai mudharib ke Syam dengan harta Sayyidah Khadijah binti Khuwailid sebelum menjadi nabi; setelah menjadi nabi, beliau menceritakan perniagaan tersebut sebagai penegasan (taqrir).” (Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, [al-Qahirah: Dar al-Hadis, 2004], juz I, h. 141; Muhammad Abd al-Mun’im Abu Zaid, Nahwa Tathwir al-Mudharabah, [al-Qahirah: Maktabah al-Ma’had al-‘Alami li-al-Fikr al-Islami, 2000], h. 411).
“Mudharabah adalah akad yang disyariatkan tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ahli fikih. Dalil pensyariatan tersebut ditetapkan dengan ijma’ yang didasarkan pada sunnah taqririyah.” (Muhammad Abd al-Mun’im Abu Zaid, Nahwa Tathwir al-Mudharabah, [al-Qahirah: Maktabah al-Ma’had al-‘Alami li-al-Fikr al-Islami, 2000], h. 11).
“Mudharib (pengelola) boleh menyertakan dana ke dalam akumulasi modal dengan seizin rabbul mal (pemilik modal yang awal). Keuntungan dibagi (terlebih duhulu) atas dasar musyarakah (antara mudharib sebagai penyetor modal/dana dengan shahibul mal) sesuai porsi modal masing-masing. Kemudian mudharib mengambil porsinya dari keuntungan atas dasar jasa pengelolaan dana. Hal itu dinamakan mudharabah musytarakah.” (Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 107).
- Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada 23 Shafar 1427/23 Maret 2006.
Menetapkan Fatwa tentang Akad Mudharabah Musytarakah
Pertama: Ketentuan Umum
Mudharabah Musytarakah adalah bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib) menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Kedua: Ketentuan Akad dalam Produk Penghimpunan Dana
- Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah.
- LKS sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama nasabah.
- LKS sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal atau yang disertakan.
- Bagian keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai musytarik dibagi antara LKS sebagai mudharib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
- Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.
Ketiga: Ketentuan Akad dalam Produk Penyaluran Dana
- Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah.
- Nasabah sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama LKS.
- Nasabah sebagai pihak yang menyertakan modal atau dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal yang disertakan.
- Bagian keuntungan sesudah diambil oleh nasabah sebagai musytarik dibagi antara nasabah sebagai mudharib dengan LKS sesuai dengan nisbah yang disepakati.
- Apabila terjadi kerugian maka nasabah sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.08
Keempat: Ketentuan Penutup
- Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
- Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.