SURABAYA (Suaramuslim.net) – Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Surabaya yang tergabung dalam Aliansi BEM Surabaya dan Aliansi Masyarakat Sipil Kamis, (26/9/2019) menggelar demonstrasi dari pukul 11.00 WIB di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura Surabaya.
Tuntutan mahasiswa dalam aksi tersebut di antaranya:
- Menuntut DPR membatalkan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru disahkan.
- Menolak revisi RKHUP.
- Menolak RUU Pertanahan.
- Menolak RUU Ketenagakerjaan.
- Menolak Dwifungsi Aparat
- Menyelesaikan kasus HAM & Papua.
- Mengusut tuntas Karhutla.
- Menuntut DPR segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Dalam aksi tersebut ada yang menarik ketika sejumlah mahasiswa Aktivis Dakwah Kampus (ADK) terlihat membawa poster yang bertentangan dengan salah satu tuntutan yang diajukan masa demonstrasi ke DPRD Jawa Timur.
Para ADK tersebut terlihat membawa poster penolakan terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS), yang justru pada tuntutan massa ingin segera disahkan.
Salah satu ADK yaitu Shaka Cantona mengatakan sepakat dengan semua tuntutan, terkecuali RUU P-KS yang dinilainya ditunggangi kepentingan suatu golongan.
“Kami sama-sama menyuarakan aspirasi masyarakat, dan kami sejalan dengan tuntutan massa, cuma berkaitan dengan RUU P-KS ini harusnya tidak masuk ranah tuntutan karena banyak polemik dan sudah masuk ranah ideologi. Artinya ada yang menunggangi momentum ini untuk kepentingan golongannya, maka dari itu saya memutuskan untuk mengajak teman-teman melawan arus, agar framing media seimbang, dan menjadi pertimbangan juga buat DPR bahwasanya tidak semua masyarakat menyetujui RUU ini, bahkan kaum intelektual yang telah lama membedah RUU ini banyak yang tidak sepakat.” Ujarnya Shaka.
“Bukan berarti karena kami menolak RUU P-KS lantas kami mendukung kekerasan seksual, itu tidak benar.
Jika dibedah secara redaksi, kami juga sepakat dan sama-sama menolak segala bentuk tindakan kekerasan.
Namun jika dibedah secara filosofi dan idiologi, justru RUU ini sangat berbahaya sebab ada kepentingan di dalamnya yang itu bertentangan dengan norma-norma,” imbuhnya.
ADK lainnya yaitu Diki Febrianto juga menambahkan bahwa tidak ada urgensi untuk segera disahkannya RUU ini.
“Kami sangat menyayangkan tuntutan RUU P-KS ini menjadi salah satu agenda elemen aliansi yang termasuk BEM Universitas di dalamnya. Maka dari itu, kami bergerak bahwa tak semua elemen aliansi mahasiswa menyepakati pengesahan RUU P-KS ini, lagipula tak ada urgensi juga untuk segera disahkannya RUU ini sebab setidaknya ada beberapa produk hukum yang dapat dioptimalkan penegakannya,” jelasnya.
Undang-Undang tersebut, lanjut Diki, adalah UU No. 7 tahun 2014 tentang Perlindungan Korban, UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
“Karena jika dipaksakan RUU P-KS ini problematis dan banyak mengandung ambiguitas. Jadi jika tidak ditolak ya perlu direvisi dan dikaji kembali, ujar Diki.
Menyikapi aksi tersebut, Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi, menegaskan akan meneruskan tuntutan mahasiswa agar ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat.
“Kami akan segera menyampaikan dan meneruskan tuntutan mahasiswa ke pusat, karena apa yang menjadi persoalan adalah kewenangan pusat,” ujar politisi asal PDIP ini.
Selain itu, Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan menyatakan, pengamanan aksi damai di Surabaya dan daerah lain di Jatim dilakukan secara tertib dan mengedepankan pendekatan persuasif.
Dalam pengamanan aksi menerjunkan 700 anggota beserta TNI.
Luki menegaskan, mahasiswa bebas menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah sepanjang tidak menghujat dan menghina orang lain.
Aksi tersebut pun berakhir pada sore hari setelah tuntutan dan aspirasi para mahasiswa diterima oleh ketua sementara DPRD Jawa Timur Kusnadi. Mahasiswa dan seluruh masa aksi pun membubarkan diri dengan tertib dan damai.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir