Amalan Malam Nishfu Sya’ban

Amalan Malam Nishfu Sya’ban

Amalan Malam Nishfu Sya’ban
Ilustrasi masjid yang 'hidup' pada malam hari. (Ils: Henrik Abonyi/Dribbble)

Suaramuslim.net – Dari sahabat Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala melihat pada malam Nishfu Sya’ban lalu mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang ada kebencian.”

(HR Ibnu Majah nomor 1380 dan dinyatakan “hasan” oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ nomor 1819).

Malam Nishfu Sya’ban adalah pertengahan bulan Sya’ban, yaitu tanggal 14 malam 15 Sya’ban.

Malam Nishfu Sya’ban adalah malam pengampunan dosa karena Allah mengampuni semua makhluk-Nya.

Hanya saja ada dua kelompok yang Allah tidak memasukkannya dalam orang-orang yang mendapatkan ampunan pada malam itu, yaitu:

1. Orang Musyrik

Orang musyrik adalah orang yang menyekutukan Allah.

2. Orang yang dalam hatinya ada kebencian, permusuhan dan kedengkian terhadap sesama muslim

Mari kita sambut malam Nishfu Sya’ban dengan bertaubat kepada Allah dari berbagai macam kesyirikan dan kita bersihkan hati kita dari semua kotorannya, terutama kebencian apalagi pemutusan hubungan terhadap sesama muslim.

Bagaimana Salafus Saleh Menyikapi Malam Nishfu Sya’ban?

Salafus Saleh itu adalah para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

1. Para tabi’in dari kalangan penduduk negeri Syam mengagungkan Malam Nishfu Sya’ban dan bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam itu, seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul Asy-Syami dan Luqman bin Amir rahimahumullah.

Bahkan mereka menganjurkan menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban secara berjamaah di masjid-masjid dengan mengenakan pakaian terbaik, memakai parfum, memakai celak, dan salat pada malam itu.

Ishaq bin Rahawaih menyetujui pendapat ini dan berkata tentang salat secara berjamaah di masjid-masjid pada malam tersebut: “bukan bid’ah.” Sekelompok ahli ibadah dari Bashrah dan lainnya juga menyetujui pendapat ini.

2. Adapun Al-Imam Al-Auza’i rahimahullah seorang tabi’in yang juga merupakan imam besar penduduk negeri Syam tidak menyukai berkumpul di masjid-masjid pada Malam Nishfu Sya’ban untuk beribadah, berkisah dan berdoa. Beliau lebih cenderung untuk menghidupkan malam itu dengan beribadah sendiri-sendiri, tidak berjamaah.

Ibnu Rajab rahimahullah mengomentari: “Pendapat ini lebih mendekati (kebenaran) insyaallah.”

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan; “Telah sampai kepada kami bahwa doa dikabulkan (mustajab) pada lima malam; malam Jumat, malam Idul Fitri, malam Idul Adha, malam pertama bulan Rajab dan malam Nishfu Sya’ban.”

3. Para tabi’in dari kalangan penduduk Hijaz (Makkah dan Madinah) seperti Atho’ dan Ibnu Abi Mulaikah rahimahumullah mengingkari menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban secara khusus untuk beribadah. Abdurrahman bin Zaid bin Aslam rahimahullah menukil (pengingkaran ini) dari fuqaha (ulama) penduduk Madinah. Para pengikut Imam Malik rahimahullah dan lainnya mengatakan: semua itu adalah bid’ah.”

Kesimpulannya menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan beribadah, salat dan doa adalah amalan sebagian Salafus Saleh, dan sebagian Salafus Saleh yang lain tidak menyetujuinya.

Jadi, masalah ini sudah ada perbedaan pendapat dari dahulu semenjak zaman Salafus Saleh. Kalau ada yang mengatakan menghidupkan malam Nishfu Sya’ban bukan amalan Salafus Saleh, tentu tidak tepat, karena sebagian menghidupkannya sebagaimana kita lihat.

Demikian intisari penjelasan Ibnu Rajab rahimahullah dalam kitabnya Latha’iful Ma’arif halaman 263-264.

Semoga bermanfaat menambah wawasan dan menjadikan kita semakin lapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat seperti ini.

Akhukum Fillah

Al-Faqir Abdullah Sholeh Hadrami

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment