Suaramuslim.net – Bagi muslim & muslimah, dia harus punya amalan untuk mendapat jodoh islami. Secara teologi, setiap muslim menyadari. Ketika proses penciptaan manusia hendak sampai pada peniupan ruh dalam jabang bayi di rahim seorang ibu, Allah telah menentukan takdirnya. Jenis kelaminnya, rezekinya sampai jodohnya.
Pertanyaannya, tahukah manusia siapa yang kelak menjadi jodohnya? Sama halnya dengan pertanyaan, seberapa takaran rezeki yang diberikan kepadanya? Oleh karena itu semua manusia dituntut untuk menjalankan sunatullah. Orang yang ingin pintar harus belajar, orang yang ingin kaya harus bekerja. Demikian pula jika menginginkan jodoh, dia harus berikhtiar.
Dalam hal perjodohan, Rasulullah saw. mengingatkan bahwa wanita itu rata-rata dinikahi karena empat hal. Kecantikannya, hartanya, keningratannya, dan karena agama. Maka segala aspek yang melekat pada wanita sebenarnya dapat dikategorikan empat hal tersebut.
Misalnya, wanita karir, tentu berdampak memiliki pundi-pundi yang akan menjadi incaran orang lain. Kecerdasan intelektual merupakan bagian dari kecantikan, dan begitulah seterusnya. Namun yang harus disadari, pada akhirnya Rasulullah saw. membekali manusia bahwa pilihan yang harus menjadi starting point adalah moralnya, keagamaannya.
Maka wujud ikhtiar manusia agar dapat mendapat jodoh adalah memberdayakan dan mengeksploitasi anugerah Allah swt. yang melekat pada setiap jiwa. Khususnya pada aspek spiritual yang kelak menjadi pondasi dominan pasca perjodohannya.
Sebagai ilustrasi. penulis pernah dimintai konsultasi seorang cewek. Ia menganggap semua cowok itu kecebong. Janji mencintai sehidup semati, akhirnya kepincut cewek lain. Begitulah pengalaman hidupnya. Setiap berkenalan, intim, lalu putus lagi.
Setelah berulang menjadi korban harapan palsu dari pergaulan teman sebayanya, ia meminta nasihat bagaimana sebaiknya bersikap. Padahal dia berparas lumayan. Namun penulis sering menyaksikan cewek ini hanya mengenakan jilbab ketika sudah masuk area kampus.
Penulis hanya memberi saran, cobalah istiqamah dalam menjalankan ketaatan. Maksudnya jangan hanya di area kampus mengenakan jilbab. Dimana pun pertahankan jilbab. Dia balik bertanya, apa korelasinya dengan amalan mendapat jodoh? “Jika Anda selalu berjilbab, orang-orang baik yang akan mendekati Anda. Yakinilah hanya orang-orang yang tidak baik yang mencemooh dan mempermainkan Anda. Dengan begitu Anda terhindar dari berbagai harapan palsu. Dan orang yang mendatangi Anda insya Allah dari kalangan orang-orang baik.”
Ringkas cerita, setelah sekian lama akhirnya penulis bertemu dengannya. Alhamdu lillah dia telah dikaruniai empat anak, suaminya seorang direktur perusahaan. Dia pun menyampaikan terima kasih atas bimbingan istiqamah dalam ketaatan mengenakan jilbab.
Seharusnya setiap manusia yang ingin mendapat jodoh berperilaku jujur, bukan sekadar kamuflase. Karena target yang hendak dicapai bukan sekadar laku, kemudian nikah. Melainkan proses panjang untuk bisa menyatukan dua hati dalam ridha Allah swt.
Janji Allah kepada mereka yang ingin mendapat jodoh sangatlah mulia. Diguyupi manusia untuk menikah dengan janji sekiranya kamu berkekurangan, kelak akan dicukupi Allah. Dengan pernikahan agar kamu mendapat sakinah, mawaddah dan rahmah. Maka jika kelak terjadi perjodohan, janji-janji itu belum juga menjadi kenyataan dalam mengarungi bahtera kehidupannya, maka setiap manusia harus berintrospeksi diri dari berbagai pelanggaran yang telah digariskan syariah.
Tentunya tidak lupa memohon kepada Allah swt. dengan menjalankan shalat istikharah. Karena hari esok adalah kegaiban yang hanya Allah Maha Mengetahui dampak baik dan buruknya. Jika Allah yang menjodohkan tentu berdampak kemaslahatan, namun jika setan yang mengikatkan keduanya, setelah nikah setan pasti membisiki: ternyata rumput tetangga jauh lebih hijau.
Dalam hal amalan mendapat jodoh dalam Islam, manusia boleh menakar dengan pertimbangan dari berbagai aspek. Namun pesan Tuhan perlu menjadi acuan utama, bahwa boleh jadi apa yang Anda anggap tidak menyenangkan justru itulah yang kelak akan membawa kebaikan, dan boleh jadi apa yang menyenangkan justru berdampak keburukan. Hanya Allah yang tahu dan kalian tidak mengetahuinya.
Boleh juga ber-tafaaul dengan bacaan Al-Qur’an, seakan seseorang tidak lagi ingin hidup menyendiri. Ada teman yang setia yang mendampinginya. Seperti firmanNya “Rabbi la tadzarni farda wa anta khairul waritsin” (Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris yang paling baik). Jika memang hati telah mantap dari hasil istikharah sangat baik dibarengi doa “Ya muqallibal qulub, tsabbit qulubaha tahwi ilaina bi rahmatika ya arhamar rahimin” (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, jadikan hatinya untuk condong kepadaku, wahai Dzat yang Maha Merahmati”.
Jika ikhtiar telah dijalani, azimah sudah dilakukan, akhirnya tinggal tawakal kepada Allah bahwa ketentuan Allah yang lebih baik baginya. Yakin dampak baik (baca: diterima) atau buruk (baca: ditolak) adalah sudah menjadi siratan takdir Ilahi.
Oleh: Dr Zainuddin, MA*
*Dewan Syariah YDSF Surabaya & Pengajar di Jamiah Ibnu Saud, Madinah, dikutip dari Majalah Al Falah edisi Januari 2019