Suaramuslim.net – Salah satu amalan yang berkaitan erat dengan akhir bulan Ramadhan adalah zakat fitrah. Zakat fitrah adalah ibadah yang diwajibkan atas umat Islam pada waktu akhir bulan Ramadhan hingga sebelum shalat Idul Fitri. Bentuknya adalah satu Sha’ (sekitar 2,5 kg) makanan pokok yang diberikan kepada fakir miskin.
Sebagaimana ibadah-ibadah mahdah lain, apakah zakat fitrah perlu didasari dengan niat? Tulisan singkat ini akan mencoba menjawabnya. Setiap amalan yang menyangkut ibadah, wajib didahului dengan niat. Dalilnya, sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya; dan setiap orang hanya akan mendapat apa yang diniatkannya,” (HR Bukhari, Muslim)
Mengingat zakat adalah bagian dari ibadah yang diperintahkan syariat, maka wajib dilatari dengan niat. Kalau ada orang yang mengeluarkan beras atau makanan pokok lainnya kepada fakir miskin hanya sekadar untuk membantu, bukan untuk zakat fitrah, maka bantuan itu tak dianggap sebagai zakat fitrah dan kewajibannya belum gugur.
Dalam kitab “al-Fiqhu ‘ala al-Madzahib al-`Arba’ah” (2003: 1/537) disebutkan bahwa karena syarat wajibnya zakat adalah beragama Islam, maka zakat tidak sah jika tidak dengan niat. Dengan demikian, niat masuk bagian dari syarat sahnya zakat fitri. Imam Nawawi dalam kitab “al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab” (VI/182) menyebutkan bahwa, “Zakat tidak sah melainkan dengan niat.”
Dalam kitab “al-Umm” (II/23), Imam Syafi’i berkata, “Mengingat sedekah ada yang fardhu dan ada yang sunah, maka tidak boleh orang membagikan zakatnya, melainkan dengan niat.” Lebih dari itu, menurut catatan beliau, alasan zakat tidak sah jika tidak didahului niat karena zakat yang dikeluarkannya tidak mencukupi disebut zakat kecuali dengan niat. Baik itu niatnya dalam hati, maupun dengan lisan.”
Bagaimana tata cara niat dalam zakat fitrah?
Sebagaimana yang tersirat dari perkataan Imam Syafi’i tadi, niat dalam zakat fitrah bisa mencukupkan dengan hati. Namun, jika ada yang melafalkannya sebagai penguat hati, maka tidak masalah.
Sedangkan waktu niat zakat, menurut catatan Imam An-Nawawi dalam buku “al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab” (VI/182) disebutkan bahwa niat diwajibkan saat sedang memberikannya kepada imam (lembaga zakat) atau kepada penerima zakat. Begitulah catatan singkat seputar niat dalam zakat fitrah. Semoga bisa mencerahkan dan bermanfaat bagi para pembaca.