Suaramuslim.net – Mayoritas ulama fikih menyatakan bahwa aqiqah dan berqurban, hukumnya sama-sama sunah muakkadah (sangat dianjurkan).
إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فليمسك عن شعره وأظفاره
“Apabila kalian melihat hilal bulan Dzulhijah dan kalian hendak berkurban maka jangan menyentuh rambut dan kukunya.” (Muslim).
Kalimat ‘hendak berkurban’ menunjukkan bahwa kurban hukumnya sunah dan tidak wajib.
Dan riwayat yang menunjukkan aqiqah sunah adalah hadis;
مَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافَأَتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
“Barangsiapa di antara kalian ada yang suka berkurban (mengaqiqahi) untuk anaknya, maka silakan melakukan. Untuk satu putra dua kambing dan satu putri satu kambing” (Ahmad).
Dari dua hadis di atas, aqiqah atau kurban adalah sunah. Nah, karena sama-sama sunah, maka di Hari Raya Kurban dan tasyrik bisa menyembelih kurban dengan niat berkurban sudah bisa meliputi aqiqah. Baik kurban dan aqiqah sama-sama mengalirkan darah hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Jadi yang harus dipahami, kalau aqiqah itu persis hari kelahiran (ketujuh), terus kemudian ditarik ke kurban yang sebulan berikutnya, seperti ini kalau di mazhab Syafi’i tidak boleh.
Al-Haitami berkata dalam Tuhfah Al-Muhtaj Syarh Al-Minhaj (9/371):
وَظَاهِرُ كَلَامِ َالْأَصْحَابِ أَنَّهُ لَوْ نَوَى بِشَاةٍ الْأُضْحِيَّةَ وَالْعَقِيقَةَ لَمْ تَحْصُلْ وَاحِدَةٌ مِنْهُمَا ، وَهُوَ ظَاهِرٌ ; لِأَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا سُنَّةٌ مَقْصُودَةٌ
“Lahiriah pendapat teman-teman kami (ulama Syafi’iyah) adalah, seandainya seseorang berniat dengan satu ekor kambing untuk kurban dan sekaligus untuk aqiqah maka keduanya dihukumi tidak sah. Inilah pendapat yang lebih tepat, karena masing-masing dari kedua ibadah ini adalah sunah yang maqshudah (punya tujuan tersendiri).”
Adapun jika aqiqah sudah besar, dewasa, maka cukup berkurban sudah dapat mencakup aqiqah yang belum pernah itu.