Suaramuslim.net – Kita akan terus menemui As-Sabiqun Al-Awwalun (Assabiqunal Awwalun) dalam setiap fase Sirah Nabawiyah karena posisi dan peran mereka begitu penting dalam dakwah Islam.
Assabiqunal Awwalun adalah model generasi terbaik sepanjang masa. Mereka istimewa karena terbatas waktu. Meski begitu, keunggulan dan kelebihan mereka bisa dimiliki siapa pun, bukan karena faktor waktu, tapi kualitas, silakan lihat At-Taubah ayat 100.
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
Makna radhiyallahu ‘anhum (Allah ridha kepada mereka), kepada para sahabat Assabiqunal Awwalun bukan berarti mereka tidak berdosa. Tapi dosa mereka tidak membatalkan status mereka yang sudah diridhai Allah.
Misalnya bisa kita lihat pada keutamaan Ahlu Badar, sahabat yang ikut dalam Perang Badar.
“Tidak akan masuk neraka orang yang ikut Perang Badar.”
Apakah berarti para sahabat ini tidak berdosa? Bukan, mereka berdosa juga karena manusia biasa. Cuma keutamaan yang mereka dapatkan dengan mengikuti perang Badar secara otomatis menghapus dosa mereka.
Assabiqunal Awwalun adalah Khairu Ummah (umat terbaik)
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran: 110).
Umar bin Khattab mengomentari ayat ini dengan mengatakan, “pujian ini dari Allah berlaku untuk generasi awal kita dan tidak berlaku otomatis untuk generasi berikutnya. Jika kalian ingin seperti mereka, maka ikutilah jejak mereka. Karena dengan jejak itulah mereka memastikan mendapat gelar “khairu ummah.”
Mengikuti jejak umat terbaik itu diawali dengan mengetahui jejak sejarah mereka. Sementara pengetahuan tentang sejarah nabawiyah ini termasuk materi yang lemah di generasi kita saat ini.
Siapakah Assabiqunal Awwalun?
Jumhur Ulama; Ibnu Sirin, Hasan Al-Bashri, Sa’id ibn Musayyab, dan Qatadah mengatakan, yaitu mereka yang masuk Islam dari awal dakwah sampai sempat mengikuti shalat menghadap dua kiblat (Masjidil Aqsha dan Masjidil Haram), beberapa bulan sebelum perang Badar, pada tahun pertama Hijrah.
Karakteristik umum Assabiqunal Awwalun
1. Muda
Umumnya di masyarakat posisi mereka sebagai generasi pelapis, rata-rata usia 25-30 tahun.
Dengan modal generasi pelapis ini, hanya dalam kurun waktu 10 tahun, Rasulullah berhasil mengubah Madinah dari kota kecil yang di jazirah Arab saja tidak terlalu diperhitungkan, menjadi level internasional, diperhitungkan semua kekuatan dunia saat itu. Bahkan Rowawi, Persia, Mesir, Habasyah, sampai melihat Madinah sebagai saingan kuat mereka.
Generasi ini seakan tidak kehabisan napas, dari awal hijrah sampai tahun 60-an H, mereka masih aktif berkontribusi untuk perkembangan dakwah Islam.
2. Lintas suku
Rasulullah tidak fokus pada keluarganya saja dari Bani Hasyim, tapi dari berbagai bani, jadi semua terhubung.
Rasulullah secara langsung sedang mengobrak-abrik tatanan sosial masyarakat Arab Jahiliyah yang dibangun di atas suku-suku. Rasulullah menghubungkan mereka dalam satu ikatan muslim. Quraisy bahkan gak sadar kondisi ini sebelum terjadi boikot. Hebatnya Rasulullah begitu, musuh gagal memahami bahwa mereka sedang diobrak-abrik.
Kenapa daya gedor untuk memperjuangkan Islam di generasi kita ini lemah? Karena kita tidak merasakan betapa Islam itu berharga bagi kita. Para sahabat Nabi merasakan perubahan dari Jahiliyah kepada Islam, nilainya begitu tinggi sampai-sampai kalau dilemparkan ke dalam api lebih ringan dibanding harus kembali kepada Jahiliyah, bayangkan itu!
Mush’ab bin Umair, seorang muqri, guru ngaji di Madinah tapi mampu mengubah konstelasi politik di sana. Kita gak kebayang dengan ngaji bisa ngubah politik. Sistem di negeri ini harus dengan partai. Padahal Rasulullah melakukan itu melalui Mush’ab.
Rasulullah dan para sahabat membangun budaya ilmu. Perut belum penuh saja udah mikir persoalan besar, apalagi sudah kenyang, muncullah peradaban dahsyat.
Ketika perekonomian kaum muslimin meningkat, perut kenyang, apa yang terjadi? Enam peradaban dunia, ditelan semua dalam naungan Islam.
3. Mampu mengoptimalkan potensi diri dan mengambil peran penting dalam bidang masing-masing
Zaid bin Tsabit menjadi sekretaris pribadi Nabi di usia 13 tahun, menguasai 6 bahasa asing di usia sebelum 17 tahun.
Rasulullah menolak puluhan anak di Badar, Uhud dan Ahzab karena belum cukup umur 15 tahun untuk ikut perang. Coba bayangkan, anak sebelum tamat SMP, sudah berpikir saya harus berkontribusi terhadap Islam. Mana peran saya terhadap Islam? Sekarang anak-anak di usia itu, untuk membangunkannya di pagi hari saja susah.
Atha bin Usaid Al-Absyami, gubernur pertama Mekkah usianya baru 22 tahun. Padahal di atasnya ada banyak senior, tapi Rasulullah cukup dengan pemuda usia ini untuk menjadi Gubernur Mekkah dan dia membuktikan kapasitasnya.
Kenapa para sahabat kontribusinya panjang? Karena ketika mereka masih berkontribusi, di bagian teknis, struktur, anak-anak mereka sudah ikut aktif.
Ketika Abdullah bin Zubair (27 tahun) pulang dari memenangkan perang di Afrika Utara, dia didaulat Khalifah Utsman bin Affan untuk menyampaikan laporan, naik ke mimbar Nabi, berpidato. Dan di bawahnya yang mendengarkan ada Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf, dan ayahnya Zubair bin Awwam. Mendengarkan generasi hasil didikan mereka berhasil menaklukkan Afrika Utara.
Lihat, ayahnya belum pensiun, ayahnya masih bisa memimpin dan memenangkan perang, anaknya sudah jadi jenderal, asyik kan. Ini tradisi Islam, ini sunnah. Menyiapkan generasi pengganti yang sudah siap melanjutkan estafet perjuangan bahkan sebelum orang tuanya meninggal.
Jadi, bisa kita simpulkan bahwa karakteristik umum Assabiqunal Awwalun adalah muda, kelas menengah, lintas etnik, visioner, mapan dan matang di usia muda, mampu mengoptimalkan potensi diri dan mengambil peran penting dalam bidang masing-masing.
Sudah siapkah generasi muda kita seperti mereka? Atau peran-peran penting masih dipegang mereka yang belum ikhlas menyerahkannya kepada generasi muda?