Suaramuslim.net – Materi hari ini, bukanlah mengenai masalah sosial kebangsaan, namun berkaitan dengan maraknya produk-produk asing yang menyerbu di Indonesia, dengan harga yang terjangkau.
Produk asing, terutama dari China, semakin membanjiri pasar domestik Indonesia. Hal ini juga mengingat “cinta tanah air sebagian dari bentuk iman” atau hubbul wathon minal iman, yang bukan sebuah hadis, melainkan ungkapan yang biasa digunakan para ulama untuk menunjukkan ringkasan ajaran Islam untuk mencintai tanah air.
Data menunjukkan bahwa impor dari China pada Mei 2025 mencapai 7,1 miliar dolar AS atau sekitar 115 triliun rupiah. Meningkat 13 persen dari tahun lalu.
Kebijakan tarif bea masuk tinggi dari Amerika Serikat terhadap produk asal China, Vietnam, dan Indonesia bisa menimbulkan efek domino ke dalam negeri. Salah satunya, potensi membanjirnya produk-produk dari negara mitra dagang yang kehilangan pasar di AS ke pasar alternatif seperti Indonesia.
Senior Economist INDEF, Tauhid Ahmad menilai, Indonesia perlu waspada karena risiko serbuan produk impor semakin nyata. Pasalnya, negara-negara yang kehilangan pangsa pasar akibat tarif tinggi di AS akan mencari pasar pelarian (diverted market), dan Indonesia bisa jadi target empuk.
Ia mencontohkan sektor-sektor seperti tekstil, elektronik, hingga baja yang berpotensi besar mengalami tekanan dari serbuan produk impor. Apalagi saat ini, tidak sedikit produk dari China dan Vietnam yang sudah masuk dengan harga sangat kompetitif, sehingga bisa melemahkan industri lokal jika tak dikendalikan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (Apsindo), Eko Wibowo Utomo, juga mengeluhkan hal serupa. Ia mengatakan pasar sepeda di Indonesia didominasi produk impor dari China.
“Porsinya bisa mencapai 60-70 persen, lebih besar dari produksi dalam negeri,” jelasnya.
Di dunia tekstil, serbuan produk China bahkan menjadikan beberapa perusahaan tekstil bahkan harus tutup dan menambah tingkat pengangguran di Indonesia. Dan secara umum, dalam dua bulan terakhir, keluaran atau output dari industri rumahan telah turun hingga 70 persen.
Kelompok-kelompok industri di Thailand juga telah menyatakan meningkatnya kekhawatiran tentang masuknya produk-produk murah dari China, yang menurut mereka telah sangat merugikan penjualan oleh produsen-produsen dalam negeri yang tidak mampu bersaing.
Bagaimana cara menghadapinya?
Islam mengajarkan bahwa dalam berhubungan sosial dan muamalah, yang harus didahulukan adalah berhubungan dengan orang terdekat dan tetangga. Bersedekah diutamakan diberikan kepada orang terdekat termasuk tetangga. Maka bertransaksi pun tentunya diutamakan bertransaksi kepada lingkungan terdekat kita.
Islam juga mengajarkan semangat persaudaraan/ukhuwah, yang dalam manajemen adalah adanya esprit de corps, sesuai dengan Q.S. Ali Imran ayat 103.
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara…” (Terjemah Q.S. Ali Imran: 103).
Maka sebuah hal penting bagi kita sebagai warga institusi, kota, provinsi dan negara, untuk mendahulukan produk dari mereka yang sewarga.
Dengan bangga menggunakan produk sendiri, kita akan mendukung dan membantu perekonomian lingkungan kita sendiri.
“Dukung produk kita sendiri, karena kalau bukan kita siapa lagi.”
Belajar dari pengalaman Maspion ternyata merupakan singkatan dari kalimat yang sarat makna nasionalis, yaitu “Mengajak Anda Selalu Percaya Industri Olahan Nasional.” Yang mengajak masyarakat Indonesia mendukung produk dalam negeri dari serangan produk impor.
Prof. Dr. Gancar Candra Premananto, SE. MSi., QCRO., AIBIZ.
Konsultan Senior Manajemen Pemasaran LPMB FEB Universitas Airlangga

