Suaramuslim.net – Dari 20 negara, Indonesia menerapkan harga paling murah untuk rokok per bungkus. Harga per bungkus rokok di Indonesia hanya 1,35 dolar AS atau Rp 17.000. Malah harga rokok lokal bisa lebih murah daripada itu. Bahkan konsumen bisa membeli secara eceran per batang, tak perlu beli sebungkus. Parahnya lagi, banyak anak-anak dan pelajar dengan mudahnya membeli rokok secara eceran itu. Kita perlu mencontoh belajar bagaimana Amerika Serikat memperketat rokok, baik bagi dewasa apalagi anak-anak.
Harga sebungkus rokok di Negeri Paman Sam yaitu sekitar USD 13 atau Rp 171.000. Ini sepuluh kali lipat lebih mahal daripada di Indonesia. Dan penjualan rokok kepada konsumen di bawah 18 tahun merupakan pelanggaran berat. Inilah aturan ketat tentang rokok sehingga mengurangi secara perlahan konsumsi rokok pada generasi muda. Kita harus belajar bagaimana Amerika Serikat memperketat rokok.
Kampanye gerakan stop merokok akan lebih efektif jika menyasar kepada generasi muda, apalagi pelajar. Karena mereka belum sepenuhnya kecanduan dan akan sulit jika mempersuasi para pecandu rokok dewasa. Menurut Kemenkes RI, jika ditotal, kerugian ekonomi Indonesia pada 2015 untuk biaya kesehatan sebesar Rp 596,61 triliun akibat rokok (cnnindonesia.com 22 November 2017).
Jumlah perokok Amerika Serikat pada 30-40 tahun lalu hampir sama dengan Indonesia sekarang. Saat ini, perokok Indonesia menghabiskan 302 miliar batang rokok per tahunnya. Padahal 40 tahun lalu, perokok Indonesia “hanya” menghabiskan 30 miliar batang rokok per tahun.
Ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) akan menyelamatkan generasi muda dari ancaman bahaya merokok seperti penyakit kronis. Hal ini dibuktikan Amerika Serikat yang berhasil menurunkan jumlah penderita penyakit kronis, misalnya kanker.
Keberhasilan pemerintah Amerika, kata aktivis anti rokok, dr Prijo Sidipratomo SpRad, dipengaruhi penurunan jumlah perokok dari kalangan muda. Melalui penerapan FCTC, perokok hanya terbatas pada usia dewasa. Kondisi ini juga didukung pemerintahan presiden Nixon hingga Obama yang selalu memperbaharui aturan terkait rokok dan tembakau (dalam sains.kompas.com 30 September 2013).
Pada masa Presiden Bill Clinton, pertama kali ia memenangkan wacana publik bahwa merokok adalah sangat merugikan dan merusak kesehatan warga negara. Ia membatasi ruang publik bagi para perokok dan tidak membuatnya tidak nyaman. Iklan-iklan rokok dilarang. Setelah menang wacana publik, dia memainkan pengaruhnya di parlemen. Clinton telah memenangkan wacana publik sebelum memenangkannya di wacana legislasi.
Kita harus belajar bagaimana Amerika Serikat memperketat rokok pada pria dewasa dan lebih ketat pada anak-anak serta pelajar. Saat ini, jumlah perokok di Amerika Serikat mencapai angka terendah sepanjang masa. Sekitar 14 persen perokok dewasa di AS merupakan sisa-sisa tahun lalu yang angkanya turun sebesar 16 persen dalam perhitungan yang dilakukan pemerintah setempat.
Walaupun tidak ada banyak perubahan dari dua tahun sebelumnya, namun hal ini menunjukkan angka penurunan yang diprediksi akan terus berlanjut. Hal tersebut dikemukakan oleh K. Michael Cummings dari program penelitian tembakau di Medical University of South Carolina (sumber liputan6.com 21 Juni 2018).
“Semuanya menunjukkan arah yang benar, termasuk penjualan rokok yang menurun dan indikator lainnya,” kata Cummings dilansir dari New York Post pada Kamis (21/6/2018)
Dari data yang baru saja di rilis, Cummings menambahkan paling tidak masih ada lebih dari 30 juta perokok usia dewasa di AS saat ini.
Dari hasil survei yang dilakukan, banyak remaja yang saat ini menjauhi rokok. Mereka yang merokok di kalangan siswa sekolah menengah sendiri sudah menurun menjadi 9 persen.
Pada awal 1960-an, sekitar 42 persen orang dewasa di AS adalah seorang perokok. Hal tersebut umum dilakukan di berbagai tempat seperti gedung perkantoran, restoran, pesawat terbang, hingga rumah sakit.
Penurunan ini sejalan dengan pemahaman yang lebih besar bahwa merokok merupakan penyebab kanker, penyakit jantung, dan masalah kesehatan lainnya.
Siapa sangka, ternyata di negeri Paman Sam itu, rokok malah pernah sengaja ditujukan kepada para perokok muda, bahkan kepada anak-anak.
Dikutip dari All That is Interesting pada Kamis (16/2/2017), Horation Alger, yang menjadi pencerita “Ragged Dick” (1868), mungkin menawarkan penjelasan paling cermat tentang epidemi kontemporer yang tidak terbayangkan pada Abad ke-21, yaitu ketagihan anak-anak kepada rokok (dalam liputan6.com 16 Februari 2017).
Dalam catatan setelah selesainya Perang Sipil itu AS (1861-1865), Alger menuliskan, “Kaum pria sering dirugikan oleh merokok, tapi anak-anak lelaki selalu (dirugikan).”
Ketika menuliskan itu, ia merujuk kepada anak-anak penjaja koran dan jasa semir sepatu yang rentan melakukan kebiasaan tersebut. “Paparan pada dingin dan kelembaban, mereka mendapati bahwa merokok menghangatkan, dan diikuti dengan memanjakan diri.”
“Tidak jarang melihat seorang anak lelaki yang masih terlalu kecil untuk dilepaskan dari pengawasan ibunya, kelihatan merokok dengan puas seperti seorang perokok kawakan.”