Belajar Memaknai Harta dari Surat Al Lail

Belajar Memaknai Harta dari Surat Al Lail

Belajar Memaknai Harta dari Surat Al Lail

Suaramuslim.net – Persepsi tentang harta akan mendatangkan konsekuensi. Jika persepsinya benar, manusia akan mendapatkan kebahagiaan. Sebaliknya, manusia akan mendapatkan kesengsaraan jika salah mempersepsikan harta. Surat al-Lail, membahasnya.

Surat Al Lail, berisikan tentang perbuatan dan amal manusia yang beragam. Kebahagiaan jika akhirnya bermuara pada ridha Allah yang dibalas dengan surga-Nya atau kemurkaan Allah yang diturunkan melalui neraka-Nya. Surat ini juga menjelaskan kesalahan persepsi sebagian orang tentang harta yang tak memberi manfaat sedikitpun pada hari kiamat. Di dalam surat ini Allah juga menjelaskan contoh kebahagiaan yang dirasakan oleh orang yang bertakwa yang selalu menyucikan jiwanya. Dilansir dari laman dakwatuna.com, berikut ini adalah beberapa hal yang bisa di ambil dari surat al-Lail.

Manusia Selalu Berusaha di Siang dan Malam Hari

Dalam surat ini, Allah yang menggunakan pasangan waktu siang dan malam, penciptaan laki-laki dan perempuan juga mengisahkan perbedaan perbuatan dan usaha manusia.  Seolah menjelaskan bahwa manusia baik laki-laki atau perempuan siang atau malam selalu berusaha dan bekerja untuk menyambung hidup di dunia dan persiapan hidup di akhirat.

“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). Dan siang apabila terang benderang. Dan penciptaan laki-laki dan perempuan.” (QS. 92: 1-3)

Ayat  di atas mengisyaratkan bahwa segala sesuatu di alam ini diciptakan Allah dengan berpasangan. Keduanya menjadi unsur penting dalam kehidupan. Keduanya saling terkait dan berhubungan. Maka keduanya juga saling melengkapi. Kemudian dilanjutkan pada ayat, “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.” (QS. 92: 4), manusia juga memiliki amalan yang berbeda. Ada yang konsisten juga ada yang tidak, perbuatan ini berkaitan dengan perbuatan dunia dan akhirat.

Amal Perbuatan dan Konsekuensinya

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. (QS. 92: 5-7).

Sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. Dan ia meyakini bahwa yang dilakukannya tidaklah sia-sia. Allah telah menjanjikan balasan yang sangat luar biasa. Maka ia mempercayainya dengan sepenuh hati. Menurut beberapa ulama dan ahli tafsir kata “al-Husna” di sini artinya bermacam-macam. Ada yang menafsirkannya dengan surga. Sebagian lain menafsirkannya sebagai laa ilaaha illalLaah, Islam, dan balasan Allah atas amal kebaikan. Namun, semuanya tidaklah berlawanan arti karena muaranya sama, yaitu Allah.

Ayat ini diturunkan untuk mengabadikan akhlak mulia Abu Bakar radhiyallahu’anhu yang membeli Bilal bin Rabah dari Umayah bin Khalaf serta memerdekakan Bilal tanpa syarat apapun. Zubair bin Awwam menceritakan bahwa pembelian Bilal dihina oleh banyak orang karena menurut mereka alangkah baiknya jika Abu Bakar membeli budak yang lebih baik dari Bilal. Tapi penghinaan ini tak digubris oleh Abu Bakar.

Selanjutnya, pada ayat  “Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala terbaik. Maka kelak kami akan siapkan baginya (jalan) yang sukar.” (QS. 92: 8-10)

Di dalam ayat tersebut, Allah menceritakan sifat orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, yang akhirnya Allah memberi kesukaran yang berlipat.  Selanjutnya pada ayat, “Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.” (QS. 92: 11)

Kata “Taradda” artinya mati dan dikuburkan. Kata yang merupakan kiasan dari kematian dan kebinasaan. Harta yang ditimbun dan dijaganya dari siang dan malam tersebut, tak bisa menghalangi datangnya kehancuran dan kematiannya.

Dua Jalan Telah Dibentangkan

“Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk.” (QS. 92: 12)

Tidaklah akan mungkin terjadi kesalahan bila seseorang mau mengikuti petunjuk Allah dengan benar. Karena Allah memiliki segalanya. “Dan sesungguhnya kepunyaan kami lah akhirat dan dunia.” (QS. 92: 13).

Allah lah pemilik dunia dan seisinya. Demikian pula akhirat dan semuanya yang berhubungan dengannya Allah lah yang mengendalikannya. Bila seseorang lebih memilih dunia dan menghalanginya untuk mencintai Pemiliknya, maka ia benar-benar akan sengsara ketika memasuki alam akhirat, saat kehidupan dunia-nya dipertanggungjawabkan dan kemudian dibalas dengan setimpal.

Pada suasana yang demikian orang-orang yang bakhil di atas akan sangat menyesali kebodohan dirinya. Padahal Allah telah benar-benar mengirim orang terbaik di antara mereka untuk menjadi pengingat yang baik. “Maka, kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala” (QS. 92: 14). (muf/smn)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment