SURABAYA (Suaramuslim.net) – Badan Kemaritiman Nahdhatul Ulama (BKNU) Jatim mengusulkan kepada pemerintah agar Jawa Timur menjadi kawasan khusus pengembangan garam nasional. Hal itu disampaikan beberapa pengurus saat melakukan konferensi pers di kantor PWNU Jatim, Rabu (4/9).
Ia mengungkapkan hal itu, sehubungan dengan acara kunjungan Presiden Joko Widodo ke Desa Nunkurus, Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Rabu, 21 Agustus 2019 lalu yang menimbulkan protes dari Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Sumenep.
Protes disebabkan pada acara tersebut, penyelenggara acara memberikan informasi yang bias terhadap sampel beberapa produk garam dari beberapa daerah. Seperti garam lokal Jawa-Madura, garam lokal NTT dan garam impor dari Australia.
Menurut Mahmud Musta’in, yang lebih menyakitkan, terdapat pernyataan di Sekretariat Kabinet. Disebutkan, dalam peninjauan itu, Presiden Jokowi mengaku ditunjukkan beberapa perbandingan garam yang diambil dari luar untuk dibawa ke NTT, yang dari Madura, Surabaya, dan juga dari Australia.
Presiden menilai, garam yang ada di NTT memang hasilnya lebih bagus, lebih putih, bisa masuk ke industri, dan kalau diolah lagi bisa juga menjadi garam konsumsi.
“Pernyataan tersebut di atas tidak sesuai dengan realitas di lapangan. Kualitas garam lokal Jawa-Madura memiliki beberapa kategori sesuai dengan kriteria dari Kementerian Perindustrian,” tuturnya.
Menurut Mahmud, sampel garam lokal Jawa-Madura yang ditampilkan dalam acara di NTT tersebut jika diperhatikan, kemungkinan termasuk sampel garam kategori K-3 yang saat ini sudah tidak diproduksi lagi sejak tahun 2012.
Hal ini dikarenakan adanya penerapan teknologi yang lebih baik, seperti penggunaan geo-membrane dan untuk memenuhi tuntutan pasar yang menyaratkan kualitas garam K-1 dan K-2.
“Dengan adanya kualitas garam yang ada di Jatim, kami mengimbau Pemerintah agar Jawa Timur secara umum dan Madura secara khusus dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus pengembangan garam nasional,” ujar Mahmud Musta’in selaku ketua BKNU Jatim.
Selain itu, Mahmud Musta’in yang juga merupakan dosen sekaligus peneliti asal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini mengharapkan pemerintah agar menetapkan tata niaga garam dengan memasukkan garam sebagai komoditi strategis nasional.
“Pemerintah diharapkan lebih mengoptimalkan peranan PT Garam sebagai stabilitator harga (sebagaimana peran Bulog) dan bukan sebagai pelaku pasar yang hanya berorientasi profit,” tambahnya.
“Semoga dengan langkah tersebut, bisa meredam keresahan dan memberikan semangat untuk petani garam lokal Jawa-Madura dalam mendukung swasembada garam nasional,” pungkasnya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir