Suaramuslim.net – Seringkali saya melihat film-film heroisme Amerika yang menampakkan keteguhan dan ketangguhan dalam mempertahankan keyakinan akan keselamatan bangsanya. Meski mereka tertawan oleh musuh, dan dipaksa membocorkan rahasia negara, mereka bertahan dalam keyakinannya, walau kadang maut memgancamnya.
Kisah heroisme dalam perjuangan lebih banyak juga saya baca dalam kisah-kisah perjuangan Nabi Muhammad saw. bersama para sahabatnya dalam mempertahankan keyakinannya. Meski maut mengancamnya, namun mereka tetap teguh memegang keyakinannya un
tuk tidak mengikuti arus permainan kaum Quraysi Jahiliyah yang memaksanya.
Sebut saja, Bilal bin Rabbah, Sang Muadzin yang terompahnya terdengar oleh Nabi sudah berada di dalam surga. Apa yang dilakukan Bilal setidaknya memberi tauladan bahwa berkeyakinan atas sesuatu yang lebih menjanjikan oleh keyakinan yang diyakini akan memberi keteguhan untuk tetap menjaga keyakinannya dibanding mengikuti sesuatu yang bukan menjadi keyakinannya. Tauladan tentang istiqomah, tentang ketangguhan dan keteguhan dapat kita saripatikan dari apa yang sudah dilakukan oleh para sahabat.
Terlepas bahwa sebuah keyakinan itu benar atau salah, tapi keteguhan dalam memegang prinsip bagi saya adalah sesuatu yang patut dihormati dan diapresiasi. Dan bagi saya layak mereka yang seperti itu adalah petarung. Seorang petarung pantang menyerah dan pantang mengeluh. Seorang selalu berprinsip pada kebenaran dan kejujuran yang dimiliki. Sehingga pantang bagi petarung menebar fitnah dan melakukan kecurangan. Bagi petarungn taktik dan strategi akan selalu dijalankan untuk memenangkan pertandingan. Langkah petarung akan selalu terukur dan teruji dalam memasuki arena pertarungan.
Petarung akan terikat oleh nilai-nilai moralitas dalam mempertahankan apa yang diyakini, pantang melakukan muslihat dan kecurangan dalam memenangkan pertarungan. Meski dia terluka, bagi petarung menjaga nilai moralitas merupakan sebuah keniscayaan.
Kisah kesakitan dan terluka perasaan, tapi masih mampu menjaga nilai nilai moralitas yang ada serta tidak mempermalukan pelaku pelukaan rasa terjadi pada kisah Cinderella. Dalam kisah Cinderella dikisahkan dia yang memiliki rumah dan tempat tinggal, diperlakukan oleh ibu tiri dan saudara tirinya yang semena-mena, disiksa, disakiti perasaannya, tapi perlakuan itu tak pernah disampaikan kepada ayah kandungnya.
Cinderella tak pernah menjelekkan perlakuan ibu tiri dan saudara tirinya dihadapan si ayah kandungnya. Sehingga sang ayah masih memandang ibu tiri dan anak tirinya adalah orang orang baik yang memperlakukan dengan baik anak kandungnya, Cinderella.
Apa yang membuat Cinderella mampu bertahan dalam kesakitan dan berupaya melawan perlakuan tak baik ibu tiri dan saudara tirinya? Tak lain adalah moralitas menjaganya untuk tidak mempermalukan orang lain dihadapan umum. Cinderella tak mampu membayangkan apa yang akan dilakukan oleh ayahnya kalau dia memberitahukan perlakuan ibu tiri dan saudara tirinya terhadapnya.
Kehalusan budi dan moralitas, menjadikan Cinderella seperti sebuah lilin, dia mampu menerangi kegelapan, meski dia sendiri terbakar dalam panasnya api, tapi lilin tak pernah hilang, dia hanya berubah bentuk. Cinderella ibarat sebuah energi, dia tak mampu dihilangkan, tapi hanya bisa dirubah bentuknya.
Semalam saya mencoba merenung setelah meilhat sebuah tayangan televisi yang menampilkan sosok Mahfud MD. Saya melihat pak Mahfud seolah Cinderella yang dengan kehalusan jiwa dan rasanya, mampu memendam dan menahan getir rasa, dan mengatakan sesuatu yang ingin menjaga perasaan orang lain dihadapan publik.
Pak Mahfud tampil sebagai hero dan petarung yang bermoral. Hal menarik yang saya catat dari ucapan Pak Mahfud adalah ada kepentingan yang lebih besar dibutuhkan oleh bangsa ini dibanding kepentingan seorang Mahfud MD.
Pak Mahfud tampil sebagai pemenang didalam pertarungan mengorbankan ego, Pak Mahfud tampil dalam posisi khusnul khotimah ditengah pentas pertandingan yang mehorbankan nilai nilai moralitas.
Mahfud effect dalam pengertian sebagai moralitas publik, mengusik sebagian dari mereka yang masih tetap bertahan dalam menjaga nilai-nilai moralnya. Tak heran kemudian di sana-sini kita melihat Mahfud Effect sebagai hal yang positif dalam merawat nilai moralitas bangsa.
Semoga bangsa Indonesia selalu dalam lindungan Allah yang Maha Kasih dan Maha Sayang
*Ditulis di Surabaya, 15 Agustus 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net