Suaramuslim.net – Setiap hari semakin sesak saja rasanya; ada kekhawatiran yang begitu mendalam di negeri kita, bahkan telah menjadi ketakutan yang mendunia.
Manusia yang selama dikenal sebagai homo sapiens tangguh dan mampu mencipta dan mengimprovisasi sarana kehidupan, nampak gamang dan nyaris tak berdaya oleh sebuah wabah yang datang meretas begitu cepat.
Segala daya upaya manusia telah dilakukan, semua protokol pengamanan dijalankan. Namun titik terang bahwa wabah akan segera berlalu belum juga terlihat.
Saya terengkuh dalam keprihatinan yang sama. Dan saya bisa memahami dan berempati kepada saudara-saudara yang ketakutan. Apalah lagi yang ditakuti? Kecuali homo sapien tangguh itu ternyata takut pada apa yang disebut kematian.
Kematian seolah telah melambai-lambaikan tangannya di hadapan kita, tapi siapakah yang ingin dipeluk kematian sebagai korban wabah?
Meski kita tahu kematian syahid atau pun kematian dengan cara lain dalam platformnya adalah sama, yaitu terlepasnya ruh dari ragawi kita. Sesuatu yang pasti terjadi pada diri kita, namun kita enggan untuk segera menerimanya.
Pada ruang keterbatasan, apalah yang bisa kita lakukan? Apakah kita terus menerus mengeksplotasi logika dan menghamba pada saintika untuk keluar dari ruang wabah yang menakutkan ini?
Bagi kita yang muslim, ada sesuatu di atas saintika dan logika, yang Allah berikan pada umat nabi Muhammad, yaitu doa yang dikabulkan.
Dalam menghadapi segala macam permasalahan hidup, seharusnya doa adalah yang pertama, di tengah dan di akhir, dan di seluruh keadaan. Jangan sampai semua ikhtiar dan usaha untuk mencegah wabah dan mengobati suatu penyakit menyebabkan kita terlalaikan dari berdoa dan bergantung hanya kepada Allah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
Apabila engkau meminta, mintalah hanya kepada Allah. Jika engkau membutuhkan pertolongan, minta tolonglah hanya kepada Allah.” (HR. At-Tirmizi).
Saya tersentuh pada satu kenangan, ketika saya ada pada pangkuan kakek ketika kecil. Kakek membisikan satu lantunan doa, yang pesan beliau pada saya, “bacalah doa ini, ketika dirimu dan di sekelilingmu banyak yang sakit.”
Ya hayyu hina la hayya wa ya hayyu qobla kulli hayyin wa ya hayyu ba’da kulli hayyin yaa qoyyum, ya muhsinu, ya mujmilu. Qod araitana qudrataka fa arina ‘afwaka.
(Wahai Dzat Yang Maha Hidup ketika tidak ada kehidupan, wahai Dzat Yang Maha Hidup sebelum adanya kehidupan, wahai Dzat Yang Maha Hidup setelah ada kehidupan, wahai Dzat Yang Maha Berdiri Sendiri, wahai Dzat Yang Berbuat Baik, wahai Dzat Yang Memperindah. Sungguh Engkau telah memperlihatkan kepada kami kuasa-Mu, maka perlihatkan kepada kami ampunan-Mu).
Doa menjadi penyejuk penenang dan penggenap di kala segala ikhtiar telah kita lakukan. Mengapa kita tak harus percaya pada doa? Padahal nabi kita Muhammad bersabda yang artinya:
Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala daripada doa.” (HR. At-Tirmizi).
Dan Allah telah menegaskan:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, (jawablah) bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu terbimbing dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186).
Malam semakin sunyi dalam kabut yang semakin menebal di Tembagapura. Semoga kekhawatiran saudara-saudaraku di pelosok negeri terobati oleh coretan kecil ini.
Marilah kita terus berikhtiar dan tawadu pada jalan Allah, karena hanya pada-Nya lah kita memohon perlindungan.
Fa idza azamta, fa tawakal alallah innallaha yuhibbul mutawakilin.
Setelah kita bertetapan dengan segala ikhtiar kita, tinggallah bertawakal pada-Nya, dan sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.
Semoga bermanfaat.
Tembagapura, 13 Maret 2020.
Yudha Heryawan Asnawi
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net